Chapter 24 - Yang Terbaik

748 102 6
                                    

DORR! DORR! DORR!

Aku terbangun oleh suara tembakan yang memekakan telinga.

"Mereka datang." kata Nando, anak itu terjaga semalaman, senyum lebar mengembang di bibirnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara beberapa helikopter yang terbang mengitari kami.

Narendra... apa dia juga datang??

Situasi diluar terdengar ricuh—suara letusan senjata api mulai tak berjeda. Aku dan Bu Masayu saling memeluk satu sama lain. Sementara Nando dengan berani menyibak tenda untuk memantau situasi diluar.

Tiba-tiba, tenda kami disibak lebar dan salah satu tetua kelompok itu muncul. Matanya merah, wajahnya marah. Ia langsung menyambar baju Nando dan menyeretnya keluar.

"Nando!!" pekikku.

Aku memberanikan diri beranjak keluar tenda. Di langit, ada 2 helikopter yang mengepung kami.

"Menyerahlah! Kalian sudah dikepung!" terdengar suara teriakan entah dari mana asalnya.

Aku tertegun saat melihat Nando ditodong pistol di pelipisnya.

"Mundur atau anak ini mati!!"

Teriakan menggelegar dari si tetua tadi menghentikan aksi tembak menembak yang sedang terjadi.

Para pemberontak yang tersisa berkumpul disekeliling si tetua dengan senjata api yang siap sedia.

Aku baru saja berniat kabur dengan Bu Masayu, saat dua orang bersenjata datang dan menyeret kami keluar. Kali ini aku berteriak lantang dan menolak.

PLAKK!! salah satu dari mereka menampar pipiku keras sampai pandanganku terasa berputar dan menggelap sebentar.

Aku, Nando dan Bu Masayu dipaksa duduk bersimpuh ditengah-tengah mereka.

"Bebaskan orang-orang kami atau mereka mati!!" teriak seorang tetua sambil menodong kami.

Napasku memburu. Jantungku berdentam tak terkendali. Air mata merembes seperti air terjun di pipiku. Hilang semua ketenanganku. Rasanya semua ini tak nyata.

Lalu sesuatu yang tak disangka terjadi. Dalam satu gerakan cepat Nando bangkit berdiri dan meninju keras dagu si tetua yang menodongnya dari bawah hingga ia terpental kebelakang.

Detik-detik selanjutnya terjadi seperti film yang bergerak lambat. Semua senapan terangkat mengarah pada Nando, tetapi, sebelum siapapun sempat menarik tuasnya untuk menembak, peluru-peluru dari arah hutan berdesing dan menembus badan mereka. Aku dan Bu Masayu berjongkok di tanah sambil melindungi kepala kami dengan tangan.

Tubuh-tubuh orang bergelimpangan disekitar kami. Beberapa masih menggelepar kesakitan, ada juga yang tewas ditempat.

Dari sudut mataku aku bisa melihat salah satu pemberontak mengangkat pistol dan mengarahkannya pada Nando.

"Awas!!!!"

Aku mendorong Nando yang sedang berjongkok tak jauh di sampingku dengan sekuat tenaga.

DORRR—

Suara desing peluru terdengar begitu dekat, aku terpental kebelakang saat merasakan timah itu melesat masuk kedalam pundakku.

"Suster!!!"

Teriakan histeris Bu Masayu terdengar menggema di kepalaku, sejurus kemudian, semuanya langsung gelap.

***

Badanku terasa ringan seperti kapas. Aku masih bisa mendengar samar suara-suara ribut disekeliling. Rasa nyeri yang menyengat menjalar dari bahu ke seluruh badanku. Aku berusaha untuk bergerak, tapi tak bisa.

He Was My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang