Bagian 13

224 11 0
                                    

Kayla merasa, Asya terlalu egois. Walaupun ia berusaha memahami kehendak Asya, yang menurutnya agak berlebihan itu, Kayla tetap saja merasa kalau dirinya adalah korban. Bahkan Kayla sempat berpikir, bagaimana jika ia benar-benar sudah menikah dengan Erik nanti? Apakah Asya akan tetap seenaknya memaksakan kehendak dalam segala hal?

"Kalau kamu menikah secara siri, apa tidak kecil kemungkinan kalau ...." Rahma menjeda ucapan. Ia ragu hendak mengatakannya.

"Kalau apa, Kak?" Kayla menatap serius pada kakaknya tersebut.

"Kalau nanti ... kamu bisa ditinggalkan begitu saja setelah istrinya sembuh. Sebab menikah siri itu posisi sebagai istri sangat lemah. Kakak nggak mau hal itu menimpa kamu, Kay. Karena sudah banyak contoh kasusnya."

Kayla tercenung. Pemikiran Rahma ada benarnya juga. Siapa tahu Asya menginginkan dirinya hanya untuk menemani Erik sementara waktu saja. Setelah selesai operasi nanti, bukan tak mungkin Asya berubah pikiran. Mengingat Asya suka memaksakan kehendak, Kayla jadi berpikir yang tidak-tidak. Bisa saja nanti ia meminta Erik menceraikannya begitu saja, kan?

"Kay ...."

Gadis itu terkejut saat Rahma menyentuh lengannya. Ia tersenyum tipis.

"Maaf, Kakak bukan bermaksud menakut-nakuti kamu. Walau pada dasarnya Kakak tidak pernah setuju dengan pilihan kamu, tapi ... Kakak akan mencoba menerima jika ini memang sudah jalan takdirmu. Namun, entah kenapa saat wanita itu meminta kamu dan suaminya menikah siri terlebih dahulu dengan alasan yang ... yang rasanya klise sekali, Kakak jadi khawatir, Kay!"

Kayla menghela napas, menempelkan punggung ke sandaran sofa. Sore yang basah, di luar hujan lumayan deras. Orang tua mereka belum kembali dari toko. Hanya ada mereka berdua di ruang tengah itu, sementara suami Rahma berada di ruang tamu menemani kedua anaknya bermain.

"Aku tidak tahu harus apa, Kak." Kayla terdengar pasrah, menatap layar televisi yang dikecilkan volumenya.

"Kamu harus punya sikap, Kay! Jangan mau nikah siri. Kalau mereka benar-benar menginginkan kamu, pasti mereka mau menunggu." Rahma tampak antusias. Ia sungguh tak rela jika adiknya yang paling cantik itu nanti tersakiti.

"Bagaimana kalau mereka memilih membatalkan jika nanti aku menolak menikah siri lebih dulu?" tanya Kayla.

"Lho? Malah bagus, kan? Artinya itu memang bukan yang terbaik buat kamu. Udah jelas niatnya nggak baik."

Kayla menoleh Rahma, menatap kedua mata bermanik cokelat itu. Ia menelan ludah dengan susah payah hanya untuk mengatakan, "Tapi, aku mencintainya, Kak."

Rahma terkejut. "Cinta? Kamu mencintainya?"

Kayla mengangguk pelan, lalu memalingkan wajah dari tatapan Rahma.

"Semudah itu kamu jatuh cinta?"

Gadis itu tersenyum getir. "Aku sudah mengenal Erik, jauh sebelum Asya mengenalnya, Kak."

Rahma menatap Kayla tak berkedip. "Maksud kamu apa, Kay?"

Ingin mengakui semuanya, tetapi ada rasa khawatir kalau kejujurannya nanti malah semakin membuat Rahma tidak respek. Namun, ia sudah terlanjur membuka celah. Tentu Rahma tidak akan melepaskannya tanpa sebuah penjelasan.

"Kenapa kamu diam saja? Ayo, katakan, Kay!" desak Rahma.

"Kalau aku jujur, apa Kakak bisa merahasiakannya dari siapa pun termasuk Ibu dan Ayah?"

"Insyaa Allah, Kakak janji."

Sebelum mulai bercerita, Kayla menarik napas dalam-dalam. Lalu, pikirannya menerawang ke beberapa tahun silam dan secara perlahan, cerita tentang Erik dan dirinya pun meluncur. Mulai dari awal pertemuan mereka sampai pada saat Erik memutuskan hubungan lima tahun yang lalu.

Dikhitbah Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang