Bab 4

373 20 1
                                    

Theo menatap penampilannya dicermin, dia sudah rapi dan siap untuk pergi. Theo menggunakan kemeja hitam dan celana jeans warna senada, lalu sneaker warna putih.

Hari ini ia akan pergi jalan-jalan dengan adiknya, Elzio.

Setelah puas menatap penampilannya yang menurutnya Perfect, theo turun dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Disana sudah ada semua orang.

Elzio yang melihat sang kakak, dia berbicara dengan antusias, "Kakak, ayo sini duduk disebelah kala."

Elzio menepuk kursi yang ada disebelah kirinya, tadinya Sean ingin duduk disana, tapi tidak diperbolehkan oleh Elzio, karna disana Theo akan duduk, sementara Sean hanya mengangguk tidak ingin membuat mood sang adik buruk.

"Kakak, kita jadi pergi 'kan?"

Theo menganggukkan kepalanya, "Ya."

Yang lain sudah tau tentang jalan-jalan Theo dengan Elzio, awalnya mereka menolak, takut jika Theo akan menyakiti Elzio. Namun, Elzio mengancam mereka jika mereka tidak memperbolehkannya pergi dengan Theo, dia tidak akan berbicara dengan mereka selama 1 Minggu penuh.

Mereka yang tidak ingin di diami oleh bocah itu, akhirnya mengiyakan dengan syarat membawa 6 Bodyguard dan Elzio setuju, sedangkan Theo hanya acuh karna dia memang tidak berniat menyakiti Adik kesayangannya.

William berdehem yang mana membuat obrolan kedua orang itu berhenti dan menatapnya, "Lanjutkan nanti, sekarang kita akan memulai sarapan."

Theo dan Elzio mengangguk. Mereka 'pun mulai makan dengan tenang, hanya suara dentingan sendok yang terdengar. Karna, peraturan dikeluarga ini tidak ada yang boleh berbicara saat makan, kecuali ada hal penting.

***

Seorang bocah laki-laki sedang menangis sesegukan dan lalu tak lama setelah itu kakak dari bocah itu datang menenangkan bocah itu.

Yang lebih tua menolong yang lebih muda untuk bangkit dari duduknya, "Kala adik kakak, tidak boleh menangis."

Ya, Mereka adalah Theo dan Elzio. Theo kecil yang berumur 6 tahun dan Elzio kecil yang berumur 5 tahun.

"Ayo cerita, kenapa kala menangis," Theo mengusap pipi Elzio dengan pelan dan mengangkat dagu adiknya agar menatapnya.

Elzio mata bocah itu berkaca-kaca, "Ka-kala didorong oleh Mereka, lalu kala ja-tuh.." Elzio melengkungkan bibirnya dan jari telunjuk tangan kanannya yang menunjuk 3 anak kecil yang sedang tertawa tak jauh dari mereka.

Theo kecil mengusap kepala Elzio kecil, "Kenapa mereka bisa mendorongmu?"

"Kala hanya ingin bermain dengan mereka, tapi mereka malah bilang kala anak penyakitan dan mereka lalu mendorong kala hingga kala jatuh, kakak~" Adunya.

Mata Theo menajam, berani sekali mereka bilang adiknya 'Penyakitan' dan mendorong adiknya. Apakah, mereka sudah bosan hidup?

Theo menggeram, "Kala tunggu disini ya, kakak pergi ketempat mereka ingin memberi hukuman kecil untuk mereka, oke?"

Elzio mengangguk, "Jangan kemana-mana."

"Hum."

Kemudian Theo melepas pelukan adiknya dan berjalan pergi menuju 3 bocah yang sudah berani mendorong adik kecil kesayangannya.

Sesampainya disana dia langsung berkata, "Heh, jadi kalian yang berani bilang adikku Penyakitan dan mendorong adikku."

Bocah gendut yang merupakan salah satu diantara 3 bocah itu maju kedepan, "Kau kakak dari anak cengeng itu?"

Bocah gendut itu menatap Theo dari atas sampai bawah dan lalu meludah.

Theo menatap bocah itu dengan tajam, sedangkan bocah gendut itu merasa terintimidasi dengan tatapan tajam Theo, "Kau yang bilang adikku Penyakitan dan lalu mendorong adikku?"

Bocah itu dengan angkuh menjawab, "Ya, memangnya kenapa?"

Lalu tiba-tiba Theo mendorong bocah itu hingga terjatuh dan menginjak tangan bocah itu hingga..

Krek

Tangan bocah itu patah.

Bocah itu menangis histeris.

"Beraninya tanganmu ini mendorong adik kecilku."

Theo menyeret bocah itu menjauh dari adiknya yaitu ketempat sebelah Toilet umum. Agar adiknya tidak melihat adegan dewasa yang dia lakukan.

Tak puas sampai disana, Theo mengambil batu runcing yang tepat berada disampingnya, lalu mengarahkan batu itu kemulut bocah itu.

Dia merobek mulut bocah itu dengan kasar, bahkan mulut bocah itu sudah mengeluarkan banyak darah, kemudian dia kembali merobek lebih dalam mulut bocah itu.

"Berani sekali mulutmu mengatakan adikku Penyakitan."

Theo menyeringai, "Kau sudah membuat adikku menangis, sekarang giliranku yang membuatmu menangis."

Hei, Theo kau sudah membuat bocah itu menangis sedari tadi karna telah mematahkan tangan dan merobek mulutnya.

"Ah tidak, lebih tepatnya menangis darah. Bukankah, itu terdengar sangat menyenangkan." Seringainya.

Dia mengerahkan batu runcing yang dia gunakan untuk merobek mulut bocah itu kearah mata bocah itu, lalu dengan cepat dia menusuk mata bocah itu hingga bola matanya pecah dan mengeluarkan banyak darah hingga mengenai wajah dan tangannya.

Bocah itu sedari tadi sudah pingsan saat Theo merobek mulutnya.

Ngomong-ngomong tentang dua bocah lainnya sudah pergi dari tadi saat Theo datang menghampiri mereka.

Setelah puas Theo bangkit dan pergi menuju Toilet umum untuk membersihkan wajah dan tangannya. Dia tidak ingin adiknya melihatnya dengan keadaan berdarah.

"Tidak ada yang boleh menyakiti adikku. Bahkan, diriku sendiri."

Namun, 9 tahun kemudian dia melanggar ucapannya untuk tidak menyakiti adiknya. Dia menyakiti adiknya sendiri karna sebuah kesalahpahaman.

***

Theo's Second Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang