Bab 14

166 9 0
                                    

Drrtt. Drrtt. Drrtt!

Tangan itu bergerak mengambil Ponselnya yang berdering dan mengangkat telpon. Sedikit kesal, siapa yang menelponnya dipagi hari ini? Menganggu tidur nyenyak-nya saja!

"Hm?"

Terdengar grasak-grusuk disebrang sana. Dia mengernyitkan dahi. Mengulang kembali dehemannya.

"Hm?"

"Eh, iya.. kala lupa.. sorry kakak, hehe.." Saura cempreng itu terdengar jelas ditelinganya, sehingga membuatnya menjauhkan ponselnya dari telinganya.

Melihat nomer yang tertera disana, ah, ternyata yang menelponnya adalah kesayangannya. Jika begini maka dia tarik rasa kesalnya tadi.

"Kenapa, menelpon kakak?"

"Isshh, jadi kala ga boleh nelpon kakak gitu? Oh, atau kakak ga suka kalau kala nelpon kakak?"

"Tidak, tidak. Bukan seperti itu, hanya saja kakak ingin bertanya. Dan juga, dari mana kamu mendapatkan nomer kakak?"

Teringat olehnya, setelah dia keluar dari Mansion dia langsung mengganti nomer hpnya dan dari mana kesayangannya itu mendapatkannya?

"Ooh itu, kala mendapatkannya dari Om Arnold."

Theo mengangguk paham meskipun Elzio tidak dapat melihat anggukannya.

"Kakak, kala kangen kakak. Kakak tau ga? Eh, ya kakak belum tau dong, kan belum kala kasih tau, hehe."

"Kemarin kala mimpi kakak. Terus kala teriak-teriak, terus Daddy datang kekamar kala. Daddy tanya kenapa kala nangis, lalu kala jawab kalau kala nangis karna kangen kakak. Daddy bilang 'kenapa kau merindukan anak pembawa sial sepertinya?' kala marah dong pas Daddy bilang gitu. Masa kakak dibilang anak pembawa sial, Kala marah banget sama Daddy. Kala benci Daddy karna udah jahat sama kakak." Celoteh pemuda itu dengan berbagai ekspresi.

Sedangkan Theo hanya diam memperhatikan Elzio. Ya, mereka sudah mengalihkan panggilan menjadi Video call.

Elzio menepuk dahinya, "kala lupa." Theo mengernyitkan dahinya.

Terlihat senyuman manis Elzio, anak itu tersenyum lebar. "Happy birthday kakak.. semoga kakak panjang umur, sehat dan bahagia selalu. Dan semoga semua kebahagiaan mendatangi kakak."

Theo yang mendengar itu tertegun. Karna baru pertama kali ini dia mendapatkan Ucapan 'selamat ulang tahun'.

Matanya berkaca-kaca, dia terharu. Ternyata masih ada orang yang ingat hari ulang tahunnya. Dan itu adalah kesayangannya.

"Terima kasih.." suaranya terdengar lirih.

"Iya, sam--"

"Kala, bukankah sudah kakak bilang untuk tidak menghubungi 'anak sialan' itu lagi. Berhenti menghubunginya jika tidak kau akan disakiti atau bahkan dibunuh olehnya."

Kemudian panggilan itu terputus. Sedangkan Theo yang mendengar kata 'anak sialan' dan 'dibunuh' tersenyum lirih. Dia kenal suara itu. Itu adalah suara kakak yang telah membunuhnya dimasa lalu.

Ah, sepertinya kebencian kakaknya itu terhadap dirinya tidak pernah hilang, ya? Malah sepertinya terlihat semakin menggebu-gebu.

Theo terkekeh. Apa yang ia harapkan dari kakaknya itu? Kasih sayang? Mimpimu terlalu tinggi Theo. Jangankan mendapatkan kasih sayang, mendengar tutur kata lembut dari kakaknya untuknya saja dia tidak pernah mendapatkannya. Dan dia malah bermimpi ingin mendapatkan kasih sayang kakaknya itu? Mustahil, akan terjadi.

***

Mimpimu terlalu tinggi Theo. Jangan pernah mengharapkan hal yang mustahil untuk terjadi.

Bukankah kau memang ditakdirkan untuk mendapatkan kebencian dari mereka, Theo.

Theo's Second Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang