17 ruang kamar

47 7 2
                                    

Mata lentik itu terbuka secara perlahan, pemandangan yang dilihat pertama kali adalah kamar dinding yang penuh dengan warna emas, sangat mewah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata lentik itu terbuka secara perlahan, pemandangan yang dilihat pertama kali adalah kamar dinding yang penuh dengan warna emas, sangat mewah.

Ingatan yang terjadi sebelumnya terlintas pada pikirannya "Jeffrey." Gumamnya, "aku akan membunuhnya." Kesalnya.

"Kau ingin membunuhku?" Jeffrey datang dengan jubah besar yang menutupi tubuhnya, dan kedua tangannya yang membawa nampan berisikan sarapan Taeyong, "selamat pagi Taeyong, aku membawa sarapan untukmu, ah aku tidak ingin mendengar penolakanmu, oke?"

Jeffrey duduk tepat di sebelah Taeyong yang tetap berbaring, tentu saja dia hanya bisa berbaring karena kedua kaki dan tangannya terikat pada masing-masing ujung ranjang "lepaskan aku."

Jeffrey menyendokkan nasi dan lauknya "ayo buka mulutmu." Tangannya tergantung tepat di depan wajah Taeyong, "makan Taeyong."

Taeyong menggeleng keras dengan kepala yang menatap ke arah lain, mulutnya juga terkatup rapat. Melihat penolakan Taeyong emmbuat tangan Jeffrey mengerat pada nampan yang berada pada pahanya "kau mau makan secara lembut atau aku paksa menelan ini semua?" Ancamnya.

Jeffrey menekan pipi Taeyong bermaksud agar mulut Taeyong terbuka tapi semakin mencengkramnya mukut Taeyong hanya terbuka kecil "baik, kau yang memilihnya."

Dia meletakkan nampan tersebut pada kasur "masuk." Ujarnya pada sang anak buah.

Taeyong mengernyit saat melihat empan orang masuk ke dalam kamar dan salah satu orangnya kedua tangannya terikat di belakang dan kedua matanya tertutup "a-apa yang akan kau lakukan?" Gugupnya.

"Pertunjukan tadi malam bukankah indah? Kau melihat kobaran api yang besar."

"Itu tidak indah sama sekali Jeffrey, di dalamnya banyak orang dan kau membakar mereka semua." Pekik Taeyong.

Jeffrey menarik rambut Taeyong hingga dia mendongak "tau kenapa aku melakukannya?" Taeyong menggeleng, "wajah ini terpampang pada sebuah darkweb dan bertuliskan siapapun yang menangkapmu hidup-hidup mereka akan diberikan imbalan uang." Jeffrey mengusap seluruh wajah Taeyong dengan telunjuknya, "apa kau suka saat kau diperlakukan seolah hewan buruan? Kau suka wajahmu dipampang pada darkweb? Kau suka semuanya mengenal dirimu?" Geramnya dan semakin mencengkram rambut Taeyong hingga menimbulkan ringisan.

"Sshh Jeffrey sakit." Ringisnya.

Jeffrey melepas cengkramannya dan meluhat telapak tangannya yang terdapat rambut Taeyong "maaf." Dia kembali menatap ke arah depan, tubuhnya bersandar pada nakas seolah duduk, dia mengeluarkan satu batang rokok dan membakar ujungnya, "hah.. Jadi kau tetap tidak akan makan?"

Taeyong menggeleng, namun setelahnya pilihannya membuatnya berteriak ketakutan "cambuk." Perintah Jeffrey.

Orang yang matanya tertutup, kedua tangannya di ikat dan tengah bersimpuh saat ini tengah di cambuk dengan kuat, bahkan pada pendengaran Taeyong cambukan itu memekakan telinga "Jeff tidak, kasihan dia."

"Jika kau tak makan maka cambukan itu akan terus terjadi." Balas Jeffrey dengan tenang, dia hanya menonton pertunjukan di depannya itu seolah film action, dia berdecak "lebih keras lagi Gara."

"TIDAK!! AKU AKAN MAKAN, BAIK."

Mendengarnya Jeffrey tersenyum puas, dia mulai menyuapi Taeyong hingga sarapannya habis, terakhir dia mengusap rambut Taeyong dan memberikan sedikit tepukan "anak pintar, teruslah menurut jika tidak ingin orang lain menjadi sasarannya."

"Tapi dia salah apa?" Tanya Taeyong penasaran.

"Oh dia, dia mainan Gyros yang di ambil di salah satu rumah yang terbakar itu."

Sedangkan Gyros yang namanya di sebut tengah mengigiti kuku jarinya, begitu khawatir mainannya rusak atau terdapat lecet, dan benar saja saat mainannya itu di bawa ke luar, tubuh belakangnya telah dipenuhi oleh luka memanjang.

"Sial, aku harus merawatnya lagi agar tubuhnya kembali mulus." Gumamnya, "bawa langsung ke dalam ruang perawatan." Gusarnya.

"Kau kenapa?" Gara mendekat dengan kedua tangan yang di masukkan pada kantong celananya, "terlihat khawatir, apa kau menyukainya?"

"Kau berbicara omong kosong, tubuhnya yang aku khawatirkan." Jawabnya, dia melangkah ke arah ruang rawat dengan Gara yang selalu mengekorinya.

"Khawatir dan suka, bukankah sama?"

"Berbeda Gara, besok adalah jadwal aku memposting video porno, dan sekarang artisku tengah kesakitan, tubuhnya tak mulus lagi." Resahnya, "apa kau mau menggantikannya? Kau hanya perlu berpose dengan menggunakan celana dalam berenda dan bra renda."

"Bedebah." Ujarnya lalu dia pergi begitu saja meninggalakn Gyros yang masih saja resah.

Jakarta - Scotland EdinburghTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang