Take Something in Stride

29 8 4
                                    

18┆  Take Something in Stride

Seminggu setelah berpisahnya gue dan Bima. Sakit sih nggak, cuma kadang masih suka kangen, apalagi harus ketemu di kantor. Kita putus baik baik, dimana sebelumnya gue nggak pernah putus sebaik ini. Dan hari ini gue menemukan Bima resign dari kantor. Barang barangnya tinggal tersisa sedikit di mejanya.

"masa karena mereka putus langsung resign sih? sedih banget" ucap Haikal pelan tapi tentu kedengeran sama gue yang pura pura pake earphone.

Sejujurnya gue juga sedih, sedih banget malah, kenapa harus sampai resign sih buat menghindari gue? tapi gue yakin Bima punya alasan. Dan itu terbukti saat dia pamitan sama kami semua, anggota team yang setahun lebih bekerja bareng dia.

"makasih ya kalian, gue resign bukan karena putus dari Raya kok, gue dapet kerjaan lebih bagus aja hehe maaf ya" serunya pada semua anggota team, sampai akhir pun masih nggak mau bikin kesalahpahaman, sangat tipikal Bima.

Bima ternyata menulis secarik surat yang dia simpen di laci meja kerja gue. Mungkin sedikit kata perpisahan juga penyemangat, akan gue baca di rumah. Gue selalu bersyukur pernah kenal, disayangi dan dicintai sepenuh hati oleh orang kaya Bima. Hari hari berat gue berlalu dengan sangat cepat karena gue lalui dengan sangat mudah, karena ada Bima disisi gue. Bagaimana Bima selalu mendahulukan perasaan gue dibanding apapun, gue nggak yakin bisa ketemu orang dengan kecocokan tinggi dengan sifat gue selain Bima. Sifatnya polar opposites dari sifat gue, makanya gue selalu merasa Bima adalah missing puzzle yang gue butuhkan untuk hidup.

Malam ini gue membaca surat yang Bima tulis khusus buat gue. Tulisannya yang berantakan, dengan beberapa coretan pulpen yang luber membuat gue bisa membayangkan bagaimana Bima menulis ini untuk gue.

Assalamualaikum Raya, gua harap lo selalu sehat, selalu inget sholat 5 waktu, nggak lupa ngaji juga, seperti kita biasa lakukan, semoga itu semua bisa jadi kebiasaan yaaa ^^

"Waalaikumsalam Bima.." jawab gue pelan, kembali fokus pada kalimat selanjutnya

Gua berterima kasih, amat sangat banyak karena lo banyak memberikan kebahagiaan, ketenangan juga banyak banget advice kehidupan melalui cara lo melihat dunia, gua belajar banyak banget dari lo. Andai waktu itu lo nggak pake setelan Ijo muda dan rambut lo diiket sedikit ujungnya pas hari pertama gue kerja, mungkin gue nggak akan naksir lo dan merasakan kebahagiaan yang gua rasain selama bareng sama lo.

Tak terasa senyum gue mengembang, membayangkan hari pertama kita bertemu, teringat first impression Bima dimata gue saat itu. Dia juga ganteng sih waktu itu, tapi gue nggak ingat dia pakai baju apa.

Lo satu satunya cewek yang nyambung banget obrolannya sama gua, bisa ngadepin uring uringannya gua, tenang, sabar, lo cantik banget kalo lo ngomong lemah lembut ke gua... tentang gimana harusnya gua bersikap, lo selalu sabar ngajarin gua buat bersikap bodo amat, meskipun akhirnya gua tetep nggak bisa bodo amat hehe. Makasih ya udah ngajarin gue sabar, lo orang paling sabar yang pernah gua temui.

Air mata gue mulai menetes, "kenapa sih Bima harus baik banget begini.." gumam gue pelan

Maaf ya selama hampir setahun kita pacaran dan selama kenal gua banyak nyusahin lo, gua sadar belum jadi laki laki sempurna, tapi gua cukup baik kan? seenggaknya gua nggak pernah bikin lo nangis, makasih ya udah sabar jadi cewek gua. Entah gimana caranya gua bisa lupain lo..

"gue juga.. mana bisa Bima.." lagi lagi air mata gue jatuh hampir membasahi kertas suratnya, tentu langsung gue hapus.

Tapi ternyata emang nggak perlu dilupain, semua kenangam kita bakal gua simpen baik baik di kepala juga hati gua. Biar gua bisa inget inget gimana baiknya seorang Raya, gimana penyayangnya seorang Raya Primaswari. Semoga gua juga tetep jadi salah satu kenangan terbaik lo, karena gua yakin pertemuan kita nggak akan sia sia. It's such a blessing, itu yang selalu lo bilang ke gua, and you're the blessing, Allah kasih lo ke hidup gua menjadi penyemangat dan teman terbaik, tapi mungkin inilah saatnya Allah pisahkan kita. Semoga setelah ini cuma kebaikan yang datang ke hidup kita ya, Raya..

Makasih ya Raya..

Salam sayang, Bima ^^

*Sehat sehat ya, jangan lupa kalo kamu down datang ke tempat praktek Mbak Maya, appointmentnya tiap hari Senin Rabu, Jumat, lo bisa kesana minta anter Ayah Wisnu. Tapi kayanya sekarang lo udah berani nyetir sendirian kan? waaah hebat Raya! hehe see you di keadaan yang jauh lebih baik ya.

Tangis gue pecah, sampai akhir pun dia masih peduli sama gue.

Besok paginya gue bangun tidur dengan mata bengkak. Semenjak ada Ayah baru di rumah gue, gue bisa merasakan lagi sarapan bersama di meja makan.

"kamu beneran putus sama Bima?" tanya Mami agaknya khawatir, lalu mengelus pucuk rambut gue lembut.

Gue langsung menghambur ke pelukan Mami, sedih, sakit, entah perasaan apa yang ada di dada gue saat ini, gue rindu Bima, sangat sangat rindu.

"it's okay, Mami yakin kamu akan dapetin yang lebih baik dari Bima.." ucap Mami berusaha menenangkan, "kan putusnya juga untuk kebaikan"

Ayah cuma mengelus pucuk kepala gue lembut, menciumnya seakan gue anaknya sendiri, "sabar ya sayang, kalo Raya butuh apa apa, bilang aja sama Ayah ya" ucapnya

Gue mengangguk mengiyakan, berusaha menghapus sisa sisa air mata yang dari tadi malam terus terusan jatuh, "makasih ya" ucap gue dan mengelap ingus dengan ujung baju.

Setelah sarapan gue langsung bersiap untuk pergi ke kantor, kali ini gue berusaha untuk berani menyetir sendiri mobil gue. Mungkin banyak orang yang bingung kenapa gue kemana mana harus dianter, atau pakai kendaraan umum. Itu cuma ketakutan gue aja kalo kemana mana sendiri. Gue lebih merasa aman di tempat yang ada banyak orangnya. Meskipun gue introvert, tapi gue akui tempat ramai jauh lebih aman. Kecuali rumah gue, itu tempat paling aman di dunia.

Sampai di kantor gue harus memakai kacamata karena mata gue yang terlihat sangat bengkak, jadi gue nggak bisa pakai softlens dulu, seenggaknya sampai besok. Cheryl yang sadar keadaan mata gue yang bengkak berusaha nggak berkomentar dan bersikap seperti biasa, gue sangat berterimakasih sama Cheryl. Tapi temen temen lain tentu saja komentar dan mengaitkannya dengan kepindahan Bima -dan memang betul, tapi tak sepenuhnya benar- dengan mata gue yang bengkak ini.

"gue siang ini mau makan di ayam gepuk depan situ, katanya enak, mau ikut gak?" ajak Cheryl.

Karena gue belum tau mau makan apa, gue juga udah lama nggak bikin bekal, jadilah gue iyakan ajakan Cheryl, "ayo.. sama Tira juga?" tanya gue

"terserah lo, kalo mau berdua aja ayo, atau mau bertiga sama Tira gue ajak anaknya" ucapnya sembari tersenyum membuat gue tenang

"yaudah ajak aja nggak apa apa" ucap gue dan kembali fokus ke pekerjaan di depan gue.

Karena sedang menstruasi, gue nggak harus ke rooftop dan napak tilas kenangan gue bersama Bima disana. Seenggaknya untuk seminggu kedepan gue bebas dari rooftop dan sekitarnya.

Angin musim hujan sudah berlalu, kini berganti dengan teriknya musim kemarau. Kenangan bersama Bima perlahan mulai memudar, air mata gue pun nggak jatuh lagi kalau gue inget tentang dia. Dia berhasil tinggal di otak gue sebagai one of my good memory, kalau dia tau pasti dia seneng deh. Sayangnya bagai ditelan Bumi, kabarnya pun gue nggak pernah denger. Sebenernya bisa aja gue tanya sama Ayahnya, toh masih satu kantor. Tapi Ayahnya lebih sering kerja diluar kantor dan gue nyaris nggak pernah ketemu. Meskipun ketemu gue malu juga mau nanya hehe jadi yasudah, Bima pun lambat laun hanya jadi kenangan di hidup gue.

When Bima Met Raya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang