17 ┆ When it Rains
Setelah liburan singkat bulan lalu kami lebih sering liburan ke daerah daerah yang ada di Jawa Barat. Sejauh ini kami sudah mengunjungi Majalengka, Kuningan, Tasikmalaya dan juga Garut.
"tour Jabar ya kalian, seru banget, lain kali ajak dong" seru Julia, sepupu Bima, saat kami main di kafe milik Julia.
Bima mengangguk, "ya ayo.. tapi bisa nggak lu meninggalkan kafe lu yang rame ini?" tanyanya tak yakin.
Helaan nafas Julia terdengar berat, "iya juga.." ucap Julia, "tapi emang lu diijinin ya main berduaan doang?" tanya Julia pada Bima, agaknya bingung.
Gue menoleh ke arah Bima, juga penasaran dengan jawabannya, "diijinin kok, soalnya gua kalo pesen penginapan selalu dari hp Ibu, kan lo tau sendiri gua gimana kak" ucap Bima
Julia langsung tertawa, "duh gua jadi gatel pengen cerita.." celetuknya tentu bikin gue penasaran, tapi gue tahan aja, pura pura nggak peduli.
Bima hanya melengos, "ceritain dah, daripada Raya penasaran" ujarnya tenang
Tapi gue tolak, "nggak ah gak usah, ntar gue malah kepikiran kalo ngomongin masa lalu dia" ujar gue jujur, seminimal mungkin gue nggak mau bersinggungan sama masa lalu dari pacar gue, entah kenapa gue nggak suka, meskipun penasaran setengah mati. Dan tentu saja Julia dan Bima menghormati permintaan gue tersebut.
Pulang dari kafe kak Julia gue dan Bima langsung menuju tempat kajian, kali ini ada kajian pranikah yang harus daftar jauh jauh hari, entah kenapa Bima sangat semangat, sedangkan gue rasanya masih jauh untuk ada di jenjang itu.
Seperti biasa gue mengganti pakaian di kamar mandi masjid. Ada beberapa orang disana yang agak aneh melihat gue dengan pakaian agak terbuka masuk ke area masjid. Tapi setelahnya gue keluar dengan pakaian lebih 'sopan' untuk masuk ke masjid mereka nggak melihat gue dengan tatapan aneh lagi.
"assalamualaikum, mau ikut kajian juga kah teh? udah daftar?" tanya salah satu perempuan yang ketemu di kamar mandi tadi.
Gue mengangguk, "udah kok, ini chat nya" ujar gue dan menunjukan chat pendaftaran. Setelahnya tentu saja gue dipersilakan untuk masuk.
Setiap kajian gini gue selalu sendirian dan nggak masalah sama sekali sih. Cuma kadang gue agak malu kalo bahasannya tentang aurat gitu, ya gimana, gue belum sanggup untuk pakai kerudung, berat rasanya.
Tapi sore ini berbeda, bahasan tentang pernikahan ini nggak memojokkan satu gender, tapi kewajiban dan hak perempuan dan laki laki dibahas meskipun nggak tuntas. Tapi kata kata terakhir ustadz ini terus terngiang-ngiang di kepala gue, bahkan sampai gue nyampe rumah.
"kenapa?" tanya Bima yang sadar sedari tadi gue cuma diam
Gue mengerjap, berusaha menyadarkan diri, "nggak, keingetan aja kata kata ustadznya tadi"
"yang mana emang?" tanya Bima penasaran.
"yang tentang penyaluran cinta sebelum menikah, Bima.. kok agak nyesek ya, kaya.. i really love you tapi ini nggak boleh, terus kumaha" ucap gue pelan.
Bima ikut menghela nafasnya pelan, "jujur aku juga jadi kepikiran masalah itu, Ray.." ujarnya
"yaudahlah kita jalanin dulu aja, semoga nggak ada hal aneh kedepannya" ucap gue berusaha yakin dengan perjalanan gue dan Bima ini.
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Sebenarnya nggak cuma Raya yang kepikiran masalah pacaran sebelum menikah setelah ikutan kajian pranikah tempo hari, gua pun sama kepikirannya sama dia. Gua bahkan berpikir apa gua nikahin Raya aja ya secepatnya? tapi gimana? gua belum semapan itu untuk beli rumah untuk kita berdua, tabungan gua juga belum cukup untuk sekedar uang mahar, apalagi uang resepsi. Tapi sepertinya Raya lambat laun mulai lupa sama hal itu, berbanding terbalik dengan gua yang makin hari makin berpikir, harus bagaimana kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Bima Met Raya [Tamat]
Chick-LitBima, si cowok yang selalu bilang dirinya an Ordinary guy. Merasa kehidupannya biasa aja dan mulai mensyukurinya saat bertemu sama Raya, si cewek yang pengen hidupnya biasa biasa aja. "Ray, gue harap hati lo bisa lebih luas dan lapang, lo bisa berb...