3 ┆ EnthralledMusim penghujan mulai berhenti, digantikan musim kemarau yang kadang masih aja ada hujannya meskipun sedikit. Hari ini adalah jadwal gue nginep di rumah Papi. Semenjak bercerai 5 tahun lalu, gue harus mau hari sabtu atau minggu nginep di rumahnya di kota Cimahi. Dan minggu ini gue pilih sabtu, karena Sam nggak ngajak ketemuan. Emang sih nggak jauh, tapi karena gue lebih suka pake kendaraan umum jadi agak ribet dan seringkali berakhir ketiduran di KRD.
Setelah naik angkot dari stasiun Cimahi ke daerah Cipageran, gue pun sampai di depan komplek rumah Papi, lalu dijemput sama adik tiri gue yang baru aja naik kelas 3 SMA, namanya Arya. Kalo ada yang panggil 'Ya' pasti kita berdua nengok.
"Kak Raya" sapanya sambil kasih helm ke gue, "di rumah ada Uwa" katanya agak bete.
Gue cuma terkekeh denger ucapan Arya, Uwa gue ini nggak suka sama dia, padahal kan bukan dosanya dia jadi anak diluar nikah. Kalo bisa pilih mungkin Arya pengen nggak dilahirkan daripada dibenci sana sini. Gue sebagai yang lebih tua harus lebih bijak, untungnya Arya mau terbuka dan deket sama gue, meskipun keluarga gue yang lain jadi antagonis di kehidupannya. Bukan perkara mudah jadi anak yang nggak dianggap selama belasan tahun, dan punya Mama yang akhirnya baru dinikahin setelah sekian lama. Meskipun gue juga benci sama Papi, tapi Arya nggak punya salah sama sekali ke gue.
"yaudah ntar lu maen ke rumah tetangga aja" kata gue menyarankan dan diiyakan oleh Arya yang fokus menjalankan motor bebeknya.
Sampai di rumah ada Uwa gue, kakak dari Papi, sama anaknya lagi makan seblak di teras rumah. Ada Mamanya Arya juga tapi ada di dapur lagi ngobrol sama Papi. Tentu gue harus menyalami semuanya satu persatu.
"udah makan, Raya?" tanya Mama Arya, sampai sekarang gue masih enggan buat manggil beliau Mama, jadilah gue selalu panggil Mama Arya. Beda sama Arya yang manggil Mami gue Mami tanpa embel-embel.
"Udah Mah Arya, sebelum kesini makan dulu" jawab gue dan masuk ke kamar Arya. Dia tidur di ruang keluarga kalo giliran gue nginep disini.
Terdengar sayup-sayup suara adzan Maghrib dari masjid yang ada di samping rumah ini. Gue cuma bisa denger suara adzan disini, di rumah gue nggak begitu kedengeran. Dan anehnya tiap denger adzan gue jadi inget Bima. Tapi gue nggak ada keinginan buat bangkit dan sholat, jadilah gue tiduran dan scroll laman obrolan gue sama Sam. Masih nggak ada jawaban semenjak 2 hari lalu. 'sesibuk itu ya kamu sekarang, Sam' batin gue, lalu memejamkan mata gue dan terlelap.
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
"Bim, malem ini lu mau kemana?" tanya pacarnya kakak sepupu gua, namanya Steve. Kita lagi ngumpul di rumah kakak sepupu gua, namanya Julia.
Gua mengerjap, mencoba inget ada hal yang harus gua kerjain atau nggak di akhir pekan ini. "emang lu mau ajak gua kemana, Bang?" gua balik bertanya
"beer point yuk, kebetulan Bang Chandra lagi ada di Bandung" ajak Steve.
Nah, kalo udah gini gua suka bingung. Mau nolak gua nggak enak karena udah lama nggak ketemu, tapi pas disana nggak mungkin juga gua nggak minum. Agak lama gua berpikir. Masalahnya gua udah lama banget nggak minum karena sibuk kerja. Rekor dalam kehidupan seorang Bima.
"mau nggak? ntar baliknya dijemput Julia, biar kita nggak usah nyetir" kata Steve lagi
Gue menghela nafas pelan, mengangguk mengiyakan ajakan Bang Steve, "yaudah deh ayo" kata gua dan segera siap siap buat pergi.
'yaudah lah udah lama ini gua nggak ketemu, palingan abis ini nggak bakal ketemu lagi dalam waktu yang lama' kilah gua dalam hati. Mengabaikan perasaan ganjal yang daritadi ada di hati gua.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Bima Met Raya [Tamat]
ChickLitBima, si cowok yang selalu bilang dirinya an Ordinary guy. Merasa kehidupannya biasa aja dan mulai mensyukurinya saat bertemu sama Raya, si cewek yang pengen hidupnya biasa biasa aja. "Ray, gue harap hati lo bisa lebih luas dan lapang, lo bisa berb...