Reversal

22 8 5
                                    

19 ┆  Reversal

Hari ini adalah hari pertama gua menjejakkan kaki di Bandung lagi, setelah setahun lebih gua mendalami ilmu agama di kota kelahiran Ayah gua, yaitu Garut. Mungkin temen temen gua nggak akan nyangka kalau melihat orang seperti apa gua sekarang. Dari mulai gua yang meninggalkan rokok juga minuman beralkohol, di umur 25 menuju 26 ini gua mulai belajar banyak ilmu agama. Tapi tentu saja gua nggak mau jadi ustadz, gua cuma mau jadi orang yang lebih mindful dan taat agama, udah itu aja.

"Bima.. nggak apa apa kan lo gue suruh balik dulu dari pesantren?" tanya Winara, "tapi ya masa tetehnya mau nikah nggak dateng, aneh banget" jawabnya sendiri

Gua cuma tertawa pelan, Winara nggak berubah sama sekali, "ya nggak mungkin kali gua nggak liat Kang Acan ijab kabul, aneh lu" ucap gua dibalas tawa oleh Winara

Arshan yang kebetulan sedang ada di rumah pun menyapa gua, "Bima apa kabar lu? kok di pesantren tetep aja gayanya pake baju band? bukannya nggak boleh dengerin musik ya?" tanyanya keheranan

Lagi lagi gua cuma tertawa dengernya, "nggak gitu dong, Kang, nggak semua hal harus ditunjukkan lewat outfit nggak sih? yang penting mah ini" ucap gua sembari menunjuk ke dada membuat Arshan tertawa

"tapi bener sih, Bim, edan euy calon adi ipar urang menyala kieu" pujinya membuat gua nggak enak.

Tapi kalau gua tiba tiba bilang 'segala puji hanya milik Allah' in Indonesian gua keliatan belagu banget, jadilah gua cuma balas,  " Alhamdulillah" ucap gua

Setelah belajar agama, gua jadi tau betapa kurang ajarnya kalo kita memanfaatkan agama demi kepentingan sendiri. Kaya misalnya kita ingin banget dipuji orang lain karena ilmu agama kita, lalu kita memilih pakai pakaian yang berlebihan. Mungkin pilihan outfit itu kembali ke masing masing beserta niatnya, tapi kalau gua tentu nggak akan menunjukkan dan tampil seperti biasanya seorang Bima tampil.

Mungkin nggak akan mudah buat orang yang baru belajar agama untuk nggak pamer tentang pengetahuan agama mereka. Dengan mudah men-judge orang lain yang ilmunya belum diterapkan. Tapi Alhamdulillah gua bisa melewati ujian itu dengan baik karena gua inget Raya, mantan kekasih gua yang entah sekarang apa kabarnya, gua nggak tau, semua nasehat Raya masih menempel jelas di kepala gua. How she reacts to everything berdasarkan alasannya, karena semua hal pasti ada sebabnya.

Hari pernikahan Winara pun tiba. Semua tamu undangan sudah siap menyaksikan akad nikah teteh gua satu satunya. Terlihat wajah Ayah tegang di hadapan Arshan. Berbanding terbalik dengan Arshan yang terlihat tenang. Helaan nafas gua terdengar, Ibu di samping gua sampai menoleh.

"kenapa dek?" tanyanya agak khawatir

Gua menggeleng cepat, "nggak Bu, nggak apa apa, cuma kaya nggak nyangka aja si teteh udah nikah" ucap gua dan diiyakan Ibu.

"kamu masih belum nemu pengganti Raya ya dek?" tanya Ibu tiba tiba

Kaget mendengar nama Raya disebut gua hanya menoleh sembari tersenyum, "belum Bu, doain ya Bu supaya adek dapet jodoh yang terbaik menurut Allah juga menurut Ibu" ucap gua tenang

"sejujurnya Ibu sangat sreg sama Raya, dek, tapi gimana lagi, ini keputusan kalian berdua, Ibu nggak bisa ikut campur, Ibu minta maaf ya dek udah nyuruh nyuruh Raya begitu dulu, Ibu jadi nggak enak" ucap Ibu jujur

Gue langsung menggeleng, "Raya juga tau kok Ibu nggak bermaksud buruk, Ibu jangan merasa bersalah" ucap gua dan menggenggam tangan Ibu yang hangat.

Selesai acara pun gua segera pulang ke rumah dan membersihkan badan. Lalu setelahnya gua menidurkan diri di kasur yang sudah cukup lama nggak gua tiduri. Masih ada boneka monyet ungu pemberian Raya di ujung kasur, sepertinya nggak akan gua buang. Saat gua ambil bonekanya, di dalam sakunya terdapat secarik kertas kecil bertuliskan 'be happy Bima <3' dan gua sendiri yang menambahkan tulisan Raya di samping love-nya.

When Bima Met Raya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang