a Woman

33 7 5
                                    

25 ┆  a Woman

Karena masih harus mengurus acara resepsi, gue dan Bima memutuskan untuk nggak berlama-lama ambil cuti. Jadi hari ini adalah hari terakhir gue dan Bima berbulan madu di kota Garut.

"Mami pindah ke rumah, Ayah, jadi yaudah kita disana aja lah, Kang" ucap gue.

Setelah menikah gue dan Bima memutuskan untuk manggil satu sama lain pake panggilan sayang, ya masa mau pake nama dan gue elo terus, nggak sopan. Jadilah di awal kita sepakat untuk panggil Akang dan Teteh. Selain karena kita anak bungsu jadi jarang yang manggil pake panggilan tersebut, gue juga nggak nyaman kalo orang lain denger kami berdua pake sayang sayangan gitu, rasanya geli. Tapi Bima nggak bisa stick to the plan, dia tetep panggil gue sesuka dia dan gue akhirnya cuma bisa pasrah.

"sebenernya kantor aku juga lebih deket dari rumah kamu, Yang" ucap Bima, "duh aku jadi nggak enak malah ngikut keluarga istri begini" lanjutnya

Kami berdua menghela nafas panjang, agak bingung juga kalo nikah belum punya rumah begini. Sebenernya rumah keluarga Bima ini yang harusnya jadi rumah gue dan Bima, Ayah dan Ibunya bakal pindah ke Garut pas Ayahnya pensiun, tapi masih 10 tahun lagi. Dan sekarang kita berdua lagi ada di rumah yang akan beliau tempati nanti, rumah pensiun lah istilahnya mah.

"sebenernya nggak masalah, Kang, daripada kosong kan rumahnya, itung itung bantuin Mami ngurus rumahnya" ucap gue dan disetujui Bima.

"kamu kalo tidur emang selalu pake pajama gini, Yang? baru tau aku" tanya Bima, kami berdua masih bergumul dalam selimut, hujan di pagi hari membuat udara semakin dingin. Setelah sholat subuh kami berdua kembali mengobrol di kasur.

"Iya, lebih nyaman, lebih nyenyak tidurnya, Akang harus cobain deh, nanti aku beliin" ujar gue.

Tapi Bima menggeleng, lalu membenamkan wajahnya di pelukan gue, "nggak mau, enakan skin to skin, Yang" ucapnya lalu seperti sebelumnya, ia mulai kembali melancarkan misinya, "hayu Yang lagi" ajaknya semangat.

Matahari bersinar, hari mulai terang, tapi kami berdua terhitung sangat jarang keluar kamar. Selama 3 hari disini hanya hari kedua kami sedikit jalan jalan di sekitaran rumah tempat kami menginap. Untuk makan pun kami sudah membawa ransum perbekalan dari Bandung, jadi disini tinggal masak aja.

"mau kemana hari ini?" tanya gue sembari mengikat rambut, hendak menyiapkan sarapan.

Bima masih bergumul dengan selimutnya, tak ada tanda tanda ingin beranjak dari sana. "nggak tau, ntar aja sekalian pulang kita jalan jalan dulu" ucapnya

Selesai membuat sarapan gue segera membangunkan Bima yang ketiduran, sepertinya kelelahan, "Kang, ayo makan dulu" ajak gue dan kamipun makan bersama diatas kasur.

"sini aku suapin, kamu kan udah capek bikinin sarapan" ujar Bima dan segera mengambil alih nasi goreng yang sedari tadi gue pegang.

Senyum gue lolos begitu saja, nggak nyangka Bima seperhatian ini, "makasih" ucap gue. Jujur saja gue sangat suka dapet princess treatment begini, apalagi dari suami sendiri. Mungkin karena bahasa cinta gue adalah Act of service, jadi seneng banget dilayani.

"emang nggak pernah salah sih masakan kamu, Yang, selalu enak nggak pernah gagal" pujinya. Nah kalau Bima bahasa cintanya Words of affirmation, selain suka memuji,  dia juga suka banget dipuji.

Sayangnya gue belum bisa luwes untuk memuji Bima, meskipun sekarang sudah resmi jadi suami sendiri. Tapi gue nggak boleh kalah, dia aja langsung inisiatif buat nyuapin gue, "makasih Akang Bima tampan dan berani" ucap gue

Bukannya tersipu Bima malah mendelik malas, "apaan tampan dan berani, emangnya aku Squidward?" omelnya

"hehe apa atuh.." tanya gue masih bingung bagaimana seharusnya memuji suami. Mungkin gue harus lebih banyak belajar, soalnya Bima sedikitnya mulai memahami gue meskipun emang harus dijelasin dulu.

When Bima Met Raya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang