01. The Bitterness of Life

157 13 0
                                    

Park Sunghoon, laki-laki berambut selegam arang itu menghela nafasnya, menyenderkan tubuhnya di tembok dengan lesu. Topi hitam itu ia lepaskan sembari mengacak rambutnya kasar. Hari yang melelahkan untuk hari kedua bekerja di sebuah toko kue milik sang bibi.

Sunghoon baru lulus SMA tiga bulan yang lalu, memutuskan untuk merantau ke Seoul dengan berbekal tawaran sang bibi untuk bekerja di tokonya. Seharian ia tak di beritahu pekerjaan apa yang harus ia kerjakan, ini kali pertama ia bekerja dan tak ada yang memberitahu pekerjaan apa yang harus ia kerjakan.

Sunghoon ingin pulang ke Busan, tempat di mana orang tuanya bekerja dan menetap. Di Seoul, Sunghoon hidup bersama sang nenek yang kerap kali membuat keributan di keluarga besarnya. Mentalnya sudah di hajar habis-habisan, sesuai kemauan sang ayah bahwa pengalaman harus bisa membuatnya kuat sebagai laki-laki.

Tapi, sungguh Sunghoon sudah tak tahan lagi. Hidup hanya untuk menunggu hari-hari berikutnya yang entah hal buruk apa lagi yang akan terjadi. Ayah dan ibunya sudah tak mau mendengarkan keluhannya, jadi ia memblokir kontak kedua orang tuanya untuk mengurangi komunikasi.

Kepalanya pusing, ini pun kali kedua ia datang ke toko sang bibi untuk bekerja. Pertama kalinya sungguh tak nyaman dan memutuskan resign lalu pindah bekerja di sebuah toko yang menjual bahan bangunan, tak selang lama pun ia kembali resign karena sang atasan yang terlalu cerewet dan tak membiarkannya beristirahat. Dan disinilah ia sekarang, di toko sang bibi.

"Sunghoon! Kemari, bersihkan meja ini."

Itu bibinya, Sunghoon segera menghampiri sang bibi yang duduk di meja pelanggan. Ia mengambil kain lap dan membersihkan meja tersebut. Pandangan sang bibi tampak sinis, Sunghoon tak suka tatapan itu. Tapi, ia hanya ingin bertahan setidaknya sebulan untuk mencari pekerjaan di tempat lain.

"Kamu kerja di toko ini di suruh nenek atau kemauan kamu sendiri?" tanya sang bibi.

Sunghoon menunduk sambil terus mengelap meja. "Sendiri, bi."

"Kamu datang ke sini, tidak ada sama sekali ngomong ke bibi. Kamu tau?"

Sunghoon diam, bingung harus menjawab apa. Sebenarnya itu tak datang karena pure kemauannya, neneknya mengatakan sang nibi menerima karyawan lagi karena salah satu karyawannya resign. Dan—oh astaga, neneknya sudah mengatakan kepada sang bibi bahwa ia akan bekerja lagi, dan bibinya mengatakan datang saja. Maka dari itu Sunghoon datang dan bekerja.

"Kamu kalau kerja di sini itu harus inisiatif, di sini tidak ada yang mau menyuruh melakukan ini itu. Semua harus inisiatif, kamu datang hanya melamum kemudian melayani pelanggan lalu duduk main handphone. Kalau seperti itu lebih baik tidak usah bekerja."

Baiklah, Sunghoon koreksi untuk kesalahannya. Bagaimana harus inisiatif untuk seseorang yang baru bekerja? Lingkungannya sungguh tak sehat untuk bertanya apa yang harus di lakukan selanjutnya.

Bibi menatap Sunghoon tak suka, tau bahwa pikiran bibinya adalah Sunghoon orang yang tak beres dalam bekerja. Sunghoon bingung harus menjawab apa karena bibinya adalah keluarga dan bukan orang lain. Sungguh lebih baik bekerja dengan orang lain di banding bekerja dengan keluarga sendiri.

Sunghoon sudah berusaha menanyakan apa yang harus ia lakukan ke karyawan lain yang lebih senior, tapi mereka tak menjawab dan hanya melempar Sunghoon ke sana kemari. Jadi, Sunghoon hanya melayani pelanggan, packing kue, dan membantu bersih-bersih.

"Kamu tidak punya inisiatif membantu orang di dapur? Kamu bisa masak tidak?" tanya bibi dengan nada sinis.

Sunghoon berani bertaruh jika ia masak hanya akan merusak segalanya. "Tidak."

"Kamu bisa semua, tapi kalau kamu di sini itu nol, Sunghoon. Kalau kamu begini, di mana pun kamu bekerja tidak akan di terima."

Sunghoon tak menjawab, sama sekali mati kutu karena itu adalah bibinya dan masih menjunjung kesopanan. Sunghoon masukan semuanya untuk mengkoreksi diri, tapi yang ia tak bisa terima adalah sekarang seluruh pelanggan dan karyawan menatapnya. Mengkritik di depan umum, sungguh memalukan.

Behind Every ScarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang