12. Same Goal

51 8 3
                                    

Three Months Later

"Sunoo, kau jangan terlalu mendengarkan omongan nenek atau siapa pun di sana. Jaga mentalmu, kau tak harus menatap mereka," ujar Rose dari seberang sana.

Sunoo tersenyum menatap layar komputernya, ia menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. "Iya, bu. Aku tidak terlalu mendengarkan ucapan nenek, Sunghoon hyung juga selalu mengingatkanku dan melindungiku."

"Syukurlah anak itu. Jika terjadi sesuatu padamu, langsung kabari Sunghoon, atau ayah dan ibu."

"Pasti, pasti aku akan mengabari. Tidak masalah, aku pasti akan sekuat ibu."

"Tapi ibu tak mau menantuku merasakan apa yang aku rasakan, intinya jika terjadi sesuatu langsung kabari."

"Ibu lucu sekali, baiklah, aku akan mengabari ibu."

"Harus. Kalau begitu, ibu kembali bekerja. Kau juga bekerja, bukan? Selamat bersenang-senang sayang, jangan jadikan karirmu sebagai beban."

"Iya, bu. Terima kasih sudah memperhatikanku, aku menyayangi ibu."

"Ibu juga menyayangimu, Sunoo."

Setelah percakapan singkat itu, Sunoo menekan tombol merah di layar ponselnya, mematikan telepon. Ia menghela napas panjang, merasa sedikit lega namun sekaligus tenggelam dalam pikirannya. Telepon itu membuatnya merasa lebih tenang, tapi juga mengingatkan betapa banyaknya hal yang harus ia hadapi.

Sunoo kembali membetulkan posisi duduk di meja kerjanya, ia kembali memeriksa berkas-berkas tebal yang berisi detail kasus yang sedang ditanganinya. Sunoo benar-benar sibuk berkarir saat ini, ia di terima dengan mudahnya di Kim & Chang berkat background akademisnya yang sangat baik. Sunoo sangat bersyukur dan bangga bisa masuk tanpa campur tangan siapa pun.

Kantor ini begitu hening, hanya terdengar suara ketikan dan obrolan pelan dari rekan-rekannya. Sementara ia fokus pada pekerjaannya, pintu ruangannya terbuka perlahan, dan Junkyu, rekan kerjanya, melangkah masuk dengan membawa beberapa dokumen.

"Sunoo, ada waktu sebentar?" Junkyu bertanya sambil tersenyum tipis, menatap berkas-berkas yang berserakan di meja Sunoo.

Sunoo mengangguk dan menyilakan Junkyu duduk. "Tentu, Junkyu. Ada apa?"

Junkyu duduk di kursi di depan Sunoo dan meletakkan dokumen-dokumen itu di meja. "Aku ingin membahas kasus terbaru kita—soal kekayaan seorang konglomerat yang sedang kita selidiki. Angkanya begitu besar, dan detailnya cukup rumit. Aku butuh pandanganmu mengenai strategi apa yang harus kita ambil selanjutnya."

Sunoo meraih salah satu dokumen yang dibawa Junkyu dan mulai membacanya sekilas. "Kasus ini memang menarik, dan cukup kompleks. Apalagi, kita harus memastikan semuanya sesuai hukum tanpa melanggar privasi klien. Menurutku, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengevaluasi semua asetnya dengan cermat. Dari sana, kita bisa menentukan langkah hukum yang tepat."

Junkyu mengangguk setuju. "Itu masuk akal. Tapi, bagaimana menurutmu tentang klaim yang diajukan terhadapnya? Ada beberapa pihak yang mempertanyakan legalitas beberapa asetnya."

Sunoo berpikir sejenak, kemudian menjawab, "Kita harus memverifikasi semua dokumen yang terkait dengan aset-aset itu. Jika ada celah atau inkonsistensi, kita perlu menyiapkan argumen hukum yang kuat untuk membela klien kita. Penting juga untuk melakukan due diligence yang menyeluruh."

Setelah beberapa saat, Junkyu tersenyum puas. "Kau benar-benar membantu, Sunoo. Pandanganmu sangat tajam."

Sunoo tersenyum kembali, merasa senang bisa memberikan masukan yang berguna. "Sama-sama, Junkyu. Ini kasus yang besar, tapi kalau kita bekerja sama dengan baik, aku yakin kita bisa menanganinya dengan sukses."

Behind Every ScarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang