02. Unexpected Meeting

72 11 0
                                    

"Kau bekerja?"

"Tentu saja, aku butuh uang sampai jadwalku tahun depan datang."

"Ambisimu selalu membuatku takjub. Ini sudah pukul 2 dini hari dan kau masih bekerja."

Sunghoon menyenderkan tubuhnya pada kursi gaming miliknya, headphone itu tersampir di lehernya dan sebuah handphone menempel di telinganya.

"Aku bukan kau yang terlahir kaya, Jay."

Jay Park, sahabat Sunghoon itu tertawa di seberang sana. "Tapi ayahmu adalah seorang insinyur sipil dan ibumu termasuk jajar tinggi di perusahaan ternama."

"Itu orang tuaku, bukan aku." Dengus Sunghoon.

"Well, kau tidak ingin bekerja di US? Aku akan memberikanmu pekerjaan yang sangat layak untuk menutup mulut keluargamu."

"Shut the fuck up, bastard. Aku akan menyaingi perusahaanmu, lihat saja."

Jay tambah terbahak, Sunghoon hanya mendengus kesal mendengar suara tawa lantang dari Jay. "Kau masih sama ternyata, kau ingin menyaingiku hanya dengan pekerjaanmu sebagai editor itu? Your salary is one hour of my work."

"Whatever you say, but i will surely be above you one day. Building my own kingdom, damn it."

"Kau butuh pulu—"

Klik

terdengar sebelum sambungan terputus. Sunghoon telah memutus telepon secara sepihak. Pemuda dengan nama lengkap Park Jongseong itu terlalu berisik, Sunghoon yang muak langsung mematikan panggilan secara sepihak tanpa aba-aba.

Jay berulang kali menelfon lagi dan mengirimi banyak pesan, Sunghoon yang jengah pun abai lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Saat ini Jay berada di Amerika, bekerja untuk menggantikan posisi sang Ayah sebagai Ceo perusahaan agen travel bernama Sinar Tours.

Jika Sunghoon ingin instan, bisa saja ia menggunakan power Jay atau beberapa sahabatnya yang lain, tapi ia ingin membangun segalanya sendiri, entah berapa lama waktu yang ia butuhkan.

***

Sore itu, Sunghoon pergi ke sebuah supermarket dekat rumahnya untuk membeli beberapa kebutuhan bulanannya. Sunghoon menggunakan pakaian kasual, walaupun terkesan ansos dan nolep, ia juga cukup memperhatikan penampilan.

Sunghoon mengenakan pakaian dengan gaya kasual yang edgy. Jaket kulit hitam model biker dengan beberapa detail ritsleting dan patch di lengan, dipadukan dengan kaos hitam polos yang simple. Celana jeans abu-abu tua dengan potongan longgar dan efek washed menambah kesan santai namun tetap stylish. Kacamata pun melengkapi tampilannya, menciptakan kesan yang cool dan cerdas dengan dominasi warna gelap yang harmonis.

Beberapa pasang mata pun tampak memandanginya penuh puja, Sunghoon risih tapi tak ingin terlalu menanggapi berlebihan. Tangannya mendorong troli menuju rak cemilan, hal yang dibutuhkannya setelah rokok dan minuman berenergi. Sunghoon memilah satu per satu snack yang berada di rak, membaca komposisi serta nilai gizi.

"Gulanya tinggi sekali," gumam Sunghoon sambil membolak-balik kemasan cookies yang dilihatnya.

Walaupun senang dengan berbagai cemilan, Sunghoon nyatanya sangat memperhatikan kandungan tiap makanan dan minuman yang dikonsumsi olehnya.

Setelah selesai dengan berbagai belanjaannya pun Sunghoon bergegas menuju kasir untuk membayar semuanya. Rasanya begitu melegakan bisa berbelanja apapun yang ia inginkan dengan gajinya sendiri. Terikat oleh salah satu perusahaan dan freelance sebagai side job membuat Sunghoon untung banyak akhir-akhir ini walaupun jam istirahatnya menjadi korban.

Behind Every ScarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang