28. Kehilangan

817 81 13
                                    

Apa itu kehilangan?

Ethan tak pernah merasakannya seumur hidup karena apa yang hilang darinya, pasti akan ia dapatkan bahkan sebelum ia mengedipkan mata.

Ethan tak pernah merasa kehilangan. Pun ketika Raja Richard, ayahnya, mangkat di atas ranjang dengan penyakitnya, Ethan tak menunjukkan kesedihan walau sebentar.

Semuanya berlalu begitu saja, seperti sepoi angin yang ia temui kala berkuda. Hanya sebentar, pun nanti berlalu dengan sendirinya.

Namun kini, ia bahkan belum kehilangan. Tapi rasanya sesuatu merenggut separuh dari jiwanya.

Ethan duduk di sebuah kursi yang ada di balkon perpustakaan sore itu, bersama dengan Alejandro. Ucapannya melantur sana-sini, sedang pria berkacamata yang duduk di sisinya hanya diam menjadi pengamat.

Banyak yang Alejandro dengan tentang Asa dari mulut tuannya. Otak cerdasnya bahkan dapat dengan cepat membayangkan keseharian sang omega yang digadang-gadang menjadi pemenang dalam hati sang penguasa.

Asa begini, Asa begitu, senyumnya manis, tawanya cantik, suaranya damai, dan tangisnya menyakitkan.

Alejandro dengar semuanya dengan baik. Menjadi buku catatan hidup bagi sang tuan yang patah hatinya.

"Apa yang aku lakukan sudah benar, Alejandro?" Tanya Ethan ketika ia telah usai mengutarakan ceritanya mengenai si omega.

Alejandro, pria cerdas yang suka membaca itu terdiam beberapa saat demi merangkai kata yang akan menjadi jawaban terbijak yang dapat ia berikan.

"Anda yang lebih tau mana yang benar dan yang tidak," ujarnya.

"Tidak!" Potong Ethan cepat. "Aku tau yang benar tapi omega itu menyuruhku melakukan yang salah! Ini semua salah, Alejandro."

Pria itu terdiam, tak tau harus membalas apa atas ucapan sang raja.

"Dia begitu bodoh, manusia kaum bawah, dia begitu bodoh untuk merelakan hidupnya yang tak berarti itu. Dia manusia terbodoh yang pernah aku kenal. Apa dia pikir itu akan membuatnya nampak seperti pahlawan? Tidak!" Nafas Ethan memburu dan wajahnya memerah dengan padam. Amarah, kesal, kecewa, dan kesedihan begitu jelas terlihat pada wajahnya yang biasa tampan.

Alejandro pun sedikit menegang mendengar penuturan penuh amarah yang dilontarkan sang raja. Meski ia tau, di balik kata-kata umpatan itu, terselip jutaan rasa sedih yang tak dapat ia ungkapkan.

"Tidak akan ada seorang pun yang akan mengingatnya! Tak ada seorang pun yang mengingat wajah dan namanya! Apa dia pikir dengan melakukan seperti itu akan membuat potrernya tergantung di dinding? Tidak! Dia sangat bodoh!"

Ethan mengusap wajahnya yang terasa panas, mengusapnya berkali-kali hingga merah demi mencegah air mata yang memaksa untuk keluar.

Tau-tau ia sudah berdiri, menatap hamparan taman manor yang dihujani oleh cahaya keemasan musim semi.

Ethan terdengar menghela nafas pelan seraya berkata, "Kutukan ini benar-benar membawaku dalam derita."

Setelah berujar demikian, Ethan langsung bergegas masuk ke perpustakaan, meninggalkan Alejandro yang hanya bisa menghela nafas pelan atas kepergian sang raja.

...

Usai persidangan kala itu, Asa dibawa masuk ke dalam kamarnya. Entah atas dasar apa, namun Asa bersyukur setidaknya ia masih bisa merasakan tidur di atas ranjang menjelang hari-hari terakhirnya.

Lusa akan menjadi hari terakhirnya. Rasanya itu sudah cukup memberinya waktu untuk merenungkan takdir jalan hidupnya yang begitu merana.

Kini Asa gelisah di tempatnya. Malam itu sedikit gelap dengan awan abu menutupi cahaya rembulan. Ia berdiri memandang jendela kecil yang mengarah ke halaman belakang, menunggu seseorang yang katanya ingin datang berkunjung.

Little Lily (Heejay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang