03. Lily of the Valley

703 86 3
                                    

Tidak pernah terpikirkan oleh Tobias dalam semasa hidupnya bahwa bayi yang baru saja dilahirkan oleh Sophia adalah seorang bayi laki-laki dengan ukiran bintang terlukis indah di bahu kanannya yang mungil.

Bintang, simbol seorang omega. Bayi mungilnya yang masih merah, merengek dan menangis dengan bibir mungilnya ia kecup gemas, adalah seorang omega. Omega male.

Nampak untuk kali pertama keraguan serta khawatir di wajah ayu sang belahan jiwa, namun Tobias dengan cepat mengatakan; anak kita spesial, Sophia. Dia adalah yang terpilih.

Asa Orion Calder, si kecil kolektor bintang, kata orang tuanya.

Tangannya mungil, gemar memetik bunga dandelion untuk ia tiup putiknya. Mirip peri, ia berujar dengan senyum yang membuat kedua orang tuanya gemas dan menggendong tubuh kecilnya untuk berputar di tengah padang rumput di pagi hari.

Asa kecil yang cerdas dan pintar. Meski sosoknya sebagai omega membuatnya tak diterima di seluruh sekolah di desa, namun tak membuatnya semata-mata menyerah akan pengetahuan.

Pagi, siang, dan sore, si kecil Calder selalu duduk di depan toko milik ibunya. Menyapa setiap pelanggan yang datang untuk membeli gandum juga kentang, terkadang ikut-ikutan menghitung koin dengan jari-jarinya yang mungil.

Dan kala mentari telah turun dari peraduannya, ia akan menggandeng tangan sang ibu menuju rumah setelah seharian berada di pasar. Menceritakan dengan riang tentang sampai mana ilmu berhitungnya berjalan. Tak lupa berteriak nyaring ketika sang ayah pulang dari kota usai menjual ubi juga kentang pada saudagar kaya, menyambut beberapa buku yang diperoleh Tobias dari toko barang bekas.

Asa suka belajar. Tak peduli jika dirinya tidak diterima di sekolah. Baginya membaca sudah cukup untuk membantunya keliling dunia.

Teman pun tak ada. Mereka menjauhinya karena takut kena bala. Hidupnya berputar pada kebun dan belajar. Terus terulang sebagai mana mestinya hingga ia beranjak dewasa menjadi seorang pemuda yang tenang.

Asa menjadi saksi satu persatu sebayanya datang dengan mate yang telah ditentukan oleh Sang Dewa. Sophia melihatnya penuh gundah. Putra kecilnya duduk di kursi rotan di depan rumah, terkadang melamunkan sesuatu yang tidak ia tau.

Sedih rasanya. Membayangkan putranya akan melajang mungkin sampai akhir hayat, karena tak ada seorang pun yang mau menikahi seorang sepertinya.

Apa yang bisa ia lakukan untuk Asa kecilnya yang malang? Yang selalu terisak pelan di tengah bulan di musim semi karena heat yang amat menyiksa?

Sophia selalu tak dapat menahan air matanya yang meluruh ketika mencium aroma lavender segar yang memenuhi kamar putranya. Begitu harum, namun membawa siksaan untuk omega kesayangannya.

"Tak apa, Ibu. Aku baik-baik saja," adalah yang selalu keluar dari bibir mungilnya yang pucat, ketika Asa melihat ibunya masuk ke dalam kamar dengan rempah-rempah yang membantu meredakan rasa sakitnya.

Sophia tidak tega melihat anak semata wayangnya tersiksa. Meremat selimut tipisnya erat-erat, dengan bulir keringat memenuhi dahinya yang mengernyit menahan sakit.

Pada akhirnya malam itu tangis keduanya pecah dalam pelukan. Asa mungkin terlihat tenang, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia tetaplah seorang omega yang membutuhkan alpha-nya. Alpha yang akan siap membantu menyembuhkan rasa sakit tiap kali sang bintang datang menyebarkan aroma lavender ke penjuru rumah.

Namun siapa alpha yang mau dengannya? Tidak ada. Dan Asa harus menguatkan dirinya sendiri dengan kenyataan bahwa ia harus melewati fase menyakitkan sebagai seorang omega dalam kesendirian, di sepanjang sisa hidupnya nanti.

...

Ketika matahari baru saja naik dan burung gereja bertengger di sisi jendela yang baru dibuka, memperdengarkan suara kicauan yang amat merdu di pagi hari itu, Sophia masuk lagi ke dalam kamar yang temaram.

Little Lily (Heejay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang