Di atas meja granit, muffin yang baru keluar dari oven tampak menggoda, kulitnya berwarna cokelat keenasan dengan titik-titik biru dari blueberry yang melumer di sana-sini. Aroma manisnya menguar di udara, bercampur dengan wangi kopi yang pekat dan lembut.
Chika berdiri di depan meja dapur, apron pastel berwarna lembut menutupi pakaian tidurnya yang tipis dan bermotif bunga. Kain apronnya melambai sesekali saat dia bergerak, menggambarkan sosoknya yang elegan tapi juga penuh dengan kehangatan seorang ibu.
Jemari lentiknya yang putih dan halus memotong buah jeruk dengan teliti, memeras jus segar ke dalam gelas tinggi kristal. Suara serak jeruk yang terpotong terdengar seperti bisikan pelan di udara pagi, memberikan sedikit ritme keheningan.
Di sudut meja makan, Aran duduk dengan tubuh condong ke depan. Kaos katunnya yang sederhana tampak sedikit lusuh, seakan ia terlalu sering memakainya. Rambutnya acak-acakan, seolah ia baru bangun dan tidak sempat menyisir.
Tangan kanannya menggenggam cangkir kopi putih, jemarinya yang panjang dan sedikit bergetar mencengkram gagang cangkir seolah itu satu-satunya jangkar di lautan pikirannya yang berombak. Matanya fokus menatap Chika, tetapi di balik pupilnya ada kilatan keresahan, sesuatu yang tidak bisa ia definisikan, tapi sangat jelas menghantui.
Ferrel, bayi mungil mereka, duduk di kursi bayi dengan celemek kuning cerah penuh gambar kartun hewan-hewan lucu. Kulitnya putih pucat, pipinya merona seperti apel Fuji yang baru dipetik. Tangannya yang kecil dan gemuk mengepal sendok plastik biru, mencoba menggenggam sereal dengan gerakan yang masih kaku dan kikuk.
Setiap kali sendok itu terjatuh, tawanya meledak seperti lonceng kecil yang berdering di tengah pagi. Matanya yang bulat dan bening memantulkan sinar matahari, seperti kaca yang memantul ribuan kilau.
Chika melirik ke arah Aran. Ada senyum tipis di bibirnya, tapi ada sesuatu yang hilang di dalam tatapan matanya, sesuatu yang rapuh. "Sarapan ini untuk keluarga kecil kita," katanya dengan nada yang terdengar sedikit terlalu ringan, seolah berusaha menutupi sesuatu di balik kata-kata itu.
Aran menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma muffin yang baru keluar dari oven. "Wangi banget," gumamnya, mencoba mencairkan ketegangan di udara. "Lo selalu tau cara buat hari kita lebih berarti."
Tapi di dalam hatinya, Aran merasa ada sesuatu yang salah. Detak jantungnya terasa lebih cepat dari biasanya, telinganya berdenging samar-samar. Dia menatap Chika, mencari tanda-tanda di wajahnya, ekspresi yang mungkin bisa menjelaskan perasaan asing ini. Tapi wajah Chika tetap tenang, bibirnya melengkung dalam senyuman kecil, matanya menghindari tatapannya.
Setelah sarapan, Chika berjalan ke kamar, membuka lemari pakaian besar dengan pintu kaca yang berkilau. Ia memilih gaun musim panas bermotif bunga berwarna cerah, memegangnya di depan tubuhnya sejenak, melihat pantulan dirinya di cermin besar yang tergantung di dinding.
Gaun itu mengalir dengan lembut, bahan katunnya yang ringan dan sejuk jatuh sempurna di tubuhnya yang mungil. Namun, di balik senyumannya, ada kerutan kecil di ujung matanya, seolah sedang menahan sesuatu.
Sambil mengenakan gaunnya, dia mendengar langkah kaki Aran di lorong. Aran muncul dengan pakaian santai, kaos hitam polos dan celana jeans pudar. Tangannya sibuk memakaikan topi kecil biru pada Ferrel, yang berteriak kegirangan dengan suara yang melengking, tangannya yang mungil mencoba meraih topi itu. "Ca ca yo!" serunya dengan riang, matanya berbinar-binar.
Chika tersenyum, tapi kali ini ada kilatan kecil di matanya, seolah memikirkan sesuatu yang jauh. Dia menutup tas piknik dengan rapi, memastikan camilan dan minuman kesukaan Ferrel sudah ada di dalamnya. "Udah semua, kan?" tanyanya, suaranya terdengar lebih tinggi dari biasanya, seakan mencoba menyembunyikan kegelisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCANDAL (Chikara)
Teen Fiction🔞+21 Berkisah tentang Aran seorang eksekutif muda yang tiba-tiba didatangi oleh wanita dari masa lalunya. Perempuan yang pernah one night stand dengannya itu, meminta Aran bertanggungjawab untuk mengasuh bayi mereka. Padahal, sekarang pria itu sud...