Tombol bintang dan commentnya Kakak, makasih.
⭐⭐⭐⭐⭐
Langit senja memudar ke dalam pekatnya malam, meninggalkan semburat ungu yang tersisa di cakrawala. Udara malam mulai mengigit, membawa serta aroma hujan yang menguar dari aspal basah.
Lampu-lampu jalan menyala, cahayanya redup dan kekuningan, menciptakan bayangan yang bergerak tak menentu di permukaan jalan yang basah.
Di depan lobi hotel, suasana bergemuruh. Puluhan suara bercampur menjadi satu, bagaikan dentuman palu yang menghantam dada, memekakkan telinga siapa pun yang mendengarnya.
Pintu kaca otomatis lobi terbuka dengan bunyi mendesing halus, dan Chika muncul. Kaki telanjangnya menyentuh dinginnya lantai marmer yang dingin, seolah meresap hingga ke tulang. Rambut hitamnya yang panjang bergerak pelan, menyapu pundaknya dengan lembut setiap kali dia melangkah.
Aroma parfumnya yang ringan, campuran bunga melati dan vanila, melayang di udara, namun segera hilang tertelan oleh aroma tubuh ratusan wartawan yang berkumpul.
Sweater hitam yang dikenakannya terasa kasar di kulitnya, sedikit bergesekan di pinggangnya yang ramping. Chika menggenggam tangan kanannya erat-erat, merasakan dinginnya cincin perak yang ia kenakan, mencoba mencari ketenangan di tengah gemuruh yang semakin mendekat. Udara malam yang dingin menyentuh pipinya, namun rasa panas menguar dari dalam dadanya, campuran antara adrenalin dan kegelisahan.
Kakinya yang dibalut sepatu hak rendah menginjak trotoar, dia mendengar bunyi gemeretak kecil, seolah-olah seluruh dunia bergidik bersamanya. Kilatan blitz kamera menyambar wajahnya, meninggalkan kilatan putih di pandangannya yang belum sepenuhnya hilang. Di telinganya, suara klik dan desis kamera seperti peluru yang ditembakkan tanpa henti, menusuk-nusuk kesadarannya.
Wartawan spontan menyodorkan mikrofon. “Ka Chika, jadi benar Pak Vino ayah anda? Gimana perasaan Kakak setelah berita ini viral?”
Chika merasakan rasa pahit di lidahnya, seakan-akan ada sesuatu yang terbakar di tenggorokannya. Napasnya tersendat, suara-suara yang mencoba keluar dari bibirnya terasa seperti pasir yang kasar, menyangkut di tenggorokannya.
Eli selaku manajer senantiasa merangkul pundaknya berusaha tetap tenang suaranya sedikit serak. “Chika gak bisa kasih komentar sekarang, maaf, ya.”
Suaranya sendiri terdengar jauh, tenggelam di antara gemuruh suara wartawan yang terus mendesaknya. Ada rasa perih yang tiba-tiba muncul di tenggorokannya, seperti ada bara api kecil yang merambat di sana.
Wartawan 2 berujar, “Ini sebabnya anda melakukan pansos. Apa anda bakal ikutin jejak ayah anda?”
Pertanyaan itu menghantamnya seperti tamparan angin dingin di malam hari. Chika menghentikan langkahnya sejenak, merasakan dinginnya keringat yang perlahan mengalir di pelipisnya, menetes hingga ke dagunya. Bibirnya mengering, dan dia bisa mencicipi rasa asin dari keringat yang mengalir ke sudut bibirnya.
Perempuan itu mengambil napas dalam, mencoba mengusir rasa getir di dadanya. “Saya punya jalan hidup sendiri. Apa yang terjadi antara saya sama ayah, itu urusan pribadi.”
Suaranya lebih tegas kali ini, meski dia tahu kata-kata itu tidak cukup untuk meredakan rasa sakit yang menekan dadanya. Dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri, menggema di telinganya seperti drum perang yang terus-menerus dipukul.
Wartawan lain menyerobot barusan. Suaranya lebih keras, seperti teriakan di tengah kerumunan pasar. “Fans ayah anda merasa dikhianati karena rahasia ini. Jadi anda sengaja menyembunyikan ini dari mereka?”
KAMU SEDANG MEMBACA
SCANDAL (Chikara)
Ficção Adolescente🔞+21 Berkisah tentang Aran seorang eksekutif muda yang tiba-tiba didatangi oleh wanita dari masa lalunya. Perempuan yang pernah one night stand dengannya itu, meminta Aran bertanggungjawab untuk mengasuh bayi mereka. Padahal, sekarang pria itu sud...