13- Perasaan dan keputusan

11 2 1
                                    

"Akankah menjadi baik jika hubungan pertemanan berubah menjadi sepasang kekasih? Apakah tidak akan menimbulkan resiko yang jauh lebih menyakitkan?"

°°°°°

Seperti hari-hari sebelumnya. Airena selalu mengantarkan Riris ke sekolanya lebih dulu sebelum menuju sekolah Airena sendiri. Karena Riris yang belum diperbolehkan membawa kendaraan sendiri oleh orang tua mereka, maka hal itu menjadi aktivitas keseharian Airena.

"Gue masuk dulu ya kak. Lo hati-hati bawa motornya" kata Riris sebelum pamit masuk ke dalam sekolah.

Airena hanya merespon dengan anggukan kepala, lalu ia menaruh helm yang dipakai Riris ke dalam jok motor. Disaat Airena ingin membalikan badan, Riris sudah berdiri di belakangnya dan membuat Airena terlonjak kaget.

"Lo tuh nggagetin aja bisanya!" kesal Airena sambil memukul bahu Riris.

"Sorry Kak, gue nggak bermaksud bikin lo kaget"

Airena mendengus. "Lo ngapain balik lagi? Ada yang ketinggalan?"

"Gue cuma mau bilang kalau nanti pulang sekolah lo nggak perlu jemput gue. Karena gue mau ada kerja kelompok" ujar Riris membuat Airena menghela napas kasar.

"Lo udah bilang itu berkali-kali Riris Poela Zosaya!" geram Airena menyebutkan nama lengkap sang adik. Hal itu pertanda bahwa emosi Airena sudah berada di puncaknya.

Riris meringis sambil tersenyum bodoh melihat ekspresi dan suara Airena yang sudah menyebutkan nama lengkapnya. "Ya kan gue mau ngingetin doang Kak. Takut lo lupa."

"Gue nggak pikun!"

"Ya udah gue minta maaf" kata Riris sambil melipat kedua tangannya.

Airena berdehem. "Lo beneran kerja kelompok kan?" tanya Airena curiga.

Riris menatap nyalang ke arah Airena. "Lo nggak percaya sama gue?!"

"Ya bukan gitu. Cuma takunya lo mau pergi sama Razev tapi bilangnya kerja kelompok" jujur Airena mengutarakan apa yang dia pikirkan.

Riris tentu berdecak. "Nggak mungkin lah Kak. Kalau pun mau main sama Kak Razev gue bakal jujur sama lo. Lagian lo kan udah tau juga, jadi ngapain harus gue tutup-tutupin" Airena manggut-manggut mengerti.

"Ya kan siapa tau, buktinya lo bisa nutupin hubungan lo yang deket sama Razev ke gue. Padahal udah lama banget tuh" sindir Airena.

"Yaelah Kak. Nggak usah dibahas lagi. Lagian dulu gue masih SMP"

"Dulu sama sekarang juga nggak ada bedanya. Sama-sama nggak ada status" sahut Airena membuat Riris cengo.

"Ya ampun mulut lo kak. Nggak salah sih, cuma agak nyelekit dikit" ujar Riris berdrama memegang dadanya.

"Jadi lo tau hubungan Riris sama Razev?" tanya seorang pemuda dari arah belakang Airena dan Riris.

Sontak kedua gadis itu terlonjak kaget dan reflek membalikkan badan. "Masih pagi tapi udah dua kali jantung gue dibuat kaget" keluh Airena menatap datar pelaku.

Pemuda yang mengagetkan Airena dan Riris adalah Pras. Sejak obrolan yang membawa nama Razev tadi ternyata sudah ada Pras, Dhafin dan Razev di belakang kedua gadis itu. Tapi karena penasaran, ketiga pemuda itu menguping pembicaraan Airena dan Riris.

Kedua kakak beradik itu saling tatap dan kembali menatap Pras dengan tatapan tak bersahabat. "Jadi daritadi lo nguping obrolan kita Kak?!" tanya Riris dengan nada ngegas.

Pras menggaruk tengkuknya tak gatal. "Bukan cuma gue doang kok. Dhafin sama Razev juga" jawab Pras sambil menunjuk kedua temannya.

"Ngapain lo nunjuk-nunjuk gue?!" sahut Dhafin.

Lalu, aku ini siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang