03 | Percakapan Tak Terduga

172 132 50
                                    

Setelah menempuh perjalanan panjang selama tiga jam, rombongan peserta Management Trainee (MT) dan para trainer akhirnya tiba di kompleks industri PT. Pandawa Nusantara Pacific di Anyer. Udara hangat yang bercampur dengan aroma laut menyambut mereka begitu mereka turun dari mobil. Kompleks industri yang luas ini tampak megah, dengan berbagai pabrik yang beroperasi dalam skala besar.

Mereka langsung diarahkan ke ruang meeting utama di salah satu gedung perkantoran yang menghadap ke laut. Pak Maherza yang bertindak sebagai penanggung jawab program MT membuka pertemuan dengan menyapa site manager, Pak Eric, yang sudah menunggu bersama beberapa staf seniornya. Setelah beberapa percakapan basa-basi, Pak Maherza mulai memperkenalkan satu per satu peserta MT.

“Ini Barra Hartono,” kata Pak Maherza sambil memperkenalkan Barra, salah satu trainee yang paling mencolok dari divisi supply chain. Barra membungkuk sedikit dan tersenyum sopan.

Pak Eric menatap Barra dengan senyum ramah. “Ah, divisi supply chain, ya? Ini adalah salah satu divisi yang paling penting di sini. Saya yakin Anda akan menemukan banyak hal menarik selama di sini.”

Setelah acara perkenalan selesai, rombongan MT dan para trainer dipandu untuk berkeliling di enam pabrik yang ada di kompleks industri ini, termasuk pabrik Olefin, Polyethylene (PE), Polypropylene (PP), Styrene Monomer (SM), Butadiene, serta MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether) dan Butene-1. Para peserta juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi ruang kerja dan melakukan wawancara dengan beberapa karyawan dari berbagai divisi.

Di setiap pabrik yang mereka kunjungi, Barra tampak sangat antusias. Dia mengajukan banyak pertanyaan, beberapa di antaranya begitu kompleks dan teknis sehingga membuat para karyawan yang diwawancarai harus berpikir keras untuk menjawab. Pak Eric, yang menemani mereka, terlihat agak kewalahan dengan beberapa pertanyaan Barra yang begitu detail.

Barra tidak menyadari bahwa dia sedikit mengganggu ritme tur, dan Shafira, yang kebetulan berdiri di sampingnya, memperhatikan hal tersebut. Ia menepuk pelan punggung Barra untuk menarik perhatiannya.

“Barra,” bisik Shafira sambil tersenyum kecil. “Mungkin kita bisa beri Pak Eric sedikit waktu untuk bernapas.”

Barra tersentak kaget sejenak, lalu tersenyum malu-malu. Dia menoleh ke arah Pak Eric yang sedang mencoba menguraikan jawaban atas salah satu pertanyaannya. “Oh, maaf, Pak,” kata Barra akhirnya, mencoba meredakan suasana.

Pak Eric hanya tertawa kecil. “Tidak apa-apa, saya senang dengan pertanyaanmu. Tapi, mari kita lanjutkan tur ini dulu, ya.”

Shafira mengangguk ke arah Barra, memberikan pandangan bahwa semuanya baik-baik saja. Barra merasa lega dan tersenyum ke arahnya sebagai tanda terima kasih.

~○○○~

Pukul satu siang, tur keliling pabrik akhirnya selesai. Mereka semua berkumpul di kafetaria untuk makan siang bersama. Suasana di kafetaria tampak lebih santai dibandingkan saat tur, meskipun udara luar masih terasa panas. Beberapa peserta memilih untuk duduk berkelompok, tetapi Shafira, yang merasa lelah, memilih duduk sendiri di dekat jendela yang menghadap ke laut.

Barra yang baru saja masuk ke kafetaria setelah menunaikan ibadah sholat, memperhatikan Shafira dari kejauhan dan memutuskan untuk bergabung dengannya. Dengan membawa makanannya, ia berjalan mendekati meja Shafira, namun ketika sampai di dekatnya, dia menyadari bahwa Shafira sedang sibuk dengan ponselnya, melakukan video call.

Barra memutuskan untuk berdiri di belakang Shafira sejenak, menunggu hingga panggilannya selesai. Ia bisa mendengar suara anak kecil dari speaker ponsel, dan segera Barra menyadari bahwa Shafira sedang berbicara dengan putranya, Al. Wajah Shafira yang sebelumnya terlihat lelah berubah menjadi lebih ceria ketika berbicara dengan anaknya. Dia memperhatikan bagaimana Shafira tersenyum lembut selama panggilan itu, terlihat jelas ada kehangatan dalam cara ia berbicara.

TWENTY-FIVE VS THIRTY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang