Hai haii..
Wah udah lama aku ga update 😭
Apakah masih ada yang nungguim cerita ini?
Lagi ga ada inspirasi buat lanjutinnya, mungkin mau diselesaikan aja dalam waktu dekat 😞Buat yang masih nungguin cerita ini..
Happy reading 📚
~●●●~
Barra dan Shafira tiba di kontrakan sederhana Shafira di Bogor tepat pukul lima sore. Hujan yang mengguyur sejak siang mulai reda, menyisakan aroma tanah basah dan kesejukan di udara. Shafira melirik Barra yang tampak sibuk merapikan kemeja birunya. Barra berusaha terlihat tenang, namun Shafira bisa menangkap kegugupan di wajah pria itu.
“Tenang aja, orang tuaku nggak sekeras itu kok,” bisik Shafira sambil tersenyum menenangkan.
“Ya, tapi tetap aja… Ini pertama kalinya aku ketemu mereka dengan niat serius begini. Aku nggak mau ada kesan yang kurang baik,” jawab Barra sambil menarik napas dalam.
Mereka masuk ke dalam rumah, dan Shafira langsung mempersilakan Barra duduk di ruang tamu. Setelah itu, ia berjalan ke ruang tengah untuk mencari kedua orang tuanya yang sedang bersantai di sana.
“Pak, Bu, yuk ke depan sebentar. Ada yang mau Fira kenalin,” panggil Shafira sambil melirik ke arah Barra yang sudah duduk rapi di ruang tamu, tangannya menggenggam botol air mineral kecil yang diberikan Shafira sebelumnya.
Tak lama, Sutrisno dan Siti keluar dari ruang tengah. Shafira memperkenalkan Barra dengan penuh semangat.
“Pak, Bu, ini Barra. Kami mulai dekat sekitar dua tahun yang lalu, sebelum Fira ke Singapura. Barra kerja di perusahaan yang sama dengan Fira,” Shafira menatap kedua orang tuanya dengan tatapan memohon agar mereka bisa menerima Barra dengan lapang dada.
Barra berdiri, menjabat tangan Sutrisno terlebih dahulu. "Selamat sore, Pak Sutrisno. Saya Barra, terima kasih sudah bersedia menerima kedatangan saya."
Sutrisno mengangguk dengan pandangan yang cukup serius, kemudian menyambut jabatan tangan Barra. "Sore juga, Barra."
Setelah berjabat tangan dengan Sutrisno, Barra pun menyapa Siti dengan lembut. "Selamat sore, Bu Siti."
"Sore, Nak Barra. Duduk, duduk," jawab Siti sambil tersenyum kecil, namun matanya menyiratkan pengamatan mendalam terhadap calon menantunya ini.
Shafira mengambil posisi di sebelah Barra, sementara Sutrisno dan Siti duduk di seberangnya. Setelah mereka semua duduk dengan nyaman, Shafira menarik napas, berusaha menenangkan dirinya sebelum berbicara.
"Pak, Bu, aku dan Barra serius dalam hubungan ini. Kami ingin membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius... menikah," kata Shafira sambil menatap kedua orang tuanya.
Ruangan hening beberapa saat. Sutrisno terlihat menarik napas dalam, sementara Siti terdiam, menatap Barra dan Shafira bergantian.
“Fira, kamu sudah yakin dengan keputusan ini?” tanya Sutrisno akhirnya, suaranya terdengar pelan namun tegas.
Shafira mengangguk mantap. "Iya, Pak. Barra sudah menjadi bagian penting dalam hidupku. Kami saling mengerti dan saling mendukung. Selain itu, Al juga sudah dekat sama Barra."
Sutrisno melirik Barra yang tampak menunduk, berusaha menjaga kesopanannya. Setelah beberapa detik berpikir, ia akhirnya berbicara, "Tapi, Fira… kamu sadar kan, Barra ini berbeda status dengan kita? Keluarganya terpandang, bahkan kakeknya masuk dalam jajaran orang kaya di negeri ini. Apakah kamu yakin keluarga mereka akan menerima kamu, apalagi Al?"
Barra mengangkat wajahnya, menghela napas sebelum menjawab dengan suara yang tenang namun penuh keyakinan. "Pak, Bu, saya menyadari hal itu. Saya juga tahu bahwa hubungan ini tidak akan mudah. Namun, saya sudah berdiskusi dengan keluarga saya. Mereka sangat menghargai keputusan saya. Keluarga inti kami mendukung hubungan kami. Tentu akan ada tantangan dengan keluarga besar, namun saya berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk meyakinkan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
TWENTY-FIVE VS THIRTY
Nouvelles🏅 Shafira (4-10-2024) 🏅 Hidupbaru (4-10-2024) Rank #54 out of 10.2k #Perpisahan (10-10-2024) Rank #49 out of 5.24k #Psikologi (10-10-2024) Setelah bercerai dengan mantan suaminya, Shafira Azalea rela menjual perhiasan dan rumah yang ia miliki demi...