11 | Keputusan Besar

137 92 47
                                    

Barra tiba di rumah tepat tengah malam. Meski ia berencana untuk menghabiskan lebih banyak waktu menemani Shafira, setelah memastikan Shafira tenang dan makan malamnya selesai, ia pun memilih pulang atas permintaan Shafira sendiri. Begitu sampai di rumah, Barra segera berbaring di ranjang empuknya. Rasa lelah yang telah menumpuk sepanjang hari langsung membuatnya tertidur lelap.

Keesokan harinya, rutinitas di rumah Barra berjalan seperti biasa. Pukul 5 pagi, Barra bangun untuk menunaikan Sholat Subuh. Setelah itu, ia memutuskan untuk tidur kembali karena hari ini adalah hari Sabtu dan tak ada pekerjaan yang mendesak. Pada pukul 9 pagi, Barra akhirnya terbangun dari tidur keduanya. Ia turun ke lantai bawah dan melihat kedua orang tuanya, Vera dan Agus, sedang mengobrol sambil menikmati teh hangat di ruang tengah.

"Kamu pulang jam berapa semalam?" tanya Vera, ibunya, begitu melihat Barra mencari makanan di dapur.

"Jam 12, Mam. Aku semalem nemenin temenku di rumah sakit dulu," jawab Barra dengan tenang.

Setelah selesai menyantap sarapan yang agak terlambat, Vera memanggil Barra untuk bergabung dengan dirinya dan Agus. Mereka ingin membicarakan sesuatu yang penting.

Vera kemudian mulai menceritakan tentang anak perempuan dari salah satu koleganya yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2 di Stanford University dan kembali ke Indonesia untuk melanjutkan usaha keluarga. Gadis itu, menurut Vera, seusia dengan Barra, yakni 25 tahun. Vera berusaha menawarkan kesempatan kepada Barra untuk berkenalan dengan gadis itu. Meskipun Vera dan Agus jarang ikut campur urusan asmara putra mereka, kali ini mereka merasa bahwa perkenalan ini mungkin akan membawa hal positif bagi Barra.

Selama ini, Barra memang tidak pernah secara aktif mencari pasangan. Bahkan, beberapa kali perkenalan yang diatur oleh orang tuanya dengan beberapa gadis dari keluarga terpandang tidak pernah berlanjut ke arah yang lebih serius. Meski semua gadis yang dikenalkan padanya cerdas dan berperilaku baik, obrolan yang terjadi selalu terasa datar dan membosankan bagi Barra. Tak ada percikan emosi yang membuatnya merasa tertarik untuk melangkah lebih jauh.

Namun, kali ini Barra dengan tegas menolak tawaran Vera untuk berkenalan dengan gadis baru. Dia beralasan bahwa saat ini belum tertarik untuk menjalani hubungan romantis. Penolakan itu cukup mengejutkan bagi Vera, mengingat biasanya Barra selalu setuju untuk setidaknya mencoba mengenal seseorang. Namun, Vera memperhatikan bahwa akhir-akhir ini suasana hati putranya lebih riang dari biasanya.

Ada satu momen yang sangat diingat oleh Vera. Suatu hari, tanpa diduga-duga, Barra membantu dirinya menyiram tanaman di rumah kaca yang berada di halaman belakang rumah. Dengan senyum lebar yang tak pudar dan sesekali bersenandung pelan, Barra tampak menikmati aktivitas sederhana itu. Kejadian itu membuat Vera curiga bahwa Barra mungkin telah menemukan seseorang yang spesial di hatinya.

Tak ingin terus menerka, Vera akhirnya bertanya langsung kepada Barra, "Kamu sudah menemukan seseorang yang menarik perhatianmu, ya?"

Barra sempat terdiam sejenak sebelum membalas dengan pertanyaan, "Kalau pun iya, Mama sama Papa punya kriteria khusus untuk pasangan Barra? Atau, Mama dan Papa ingin pasangan Barra nanti memiliki status sosial yang sama dengan keluarga kita?"

Vera dan Agus saling berpandangan, sebelum akhirnya Vera menjawab, "Selama wanita itu baik dan tulus mencintaimu, Mama rasa itu sudah cukup."

Agus, yang sejak tadi diam, kini ikut menambahkan, "Papa cuma berharap kelak pasanganmu bisa mencintaimu sedalam kamu mencintai dia."

Barra tersenyum mendengar jawaban itu. Ia kemudian mulai menceritakan tentang seseorang yang telah menarik perhatiannya beberapa bulan terakhir. Awalnya, Barra hanya merasa kagum pada wanita itu, yang memiliki kekuatan luar biasa untuk bangkit dari keterpurukan setelah perceraian dan mampu menata hidupnya kembali dengan baik. Barra mengakui bahwa wanita ini lebih tua darinya dan telah memiliki seorang putra berusia tiga tahun.

TWENTY-FIVE VS THIRTY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang