Cranky 15

2.7K 382 42
                                    

Yuhuuu update ^^

Additional part 14nya besok yeeee ... chapter ini udah dibuat duluan dari minggu lalu wkwk

Additional partnya isinya keluarga Bangkit dan tambahan yang lumayan penting~~

Additional partnya isinya keluarga Bangkit dan tambahan yang lumayan penting~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Playlist: Adele - When We Were Young

-

-

Kabut terbangun dari tidurnya. Dia memperhatikan sekitar, Marsha dan Janine masih tidur pulas. Dia meraih ponsel dan melihat jam menunjukkan pukul dua dini hari. Kabut keluar dari tenda untuk mencari udara segar. Tidak ada siapa-siapa di luar, tenda lainnya tertutup rapat. Kabut berjalan melewati bekas api unggun menuju danau yang terbentang di depan sana. Dia mengambil posisi duduk bersila sambil memandangi danau. Tidak bisa tidur lagi walau rasanya belum cukup tidur.

Jika mengingat acara semalam Kabut senang. Keluarga Adipranas lebih menyenangkan dan menyambutnya dengan ramah ketimbang keluarganya sendiri. Kedua sudut bibir Kabut tertarik menciptakan senyum hangat berkat memori indah semalam. Keluarga Sastromidjo mana bisa bersenang-senang seperti ini? Apalagi ayahnya yang kaku itu, bisa-bisa api unggunnya ditendang sampai danau.

"Kabut? Apa Marsha?"

Panggilan itu memaksa Kabut menoleh ke sumber suara di belakang sana. Kabut mengacungkan jari tengahnya menyapa Anarki yang datang mendekat.

"Hampir gue teriak. Kenapa nggak lo kuncir, sih, itu rambut?" Anarki memangkas jarak yang tersisa, lalu duduk di samping Kabut.

"Males. Gue nggak sempet cari jepitan."

"Kebiasaan, deh. Untung nggak ada riwayat sakit jantung gue."

"Lebay, deh. Jangan hiperbola."

"Bukannya ngaca malah ngatain orang."

Kabut memukul lengan Anarki. Laki-laki itu tertawa menikmati candaannya.

"Lo bengong mikirin apa? Jangan sampai kesurupan," tanya Anarki.

Kabut menjawab sambil menarik kedua lututnya, menjadikan puncak lututnya sebagai tumpuan dagunya. "Keluarga lo."

"Kenapa sama keluarga gue?"

"Kalian baik banget sama gue. Merasa disayangi sebesar itu dan dipedulikan juga. Tapi cukup bikin gue terbebani," aku Kabut diikuti helaan napas kecil dengan pandangan lurus memandang danau yang memantulkan cahaya rembulan.

"Terbebani? Kenapa begitu?"

"Kalian sebaik itu masih bersedia menyambut gue dengan tangan terbuka, terlepas apa pun yang gue lakukan di masa lalu. Seolah nggak ada masalah apa-apa, seolah gue nggak pernah buat salah, seolah gue nggak pernah nyakitin perasaan mereka." Suara Kabut berubah lirih, kembali terbayang masa lalu yang terngiang-ngiang di kepalanya.

Cranky RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang