10 | retak

254 38 4
                                    

Zayyan tiba-tiba muncul di depan istana kakek dan neneknya setelah teleportasi yang tiba-tiba dan membingungkan. Di sekelilingnya, air mancur yang biasanya menenangkan kini hanya menambah kebingungan dalam pikirannya. Ia mencoba melangkah maju, tetapi rasa sakit yang hebat di dadanya membuatnya hampir terjatuh. Untungnya, kakek dan neneknya sudah berada di sana, menompang tubuhnya dengan cemas.

"Astaga, kau kenapa, sayang?" Neneknya bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, tangan lembutnya menahan Zayyan dengan kuat.

Kakeknya, dengan raut wajah serius, segera bertanya kepada Poe yang melayang di dekat mereka, "Apa yang telah terjadi dengan Zayyan? Boleh beri tahu kami?"

Poe, yang biasanya tenang, terlihat sangat terkejut. "Kalian bisa melihatku?!" Ia tahu bahwa sebagai roh yang diutus oleh Ibunda Roh, dirinya seharusnya tidak bisa dilihat oleh manusia biasa.

Kakek dan nenek Zayyan hanya menatap Poe dengan pandangan yang tenang, seolah memberi isyarat bahwa mereka sudah mengetahui sesuatu yang lebih dalam. Poe akhirnya mengerti situasi itu dan mengangguk, "Ah—baiklah, aku mengerti."

Poe kemudian mulai menceritakan semua yang terjadi pada Zayyan—bagaimana ia mendekati Pohon Suci, bagaimana pohon itu mengaktifkan kekuatan dalam dirinya, dan bagaimana mereka diserang oleh kelompok penyihir jahat yang berusaha menghancurkan pelindung kerajaan.

Kakek dan nenek Zayyan saling bertukar pandang, seolah mereka sudah menduga bahwa sesuatu seperti ini akan terjadi. Sementara itu, Zayyan hanya bisa mengeluh pelan, "Akh...," sambil meremas dadanya yang terasa sangat sakit, seolah-olah ada sesuatu yang merobek dari dalam.

Kakeknya segera memutuskan, "Baiklah, ayo kita segera bawa Zayyan ke dalam ruangan sihir." Neneknya mengangguk setuju, dan dengan cepat, ia mengaktifkan sihir teleportasi.

Dalam sekejap, mereka tiba di sebuah ruangan sihir yang dipenuhi dengan simbol-simbol misterius dan cahaya lembut. Ruangan ini memiliki energi yang hangat dan menenangkan, sangat berbeda dari tempat-tempat lain di istana.

Zayyan dibaringkan di sebuah meja yang menyerupai kasur, sementara neneknya mulai memeriksa kondisinya dengan cermat. Namun, semakin ia memeriksa, raut wajah neneknya semakin berubah menjadi cemas dan terkejut.

"Kita sedikit terlambat..." Neneknya akhirnya berkata, suaranya penuh kekhawatiran.

"Jiwanya sedikit demi sedikit mulai melemah dan retak."

Ia menatap kakek Zayyan sejenak sebelum melanjutkan, "Mungkin ini ulah Pohon Suci yang membangkitkan kekuatannya."

Poe, yang mendengarkan dengan cemas, bertanya, "Bukankah seharusnya Pohon Suci itu memulihkan jiwanya juga?"

Nenek Zayyan mengangguk pelan. "Ya, seharusnya begitu. Tetapi pelindung kerajaan kita mulai melemah, dan inti sihir di dunia ini sedikit terganggu. Itulah sebabnya Pohon Suci juga terpengaruh, sehingga bukannya memulihkan, kekuatan pohon itu malah membuat jiwa Zayyan retak."

Kakek Zayyan menatap nenek dengan sorot mata yang penuh ketegangan. “Hanya ada satu cara untuk menyelamatkannya, tetapi ini tidak mudah,” katanya dengan nada serius.

Nenek, yang berdiri di samping Zayyan yang terbaring lemah, segera memahami maksud suaminya.

“Apa tentang orang itu?” tanyanya dengan suara pelan namun tajam.

Kakek mengangguk. “Bagaimanapun, kita tak punya pilihan lain. Hanya dia yang memiliki segala sihir dan penawar untuk segala hal. Namun, kita tahu sifatnya—imbalan yang dia minta pasti tidak sedikit.”

Nenek mendesah, merasa berat dengan keputusan yang harus diambil.

“Ya, baiklah. Kita akan bernegosiasi dulu dengannya. Kita pindahkan Zayyan segera ke kamar, dan jangan lupa dengan sihir pelindungnya.”

Terlempar ke dunia kerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang