9 | pohon suci

304 48 11
                                    

Zayyan tertidur pulas di atas kasur empuknya, tenggelam dalam mimpi indah yang membawanya ke dunia yang damai dan penuh warna. Ia merasakan kehangatan yang nyaman, tubuhnya terlilit dalam selimut lembut, dan pikirannya melayang jauh dari semua kekhawatiran. Namun, tiba-tiba, ia merasa ada sesuatu yang menyentuh pipinya, seperti ada yang mematuknya dengan lembut. Awalnya, Zayyan mencoba mengabaikan sensasi itu, mengira itu hanya bagian dari mimpinya.

Namun, semakin lama, rasa tak nyaman itu makin menjadi-jadi. Bukan hanya pipinya yang terasa sakit, tetapi juga rambutnya yang seperti dijambak. Dengan setengah terjaga dan mata yang masih berat, Zayyan perlahan membuka matanya. Ia mendapati bahwa roh pelindung kecilnya, yang terlihat seperti anak ayam, sedang asyik mematuk-matuk pipi dan rambutnya sambil berbunyi riang,

"Chi~ chi~".

Zayyan menghela napas dan duduk di kasurnya, menggosok-gosok matanya yang masih mengantuk. Ia menatap roh pelindung itu dengan ekspresi bingung dan sedikit jengkel.

"Apa yang kau mau? Aku masih mengantuk, lihat ini masih dini hari," kata Zayyan dengan suara serak dan malas.

Namun, roh pelindung kecil itu tampaknya tidak peduli. Ia terus terbang melompat-lompat di udara, dengan suara riangnya yang tak henti-henti, "Chi~ chi~".

Ia terlihat begitu bahagia dan penuh energi, seolah-olah hari baru telah dimulai untuknya, sementara Zayyan masih ingin melanjutkan tidurnya.

Tiba-tiba, roh pelindung itu mendekati wajah Zayyan dengan cepat dan mencium pipinya dengan lembut, "Chi~".

Zayyan terkejut dan segera mengusap pipinya, merasa sedikit terganggu namun juga tak bisa menahan senyum kecil di wajahnya.

"Hey, kau anak ayam yang sangat manja sekali... dan sedikit nakal!" katanya sambil menatap roh kecil itu dengan mata yang mulai terbuka lebar.

Mendengar dirinya disebut "anak ayam", roh pelindung itu tampak tidak terima. Dengan cepat, ia mematuk tangan Zayyan sebagai bentuk protesnya. Zayyan langsung menahan tingkah roh pelindung itu dengan kedua tangannya, berusaha menenangkannya.

"Hey, kau kenapa sih?" tanya Zayyan, bingung dengan perilaku energik dan keras kepala roh kecilnya.

Di tengah keributan itu, tiba-tiba muncul Poe, melayang-layang di hadapan Zayyan dengan ekspresi ceria.

"Zayyan! Aku punya kabar gembira untukmu!" seru Poe dengan penuh antusias.

Namun, Zayyan yang masih setengah mengantuk dan sibuk dengan roh pelindungnya, tampak tak mendengar seruan Poe. Ia benar-benar tenggelam dalam usahanya untuk menenangkan roh kecilnya yang tak henti-henti membuat keributan. Poe, yang biasanya sabar, mulai merasa kesal karena diabaikan. Ia mencoba lagi, suaranya lebih keras kali ini.

"Zayyan!"

Tetapi Zayyan masih belum menyadari keberadaan Poe. Matanya masih terpaku pada roh pelindung yang terus saja berisik. Poe, yang tak terbiasa diabaikan, mulai kehilangan kesabaran. Dengan nada marah, ia berteriak, "Zayyaaann!!"

Akhirnya, teriakan Poe yang nyaring itu berhasil menembus kesadaran Zayyan. Ia menoleh kaget dan melihat Poe yang melayang di depannya dengan ekspresi yang tidak biasa—wajah kesal dan alis yang terangkat.

"Oh, Poe, kau di sana! Ada apa? Maaf, aku tidak mendengarmu," kata Zayyan dengan nada sedikit bersalah.

Poe melipat tangannya di depan dada, masih dengan ekspresi kesal. "Kau benar-benar tidak memperhatikan, ya? Aku sudah memanggilmu berkali-kali!"

Zayyan hanya bisa tersenyum canggung, sementara roh pelindung kecilnya kembali duduk di atas kepalanya dengan wajah puas, seolah-olah merasa telah memenangkan suatu pertempuran kecil.

Terlempar ke dunia kerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang