Rencana Bertemu

31 9 12
                                    

Jake menatap segelas wedang jahe yang bertengger di atas meja kayu dengan hamparan pemandangan alam dan kota di bawah sana. Sementara Yeji mulai resah karena diamnya saudara tirinya ini, Yeji pun melirik Jake dan menyenggol bahu pria itu. Jake pun tersadar dan memperbaiki posisi duduknya sambil berdeham.

"Jujur aja sih kalo aku pribadi menilainya itu keputusan yang kurang matang. Ini tuh kayak ... kecepetan gak sih?" tanya Jake. 

Yeji mengaduk-aduk jeruk hangatnya, "Gue juga mikir gitu tapi udah terlalu banyak desakan. Dan juga ...," Yeji sambil menatap hamparan bintang di langit. "Gue ngerasa apa bedanya nanti dan sekarang? Dia rumah buat gue ... gue gak punya siapa-siapa lagi di sini yang selalu meratiin dan nemenin gue setiap waktu. Cuma dia. Jadi apa bedanya? Gue tetep pulang ke dia. Sekarang dan nanti."

"Iya aku tau." Jake tersenyum pahit. Dia sadar betul bahwa Beomgyu adalah rumah bagi Yeji, tempat Yeji berpulang. Bahkan walau sekarang dia bersama Yeji, pada akhirnya Yeji akan pulang ke tempat Beomgyu. Namun, sambil menatap Yeji, Jake terus berpikir betapa beratnya ini untuk dia. Sosok Yeji bukan hanya sebagai saudara tiri, orang yang ingin dia bahagiakan. Dia sudah jatuh cinta pada Yeji.

"Sekarang banyak yang rumah tangganya hancur karena menikah terlalu terburu-buru. Entah itu kematangan mentalnya yang belum siap, atau yang paling banyak ya masalah ekonomi karena belum mapan. Apalagi punya anak-"

"Kita gak akan punya anak dulu lah. Kita juga tau itu. Gue udah berhubungan sama Beomgyu." Yeji menatap Jake. Jake mencoba menyembunyikan perasaannya yang campur aduk mendengarnya, walau dia sudah menduganya. Namun, mendengarnya langsung dari Yeji benar-benar terasa berbeda. Terasa menusuk ke hatinya.

"Apa bedanya sama nanti? Yang beda cuma status kita diperjelas. Suami istri. Bersama-sama dan gak ada keresahan lagi untuk berdua siang dan malam. Kita gak bakalan punya anak dulu, kita sama-sama cari duit, kita berjuang sama-sama. Gak ada beda sama pacaran sekarang, cuma beda status yang berubah doang," lanjut Yeji panjang lebar. 

Jake hanya menatap Yeji dengan seksama, lalu tersenyum. "Kalau kakak emang mikir gitu, aku dukung. Aku bakal dukung apa pun keputusan kak Yeji asal kakak bahagia," ucap Jake menyembunyikan perasaannya. Bagaimana pun sejak awal Jake tidak punya kesempatan. Dia datang setelah Beomgyu dan Yeji sudah menjalin hubungan. Dia datang pun sebagai saudara tiri yang tadinya ditolak oleh Yeji. 

"Itu baru adek gue," Yeji merangkul Jake dengan bangga.

"Aku perlu infoin ke Mami kan?"

"Gak! Awas aja lu," ancam Yeji. Jake hanya tertawa dan mereka pun menikmati sisa malam itu di Punclut, sebelum Jake memulangkan Yeji ke kosan di mana Beomgyu sudah menunggu kekasihnya pulang.


***

"Kak," Yeji tersenyum lebar saat sambungan videocall diterima oleh Hyunjin di Korea sana. Hyunjin tersenyum dan melambai. Dia berada di ruangan yang seperti studio. Penampilannya jauh lebih baik dari saat dia di Indonesia dulu. Yeji menebak, pasti Hyunjin sudah tertular modisnya orang sana. 

"Jiii, gak kuliah, Sayang?" tanya Hyunjin.

"Sayang? Tumben ...." Yeji tersenyum lebar, sedikit menggoda Hyunjin.

"Iya, sayangnya aku kan cuma Yeji. Pacar aja belum punya,"

"Bohong, Ji!" tiba-tiba Han berseru dari belakang.

"Diem lu, Tupai!" protes Hyunjin. Yeji tertawa melihat tingkah laku dua sahabat itu.

"Kata Han, kamu bohong. Jadi kamu udah move on dari Karina?" tanya Yeji.

"Loh kok Karina dibawa-bawa? Gak ah, ga ada hubungan. Kalo move on udah lama," jawab Hyunjin tegas. Yeji hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Seolah dia tidak tau bahwa di kamar Hyunjin masih ada bingkai foto Hyunjin dan Karina saat SMP dulu yang tidak pernah disingkirkan dari atas meja belajarnya.

"Cinta monyet masih dibahas-bahas," lanjut Hyunjin.

"Iya deh iya, jadi siapa yang sudah mewarnai hari-hari kembaranku sekarang? Orang korea sana?" tanya Yeji penasaran.

"Hwang Yeji kesayangan. Cuma dia aja," jawab Hyunjin santai.

"Bacot, Kak. Hahaha! Aku sih gak perlu disebut. Alasan kamu hidup kan karena aku," ucap Yeji sambil tertawa. 

"Iya, mikirin bakal melalui semua ini dengan cepat, ngumpulin duit dan pulang buat bayar hutang biar bisa ketemu kamu lagi dan sama-sama kayak dulu lagi, itu yang bikin aku semangat. Bayangan tentang kita sama-sama, itu yang mewarnai hari-hari aku," ucap Hyunjin panjang lebar. Mata Yeji berkaca-kaca mendengarnya. Betapa dia sangat merindukan Hyunjin. Merindukan orang yang sejak dulu selalu bersama-sama dengannya, selalu melindunginya. Belahan jiwa yang tidak terbantahkan.

"Aku kangen kamu, Kak." Yeji menghapus airmatanya yang tiba-tiba jatuh.

"Loh loh? Jangan nangis, Ji. Nanti jelek loh," ucap Hyunjin panik, mencoba membuat Yeji tertawa.

"Nggak kok," ucap Yeji, malah airmatanya semakin menjadi. "Kak ... aku pengen kamu pulang." Yeji terus menghapus airmatanya. "Aku sama Beomgyu kayaknya  mau nikah lulus kuliah ini."

"Mau nikah?" tanya Hyunjin tercengang. Yeji mengangguk.

"Kamu hamil, Ji?" tanya Hyunjin tak percaya.

"Eh? Enggak! Ih bukan karena MBA. Tapi emang udah diputusin sama keluarganya Beomgyu. Mereka nyuruh kami cepetan nikah pas Beomgyu lulus nanti," jawab Yeji. Hyunjin terdiam sejenak, berpikir.

"Kalau emang gitu, aku usahain ya, Sayang. Aku tau, kita gak akan bisa sama-sama terus. Emang udah sepantasnya ada seseorang di samping kamu, jagain kamu. Apalagi kalau statusnya udah jelas. Kalau kalian emang siap, aku dukung kok keputusan kalian. Aku selalu pengen yang terbaik buat kamu dan aku ngerasa Beomgyu orangnya."

Yeji semakin menangis mendengar penuturan Hyunjin. Rasa rindu, rasa lega dan bahagia bercampur aduk dengan rasa sedih dan kesepian. Bagaimana pun Hyunjin adalah bagian terbesar dari dirinya, jauh sebelum Beomgyu hadir. Hyunjin adalah saudara kembarnya, belahan jiwanya, orang yang selalu menempatkan kebahagian Yeji di atas segalanya.

"Jangan nangis, mau jadi istri orang jangan cengeng," goda Hyunjin yang juga sedang menahan airmatanya. Dia tidak ingin Yeji makin menangis melihatnya menangis. Karena bagaimana pun, dia pun merindukan Yeji dan merasa lega ada seseorang yang serius ingin menemani dan menjaga adiknya.

"Ih apaan sih, belum kali!" protes Yeji.

"Hehe. Ji, boleh nanya sesuatu?" tanya Hyunjin.

"Iya apa?" Yeji menghapus airmata terakhirnya sebelum fokus pada pertanyaan Hyunjin yang terdengar serius.

"BPD kamu gimana? Maksud aku, kamu bakal nikah dan itu seumur hidup. Aku gak cuma mikirin kamu, pasangan kamu juga. Jangan sampai ini jadi bumerang buat kalian ...,"

"Kak, Beomgyu udah sama aku tuh lumayan lama dan cuma dia yang bisa ngendaliin aku. Ini aku udah 2 bulan gak kontrol loh dan gak ada kambuh," jawab Yeji. Hyunjin tersenyum mendengarnya, merasa lega jika Beomgyu memang pilihan yang tepat. Mereka pun meneruskan perbincangan selama hampir 1 jam. Yeji pun bercerita tentang Mami mereka dan kehadiran Jake. Yeji juga mengatakan bahwa dia sudah meminta Papi pulang minggu depan untuk bertemu dengan Beomgyu. Lalu sisa percakapan mereka banyak menceritakan bagaimana kehidupan Hyunjin dan teman-temannya di Korea.

Yeji melakukan percakapan lewat videocall itu dengan total waktu 1 jam 23 menit hingga ia tertidur lelah. Beomgyu yang baru pulang dari kampus dan langsung mendatangi kosan Yeji, mendapati gadis itu tertidur di atas karpet dengan posisi masih memegang hp. Dia tersenyum tipis melihat kekasihnya yang kelelahan dan langsung menggendong Yeji untuk memindahkannya ke atas tempat tidur. Saat dipindahkan, Yeji terbangun dan menyadari kehadiran Beomgyu. Dia tersenyum lembut saat Beomgyu mengecup dahinya, dan ikut tiduran sambil memeluk Yeji yang kembali memutuskan untuk tertidur.


A/N: 

Aku memutuskan buat aktif lagi di sini. So please, readers kesayangku yang masih bacain... please jangan sungkan kasih komentar apa pun di setiap tulisanku biar aku makin semangat. Makasih yaaaa~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HELIOTROPE [BEOMGYU YEJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang