TWENTY-ONE

149 22 0
                                    

Disclaimer:

All characters, events, and situations depicted in this novel are entirely fictional. Any resemblance to real persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. The settings and organizations mentioned are also products of the author's imagination and are not intended to portray real locations or institutions. This work is created solely for entertainment purposes and does not reflect real-life scenarios or individuals.

***

"Dua ratus triliun lebih, Lukman tidak hanya memiliki ide, tapi sudah mengeksekusi berbagai ide kriminal untuk menyelamatkan uang itu." Kedua mata Taksa meredup membayangkan sejumlah uang yang bisa membunuh orang hingga tanpa oksigen jika dibiarkan di satu tempat.

Dalam realitanya, uang tersebut telah mengambil banyak nyawa. Ia tahu itu. Tidak hanya nyawa Mako yang menyelamatkan Nathanael dari aksi impulsif Lukman hari itu, tapi juga orang-orang yang berada di belakangnya. Kasus ini lebih dari sekedar pemindahan masyarakat dari tempat tinggalnya, investasi tanpa ujung yang akan merugikan negara dalam waktu panjang, atau bahkan korupsi. Kasus ini adalah catatan gelap dari ketamakan Lukman yang tiada habisnya. Ia

"Papa tahu apa saja tentang kasus ini?" Tanya Taksa kali ini mengarahkan pertanyaannya pada pria yang kini menjadi ayah mertuanya. Pria itu mengedipkan matanya, tampak jelas tidak nyaman dengan panggilan baru dari Taksa.

"Kamu dan Nara, apa yang sedang kalian lakukan?" Pria itu mengalihkan topik pembicaraannya. Taksa dan Nara adalah dua orang yang bahkan tidak memiliki status sebagai teman di matanya. Meskipun tumbuh bersama, keduanya hampir tidak pernah memiliki percakapan.

"Saya sudah janji akan melindungi keluarga papa, kan?" Balas Taksa terdengar percaya diri. Nathanael ingat hari itu, dimana pandangannya berpapasan dengan Taksa yang mendengar setengah percakapan dan kejadian di ruangan itu. Didukung rasa peduli dengan generasi muda, ia memastikan Taksa tidak pernah ada di lokasi. Beberapa hari kemudian, Taksa mendatanginya dan berjanji akan melindungi keluarganya.

Keduanya saling mendukung untuk mengungkap kasus Lukman hingga Nathanael menyadari penolakan yang ia berikan untuk membunuh membuat sang Presiden memutuskan untuk menghancurkannya. Ia tahu nyawanya terancam di dalam dan di luar penjara.

Nathanael tahu ia harus bungkam dan menerima apapun yang Lukman lakukan untuk melindungi keluarganya. Karena tidak ada lagi orang yang berada disisinya untuk memperjuangkan kebenarannya. Kekuatan Lukman dan orang di belakangnya begitu mengerikan ketika ia mengetahuinya.

"Taksa, walaupun kamu keluarga Limawan, saya bisa mempertaruhkan apapun untuk anak saya."

Hati seorang ayah yang mendengar anaknya menikah dan dirinya tidak bisa mengantarkannya ke altar bukanlah hal yang mudah diobati. Terlebih dengan apapun yang ada di rencana Taksa dan Nara, serta bergabungnya sang putri ke dalam dunia politik, semuanya tidak pernah ada di dalam bayangannya. Ia percaya dengan Taksa, pria itu memiliki karisma dan hati untuk negara ini. Jarang menemukan anak muda di dunia politik dengan inisiasinya sendiri, tanpa bayang-bayang dinasti politik.

Hanya saja, jika itu ada hubungannya dengan Nara, ia tidak bisa menerimanya.

"Saya berjanji akan melindungi Nara."

"Tapi apakah kamu bisa melindungi hatinya? Jika kamu mengerti dia, kamu tahu betapa lembutnya hati putri saya itu. Ia tidak bisa kamu jadikan baduk politik yang nantinya kamu lepaskan begitu saja."

Taksa terdiam. Benar, ia bisa memberikan semuanya untuk Nara untuk membalas kebaikan Nathanael untuknya. Tapi ia tidak bisa melindungi hatinya.

"Saya tidak bisa menjanjikan itu. Namun saya akan mengikuti semua yang Nara inginkan."

"Jika kamu percaya diri dengan kasus ini, selesaikan dengan cepat. Saya keluar dari penjara belum tentu bisa menjaga keselamatan keluarga saya, Taksa. Saya tidak peduli lagi dengan negara ini, tidak ingin melindungi negara ini. Yang saya inginkan adalah keselamatan keluarga saya."

Taksa mengangguk serius. "Kami sedang bekerja untuk menjatuhkan Lukman."

"Pemilihan akan segera dimulai. Bagaimana jika kamu tidak menemukan buktinya sebelum itu?"

"Maka kita akan menggunakan Plan B. Memastikan Toni Sudrajat menjadi presiden terpilih selanjutnya. Melenyapkan kekuatan Lukman dan orang-orang dibelakangnya."

"Bagaimana kamu tahu? Kamu bisa mencari catatan keuangan Lukman dan hasilnya nihil. Uang triliunan itu lenyap begitu saja."

"Uang tersebut tidak berada di Indonesia." Balas Taksa tajam. Dirinya dan Tristan sudah menggunakan intel mereka untuk melacak dana tersebut dan nihil. Ia tidak menemukannya. Dana korupsi sebesar itu, pantas saja mereka bisa melakukan apapun.

"Sekarang apa yang kamu harapkan dari saya?"

Taksa melembutkan pandangannya.

"Tolong dukung Nara untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ia butuh memenangkan posisi di DPR untuk menarik kepercayaan mereka, memastikan Toni naik dan Lukman terkubur selamanya."

***

Mengantar RI 1 adalah misi dari partai mereka.

Membujuk politisi-politisi tua keras kepala, dan kader-kader mereka dari berbagai kalangan untuk mendukung Taksa dan Nara dalam mengarahkan kemenangan Toni Sudrajat bukanlah hal yang mudah. Tentu saja banyak yang mencekal mereka, ada beberapa yang mengancam untuk pindah partai.

Bukankah selama ini mereka adalah bagian dari kabinet Lukman? Banyak yang menilai pria itu akan naik kembali. Dan mereka tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Kamu bahkan berani menurunkan ketua partai sendiri. Bagaimana bisa kami percaya dengan anak muda seperti kalian?" Ucap Tegar berapi-api. Salah satu anggota dewan itu sama sekali tidak mengerti dinamika partai mereka yang dengan cepat berubah. Jika bukan karena keluarga Limawan dan kekuatan bisnisnya, ia pasti sudah membangun tameng untuk mengenyahkan dua anak muda di hadapannya ini.

"Kalian bisa menarik simpatisan dengan kisah cinta kalian dan skandal yang kalian munculkan di publik. Tapi bagaimana dengan kader kita di akar? Kita butuh figur. Bagaimana kalian yakin Toni menang?"

Taksa menyeringai mendengarnya.

"Karena kemenangan Toni hanyalah plan B." Jawabnya tegas.

"Suami kamu ini bicara ngawur. Nara, kamu bukan orang bodoh, kan?" Kali ini Reni angkat suara.

Razak menghela napas, "Justru karena Pak Taksa dan Bu Nara cerdas. Bukankah beberapa bulan ini sudah dibuktikan dengan naiknya angka elektabilitas kita meningkat hingga 11%. Bayangkan betapa banyak anak muda yang sekarang menjadi bagian dari kader kita." Sebagai anggota kader partai yang menghabiskan waktu dengan banyak politisi di partai ini, ia mengetahui pikiran-pikiran mereka.

Beberapa dari mereka terdiam. Tentu saja mereka tahu, partai mereka mendapatkan angka elektabilitas tinggi karena perubahan-perubahan yang dibawa Taksa.

"Dan saya percaya angka itu tidak naik karena Lukman. Terlebih setelah kasus kampung budaya, ada banyak masyarakat yang tidak percaya." Tambah Nara mendorong dukungan untuk Taksa yang sedang dihujam dengan puluhan mata di ruangan ini.

"Jika kalian percaya dengan saya, tolong percaya dengan keputusan saya. Deklarasi dengan Toni akan dilakukan dua hari lagi. Kita akan pastikan Toni mendapatkan dukungan dan kita mendapatkan kursi lebih banyak."

"Bagaimana dengan kursi menteri?"

"Jika Toni menang, kenapa tidak?" Jawab Taksa lantang. Selama ia bisa memilih anggota yang memiliki kapabilitas untuk menduduki kursi di Indonesia, ia siap melakukannya. Tidak ada yang hitam dan putih dalam politik, tapi setidaknya ia percaya Toni tidak akan sekejam Lukman yang melenyapkan banyak orang.

***

Limawan Series: PASSIONATE ALLIANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang