Disclaimer:
All characters, events, and situations depicted in this novel are entirely fictional. Any resemblance to real persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. The settings and organizations mentioned are also products of the author's imagination and are not intended to portray real locations or institutions. This work is created solely for entertainment purposes and does not reflect real-life scenarios or individuals.
***
Berita terkait anak perempuan Adinata Jaya, Amara Jaya yang saat ini menjalin hubungan dengan pemain bola ternama Indonesia dan terciduk liburan di Jepang bersama menjadi pemberitaan yang menarik perhatian banyak orang. Amara Jaya yang merupakan influencer dan kerap menunjukkan kehidupannya sebagai sosialita dan Kaif tidak hanya menarik perhatian dikarenakan latar belakang kedua keluarganya, namun juga fakta bahwa keduanya keluar dari hotel yang sama di Jepang.Tidak hanya itu, pemberitaan mengenai mundurnya Nara dari pencalonannya untuk fokus dengan partai dan pemberitaan tentang Taksa sebagai calon gubernur yang diusung oleh partai juga menambah kemeriahan pemberitaan di media sosial saat ini. Cukup untuk mengubur berita tentang Taksa dan Kalila yang tiba-tiba menghilang dan pastinya menenangkan hati kader di partai.
"Pastikan berita tentang kejanggalan penangkapan papa menimbulkan kecurigaan. Terutama pada Hartono dan Lukman." Perintah Nara serius menjauhkan iPad nya dari matanya setelah membaca berita yang ada di media dengan puas.
"Yakin menambahkan berita seperti ini? We know who is behind all of this." Balas Razak tak kalah serius. Pemberitaan mengenai Taksa, skandal tentang Kalila hingga panasnya para kader di partai. Tentu saja Nara mengetahui campur tangan Hartono di dalamnya. Pria tua itu masih tidak puas setelah mencoba menculiknya, dan menciptakan berbagai skandal yang cukup mengganggunya.
"The best defense is to attack. I don't want them to think they are winning."
Razak menarik napas, "I can't wait to get the proof of their crime." Hanya dengan memastikan kriminal yang dilakukan Hartono dan Lukman mencuat ke masyarakat dengan bukti mereka bisa merasakan ketenangan. Perang dingin yang berlangsung diantara keduanya dalam diam telah menghabiskan banyak resources dan energi.
Nara memilih tidak merespon kalimat tersebut. Ia melemparkan umpan ke masyarakat, namun jika ia melakukannya terlalu lama tanpa bukti, ia dapat menjadi pihak yang tenggelam. Saat ini yang ia butuhkan adalah bukti yang dijanjikan Taksa.
Pria yang sudah hampir seminggu tidak menunjukkan wajahnya setelah skandalnya bersama Kalila muncul di media. Nara tidak tahu bahwa dirinya dapat merasa gelisah tanpa pria itu.
***
The fact that she is craving to hear his voice for the past seven days taught her something about feeling. For the first time in her life, she found a missing beat in her steps that was hard to explain. Ia merasa semua kalimat yang ia berikan ketika memberikan saran percintaan pada teman-temannya, salah satunya Kalila kembali padanya di momen ini.
Di dalam hidupnya yang menyenangkan tanpa adanya sosok pria, ia menyadari alasan mengapa manusia bisa jatuh cinta dan hati sulit untuk dilawan.
Nara terpaku dan dadanya berdebar ketika netranya menangkap punggung bidang Taksa yang terpatri di memorinya. Ia tak begitu yakin bagaimana harus bereaksi– khawatir, marah, kecewa. Statusnya seorang istri akan berpikir suaminya yang menghilang selama tujuh hari tanpa kata setelah tertangkap dalam kamera dengan mantan pacarnya mengalami cinta lama bersemi kembali. Kemudian ia mencubit lengannya sendiri, mengingatkan dirinya kembali bahwa selain istri, ia juga sekutu dan partner seorang Taksa. Ia khawatir bahwa kekhawatirannya menjadi tidak beralasan.
Pria itu membalikkan tubuhnya dan memberikan tatapan serius ke arahnya. Nara dapat melihat luka yang ada di wajah pria itu, terlihat seperti bekas pukulan.
"Are you... okay?" Tanya Nara berusaha terlihat tenang, walaupun nyatanya ia tidak berhasil karena Taksa dapat membaca ekspresi khawatir dan amarah yang ada di wajahnya.
"I am sorry." Taksa mengucapkannya dengan suara rendah.
Nara mengangkat senyum di bibirnya, "Kamu terluka." Perempuan itu menyentuh pipi Taksa.
Pria itu menggeleng, seolah yang terjadi padanya tidak berarti apa-apa. Hal pertama yang ia lakukan adalah pulang ke rumahnya, menunggu Nara pulang dan menebak reaksi yang diberikan perempuan itu. Apakah ia akan marah besar dengan pemberitaan itu? Mendengar Nara mundur dari pencalonannya, ia tahu perempuan itu menukar sesuatu yang sangat berarti untuk dirinya.
Karena ambisi yang ia miliki menuntutnya untuk memiliki posisi dan power, dan apa yang ia lakukan telah mengancam hal tersebut. Nara tidak akan mengambil keputusan tanpa memikirkan konsekuensinya, ia tahu itu.
"Ma princess, let me explain." Ucapannya terpotong oleh Nara yang menggeleng. "You don't have to. I don't want to hear it. I don't have to hear it."
"Nara,"
"Kalila baik-baik saja, kan?" Tanya Nara tanpa beban.
"Iya, dia baik-baik saja."
"That's good."
Taksa berjalan mendekat Nara, membuka lebar kedua tangannya ingin memeluk perempuan yang tidak ia temui selama tujuh hari ini. Di detik kemudian perempuan itu mendorong pria itu dengan cepat, tak memberikannya kesempatan.
"I don't feel good enough to hug you right now." Taksa dapat mendengar getaran di suara Nara. Pria itu tidak sebodoh itu untuk tidak peka bahwa Nara marah padanya.
Nara melangkah menuju salah satu bangku, dan membiarkan Taksa berdiri di hadapannya. Ia tahu saat ini perasaannya tidak lebih penting dari apa yang harus mereka lakukan. Dengan tajam, ia melaporkan semua yang terjadi selama ia pergi. Mulai dari ancaman para tetua di partai, keputusannya untuk mendukung Adinata Jaya, posisi Taksa sebagai calon gubernur, dan rencana-rencana yang tim mereka sudah siapkan ketika Taksa kembali. Pemberitaan tentang hubungan harmonis keduanya adalah salah satu rencana yang mereka miliki, sampai bukti tentang Lukman berhasil didapatkan.
"I have the evidence." Ucap Taksa tegas.
Nara mengangkat alisnya, sedikit terkejut. "Already?"
"Yes. William will submit it next Monday to the court."
Perasaan lega memenuhi dada Nara, satu langkah lagi dan ia merasa telah bebas dari beban yang menghantuinya dan keluarganya. Memberikan keadilan kepada para korban dan membuktikan kejahatan pria itu dan semua orang di belakangnya adalah hadiah yang ingin ia berikan pada ayahnya, Nathanael dan dirinya sendiri.
"You should get some rest. Besok kamu tidak perlu ke kantor."
Nara menggeleng, "I have some important appointments."
"Not as important as your health. Kamu tidak terlihat baik-baik saja. You look tired and unhappy, ma princesse."
Mendengar panggilan itu dari bibir Taksa membuat dadanya berdesir. Just two words that sound different all of a sudden. Realizing that she has different feelings toward him and their relationship. Something she has tried to protect since the beginning of this long game.
Protecting her heart doesn't seem like something she could do any longer, because she is bound to get hurt by this relationship.
"Don't ever call me that again, please."
Suara itu terdengar dingin di telinga Taksa.
***
AUTHOR'S NOTE:
Hi, semoga kalian yang baca cerita ini dalam keadaan happy ya.
Belakangan ini aku sibuk banget dengan dunia nyata (alias dunia kerja) yang membuatku juga kekurangan kesempatan untuk berinteraksi dengan manusia nyata (selain rekan kerja) dan membuat aku stuck wkwk.
Aku menyadari sih, dari semua ceritaku yang paling seru dibaca (walaupun lebay, masih sangat immature dan sebenarnya tipikal) itu karakter cowoknya aku tulis sedikit banyaknya berdasarkan seseorang di dunia nyata. Sementara ada beberapa karakter itu yang aku made up, yang membuatku kadang disconnect kalau ga fokus nulis.
Anyway, semoga kalian suka chapter ini ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limawan Series: PASSIONATE ALLIANCE
Romance[MATURE STORY - NO KIDS ALLOWED] Nara hancur ketika papanya yang merupakan polisi tertangkap atas dua kasus, pembunuhan dan korupsi. Ia kehilangan segalanya ketika Taksa Julien Limawan menawarkannya untuk menjadi sekutu, pria itu berjanji untuk menc...