GENRE : FANTASI | PETUALANGAN
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sore itu, sepulang sekolah, lapangan indoor yang digunakan untuk basket, badminton, dan voli penuh dengan murid-murid yang bersemangat mengikuti ekstrakurikuler. Di sudut lain, murid-murid yang berlatih karate juga tak kalah ramai. Suara dentingan sabuk dan teriakan semangat ala dojo menyambutku ketika aku memasuki area latihan.
Dengan gi putih (baju khas karate) yang baru kupakai, aku melangkah masuk, berusaha menyemangati diriku sendiri. Cahaya matahari sore yang lembut menembus jendela, menciptakan bayangan indah di lantai. Hari ini, aku bertekad untuk berlatih dengan sungguh-sungguh, meskipun aku tahu posisiku masih jauh dari para senior dan teman-temanku yang lain.
Angin sore yang sejuk menyapu wajahku, memberikan rasa tenang di tengah keramaian. Langit yang mulai berubah warna menjadi latar belakang sempurna untuk latihan kami, menambah keindahan sore itu. Aku menarik napas dalam-dalam, siap menghadapi tantangan yang ada di depan mata.
Saat sesi pemanasan dimulai, sensei, sebutan bagi instruktur karate, memberikan instruksi untuk pemanasan dasar. Aku melihat teman-teman sekelasku, termasuk Rian dan Damar. Aku menghampiri mereka dan kami saling menyapa dengan senyum lebar. Kami mulai pemanasan bersama, mengikuti gerakan sensei dengan penuh semangat. Rian dan Damar bergerak lincah dan penuh percaya diri.
Di barisan perempuan paling depan, mataku tertuju pada Relia, teman sekelasku. Wajahnya tampak bersinar dengan keanggunan yang alami. Bibirnya, penuh dan berwarna alami, membentuk senyuman yang menenangkan. Rambutnya, panjang dan hitam berkilau, mengalir lembut. Setiap helai tampak terawat, mengikuti gerak tubuhnya dengan anggun.
Di mataku, Relia adalah sosok yang baik dengan memancarkan kecantikan dan kekuatan. Keberadaannya di tempat ini selalu membawa aura positif, membuat siapa pun yang melihatnya merasa terinspirasi. Meskipun tegas dan serius saat berlatih, sikap humorisnya terkadang muncul, menjadikannya sosok yang mudah didekati.
Sesi latihan dimulai, dan sensei memperkenalkan gerakan-gerakan baru. Aku berusaha keras untuk mengikuti setiap instruksi, namun gerakanku masih terasa canggung. Semangat dan tekadku seolah tak cukup untuk mengejar ketertinggalan. Setiap kali aku mencoba, rasanya seperti ada yang kurang.
Setelah beberapa gerakan, aku mulai merasa putus asa. Aku menyadari bahwa aku tidak akan bisa melanjutkan ini sendirian. Dalam hati, aku merasa seolah berada di luar lingkaran yang seharusnya menjadi ruang kumpul dan belajar. Perasaan terisolasi itu semakin kuat, membuatku ragu apakah aku bisa terus bertahan.
Namun, di tengah kebingungan itu, Rian dan Damar mendekatiku. "Butuh bantuan, bro?" tanya Rian dengan senyum yang menenangkan. Aku mengangguk, merasa sedikit lega. "Ayo, kita bantu," kata Damar sambil menunjukkan gerakan yang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knights in the fungus world
FantasyDalam petualangan yang penuh misteri dan intrik, tiga remaja-Arlo, Gaffi, dan Relia-menemukan diri mereka terjebak dalam dunia ajaib setelah membuka sebuah buku tua di rumah seorang kakek tua. Hutan magis yang mereka masuki dipenuhi dengan keajaiban...