Episode 11

17 6 2
                                    

GENRE : FANTASI | PETUALANGAN

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah beberapa menit, napas kami mulai tersengal-sengal. "Aku tidak bisa... terus berlari lagi..." keluh Gaffi, tubuhnya terhuyung-huyung. Relia juga tampak kelelahan, wajahnya pucat dan napasnya terengah-engah.

Kami berusaha mencari cara agar terlepas dari kejaran kelelawar itu, namun sialnya mereka tidak mau melepaskan kami. Para kelelawar itu terus mengejar tanpa henti, suara decitan mereka semakin mendekat.

Dengan cepat, aku mengambil sebuah ranting pohon yang jatuh dan besar, berusaha melindungi Gaffi dan Relia yang berhenti kelelahan. "Bertahanlah! Aku akan mencoba menghalau mereka!" seruku, mencoba menahan rasa panik yang mulai menyelimuti.

Gaffi menatapku dengan mata penuh rasa takut, "Apa yang harus kita lakukan? Mereka tidak akan berhenti mengejar kita!"

Relia mengangguk lemah, "Kita harus menemukan tempat berlindung... atau sesuatu untuk mengusir mereka."

Aku mengayunkan ranting pohon itu dengan sekuat tenaga, mencoba menghalau kelelawar-kelelawar yang mendekat. "Kita harus tetap bertahan dan mencari tempat yang aman," kataku dengan suara tegas, meski dalam hati aku juga merasa takut.

Ratusan kelelawar itu kini tepat berada di atas kami. Kami benar-benar kelelahan dan tidak punya perlawanan lagi. Tiba-tiba saja, para kelelawar itu merontokkan bulu-bulu halusnya yang berwarna ungu, jatuh bebas dan menimpa kami di bawahnya. Bulu-bulu halus itu terhirup oleh kami, dan saat itu juga kami merasa pusing dan rasanya seperti akan pingsan.

Pandanganku mulai berkunang-kunang. "Gaffi! Relia!" teriakku, melawan gelap yang mulai menyelimuti kesadaranku. Namun, aku melihat Gaffi dan Relia sudah tersungkur pingsan. Di antara kegelapan itu, saat pandanganku berputar, muncul sosok di kejauhan seperti seorang wanita dengan cahaya yang berkilau di sekelilingnya.

"Apa... siapa itu?" pikirku dalam kebingungan sebelum gelap sepenuhnya menutup mataku. Detak jantungku menghilang dalam kesunyian, dan kesadaran pun beranjak pergi.

****

Gemerisik suara kayu yang terbakar membangunkanku. Aku membuka mata perlahan, meraba kegelapan yang masih mengganjal pikiran. Saat aku duduk, pusing melanda kepalaku seolah jalan pikiranku terbalik. Sekilas aku melihat sosok di dekat api unggun, dan teringat wajah Gaffi. Dia sudah terbangun terlebih dahulu, sedang mengusap kepalanya yang tampak pusing, diikuti dengan Relia yang juga baru saja membuka matanya.

"Di mana kita?" tanyaku dengan suara serak, mencoba memahami situasi.

Gaffi menoleh ke arahku, matanya masih setengah terpejam. "Aku tidak tahu... Aku hanya ingat kelelawar-kelelawar itu dan kemudian semuanya gelap."

Knights in the fungus worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang