Episode 3

22 8 3
                                    

GENRE : FANTASI | PETUALANGAN

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Keesokan harinya, suasana pagi di sekolahku terasa berbeda. Langit tampak kelabu, dihiasi awan berat yang menggantung rendah, seolah-olah menahan hujan yang siap turun kapan saja. Udara pagi itu dingin dan lembap, membawa aroma tanah basah yang khas. Meskipun cuaca mendung, aku tetap melangkah dengan ceria, mengenakan baju batik sekolah berwarna dasar biru dengan ukiran hitam, dipadukan dengan celana abu khas SMA. Hoodie biru yang kupakai memberikan kehangatan ekstra, melindungiku dari angin dingin yang berhembus pelan.

Senyumku tetap ada, meskipun aku tahu mungkin orang lain merasa kesal dengan cuaca yang tak bersahabat ini. Jalanan menuju sekolah tampak sepi, hanya beberapa siswa yang berjalan cepat, berusaha menghindari tetesan hujan yang mulai turun perlahan. Di kejauhan, suara gemuruh halus terdengar, menambah kesan dramatis pagi itu.

Aku menarik napas dalam-dalam, menikmati kesegaran udara pagi yang bercampur dengan aroma hujan. Meskipun langit tampak suram, semangatku tetap cerah, siap menghadapi hari baru di sekolah dengan penuh antusiasme.

setiba di kelas, aroma kertas dan tinta langsung menyambutku. Suasana agak berisik, para murid terlihat kebingungan dengan payung di tangan dan jas hujan yang masih sedikit basah. Aku berjalan menuju bangku yang sudahku kenal, tempat di mana Damar, teman satu bangku, sedang duduk sambil mengacak rambutnya. Dia tampak agak terpaku pada buku matematika yang terbuka di depannya.

"Hey, Damar! Bagaimana kabarmu pagi ini?" tanyaku, berusaha mengangkat semangat di tengah cuaca yang hujan.

Damar mengangkat wajahnya, tersenyum tipis. "Pagi, bro. Ya gitu deh, sedikit pusing sama ujian matematika kali ini," jawabnya sambil menunjuk buku di depannya.

Aku tertawa kecil, mencoba menghiburnya. "Tenang aja, ujian kali ini pasti mudah, lagian hujan-hujan gini apa pak Hasan mau datang ?"

Damar terlihat serius dengan menghafal beberapa rumus matematika," Pak Hasan walaupun hujan badai menerpa sekolahan dia pasti akan datang dengan segala caranya, Ulangan tetap ulangan! Arlo "

" Hmm ... benar juga " ucapku langsung duduk dan melepaskan hoodie.

Suasana kelas pagi itu terasa dingin karena di luar hujan turun dengan deras. Suara gemericik air hujan yang menghantam atap genteng menciptakan irama yang menenangkan. Beberapa murid masih sibuk mengeringkan payung dan jas hujan mereka, sementara yang lain sudah mulai membuka buku matematika, bersiap untuk ujian hari ini.

Bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan dimulainya hari baru. Di luar sana, hujan deras masih mengguyur tanpa henti, menciptakan simfoni alami yang mengiringi langkah-langkah para murid. Beberapa murid berhamburan memasuki kelas pertama.

Dengan payung yang masih basah kuyup, Pak Hasan masuk ke kelas dengan senyum lebar. "Selamat pagi, anak-anak! Siap untuk ulangan hari ini?" tanyanya dengan semangat yang nggak pernah luntur. Murid-murid lain menjawabnya ada yang siap dan ada yang belum dengan riuh yang ramai.

Pak Hasan, guru matematika kami yang legendaris, memang beda dari yang lain. Walaupun hujan badai menerpa sekolah, dia pasti akan datang dengan segala caranya. Ulangan tetap ulangan, nggak ada alasan buat bolos.

"Pak Hasan tuh emang nggak ada matinya," bisik salah satu temanku sambil melihat ke arah pintu kelas yang baru saja terbuka. "Benar kan yang aku bilang tadi," bisik Damar di sebelahku. Aku hanya tersenyum kecil melihat ekspresi damar yang belum siap sepenuhnya.

Pak Hasan memang luar biasa. Nggak peduli seberapa buruk cuaca, beliau selalu ada untuk memastikan kami mendapatkan pelajaran yang kami butuhkan. "Ayo, siapkan alat tulis kalian. Kita mulai ulangannya sekarang," katanya sambil membagikan lembar soal.

Knights in the fungus worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang