Episode 5

15 6 4
                                    

GENRE : FANTASI | PETUALANGAN

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah sekitar sepuluh menit berjalan, akhirnya kami tiba di rumah Kakek Fung. Rumah itu adalah sebuah bangunan bergaya tradisional dengan arsitektur yang unik, terbuat dari kayu dan batu. Atapnya yang curam dilapisi dengan genteng tua, memberikan kesan klasik dan hangat. Jendela-jendela kecilnya dihiasi dengan bingkai kayu yang indah, dan di salah satu sisi, terdapat lampu bohlam dengan tiang kayu yang menyanggahnya, menciptakan suasana nyaman ketika malam hari.

Di sekeliling rumah, hamparan sawah yang luas membentang, dipenuhi dengan padi yang hijau subur. Saat angin berhembus, padi-padi itu bergerak lembut, seolah menari mengikuti irama alam. Di kejauhan, pegunungan menjulang tinggi, menambah keindahan panorama yang memukau.

Jalan setapak yang terbuat dari batu mengarah ke pintu depan rumah, dikelilingi oleh tanaman hijau dan bunga-bunga berwarna-warni yang bermekaran. Suara burung berkicau dan gemericik air dari sungai kecil di dekatnya menambah suasana damai dan harmonis.

Di sekitar sawah, petani lokal terlihat bergegas untuk pulang, setelah bertani disawah seharian karena sore hari telah datang.

Ketika sampai di depan pintu, Kakek Fung membuka pintu kayu yang kokoh dengan pegangan berbentuk unik. "Masuklah, Nak. Singgah sebentar di rumahku," katanya dengan senyum ramah.

"A-aku..." pikirku, merasa ragu karena hari sudah mulai gelap. "Kakek, terima kasih tapi sebenarnya aku harus pulang."

"Ah, tidakkah baik menolak tawaran seorang kakek tua ini?" ujarnya sambil tertawa, nada suaranya menggoda namun penuh kehangatan. "Sebaiknya beristirahat sejenak sebelum kembali, Kebetulan kakek punya makanan yang lezat, lebih baik kamu makan terlebih dahulu."

Akhirnya, aku mengalah dengan rasa tidak enak hati. " Terima kasih Kek, tidak usah repot-repot. Mungkin beberapa menit tidak ada salahnya," balasku, tersenyum setengah malas.

" Tidak repot kok nak Arlo, silahkan duduk dulu. Kakek akan siapkan makanannya !" ucap Kakek tersenyum kecil.

Setelah melangkah masuk dan duduk di kursi rotan, aroma harum buku-buku menyambutku. Aku terpesona melihat banyak koleksi buku di setiap sudut ruangan. Rak-rak tinggi terisi penuh dengan buku, beberapa di antaranya berdebu, sepertinya sudah tua, sementara yang lain tersebar di meja kayu besar, seolah siap untuk dibaca.

Kakek Fung datang dengan membawa beberapa makanan, dan aku pun membantunya menata di meja kayu tersebut. "Wow, Kakek! Banyak sekali bukunya!" kataku, kagum. "Kakek suka membaca, ya?"

"Buku adalah sahabat terbaikku, Arlo. Setiap buku menyimpan cerita dan pelajaran berharga," jawab Kakek Fung, senyumnya semakin lebar. "Dari mana pun kita berasal, kita selalu bisa belajar dari mereka."

Knights in the fungus worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang