1

466 43 0
                                    

Aldrian memandangi rumah kecil yang kini berdiri di hadapannya. Matahari sore yang memancar dengan lembut menyoroti atap gentengnya yang merah kusam, memberikan sentuhan nostalgia yang samar pada suasana sekitar. Rumah ini, meski tampak tua dan terabaikan, memiliki sesuatu yang memikat Aldrian sejak pertama kali melihatnya di iklan properti beberapa minggu lalu. Sebuah perasaan yang sulit dijelaskan, seolah-olah rumah ini telah menunggunya, menanti kehadirannya untuk mengisi kekosongan di dalamnya.

Dengan langkah pelan, Aldrian mendekati pintu depan rumah tersebut. Engsel yang sudah berkarat berderit pelan saat ia memutarnya. Pintu itu terbuka dengan suara berdecit yang membuat Aldrian sedikit merinding. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dadanya.

Saat ia melangkah masuk, aroma lembab khas bangunan tua menyambutnya. Dinding-dinding yang berwarna pudar tampak seperti saksi bisu dari cerita yang pernah ada di dalam rumah ini. Kertas dinding yang mengelupas di beberapa tempat menambah kesan usang, namun di mata Aldrian, justru inilah yang memberikan rumah ini karakter yang unik.

Lantai kayu yang berderak di bawah kakinya seolah memberikan salam hangat. "Ini akan menjadi tempatku yang baru," pikir Aldrian, mencoba menanamkan perasaan optimis dalam benaknya.

Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya belakangan ini—perpisahan yang menyakitkan, kehilangan pekerjaan, dan serangkaian kegagalan lainnya. Rumah ini mungkin adalah awal baru yang ia butuhkan. Sebuah tempat untuk menenangkan pikiran dan menyusun kembali hidupnya yang berantakan.

Ia berjalan melewati ruang tamu yang masih kosong, membayangkan bagaimana ia akan menatanya nanti. Sebuah sofa tua di sudut ruangan dan meja kopi mungkin akan memberikan sentuhan hangat di sini. Beberapa lukisan atau foto di dinding juga akan membuat tempat ini terasa lebih hidup. Namun, yang paling penting, Aldrian ingin menjadikan rumah ini sebagai tempat yang bisa ia sebut sebagai rumah dalam arti yang sebenarnya, tempat di mana ia bisa menemukan kedamaian dan perlindungan.

Ia melangkah ke dapur, mengamati peralatan yang sudah ketinggalan zaman. Meskipun begitu, Aldrian merasa dapur ini memiliki potensi. Ia bisa membayangkan dirinya duduk di meja makan kecil di pojok, menikmati sarapan pagi sambil memandangi sinar matahari yang masuk melalui jendela.

Setelah mengelilingi rumah selama beberapa saat, Aldrian memutuskan untuk beristirahat. Ia meletakkan tas ranselnya di lantai ruang tamu dan duduk di atasnya. Sambil memandangi sekeliling, ia merasakan keheningan yang menyelimuti rumah ini.

Keheningan yang mendalam, namun anehnya, tidak membuatnya merasa sendiri. Ada sesuatu dalam kesunyian ini yang membuat Aldrian merasa diterima, seperti rumah ini mengerti beban yang ia bawa dan bersedia untuk menampungnya.

Pikirannya mulai melayang ke masa lalu. Ke tempat yang pernah ia sebut sebagai rumah, di mana ia tumbuh besar bersama keluarganya. Rumah itu dulu adalah tempat yang penuh dengan tawa dan kegembiraan, namun seiring waktu, perasaan hangat itu mulai memudar. Setelah kematian ayahnya, rumah itu tidak lagi terasa seperti rumah yang sama. Kehilangan besar itu mengubah segalanya, termasuk hubungan Aldrian dengan ibunya dan saudara-saudaranya. Rumah yang dulu penuh kehangatan kini terasa dingin dan sepi.

Aldrian menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir bayangan itu dari pikirannya. Masa lalu adalah masa lalu. Sekarang, ia berada di tempat yang baru, dengan kesempatan untuk memulai dari awal. Rumah ini, meskipun kecil dan tua, bisa menjadi tempat di mana ia bisa menemukan kembali arti dari kata rumah.

Hari mulai beranjak malam saat Aldrian bangkit dari tempatnya. Ia berjalan menuju kamar tidur utama, ruangan yang akan menjadi tempatnya beristirahat setiap malam. Kamar itu tidak besar, tapi cukup nyaman untuknya. Sebuah jendela kecil menghadap ke halaman belakang yang dipenuhi rerumputan liar, memberikan pemandangan yang tenang saat malam tiba.

Aldrian meletakkan ranselnya di atas kasur dan mulai mengeluarkan beberapa barang pribadi dari dalamnya. Ia meletakkan bingkai foto ibunya di meja samping tempat tidur. Foto itu adalah salah satu dari sedikit kenangan yang ia bawa dari rumah lamanya. Melihat wajah ibunya dalam foto itu selalu memberikan perasaan hangat di hatinya, meskipun hubungan mereka tidak sebaik dulu.

Setelah merapikan beberapa barang, Aldrian merebahkan tubuhnya di atas kasur. Rasa lelah mulai menyelimuti dirinya setelah seharian berkemas dan berpindah tempat. Matanya perlahan-lahan mulai tertutup, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa bahwa ia bisa tidur dengan tenang. Namun, sebelum ia sepenuhnya tertidur, Aldrian mendengar sesuatu yang membuatnya terjaga.

Sebuah suara pelan hampir seperti bisikan, terdengar dari arah dinding kamar. Suara itu terlalu halus untuk bisa diartikan, namun cukup jelas untuk membuatnya terjaga. Aldrian membuka matanya dan mendengarkan dengan seksama, tapi tidak ada yang terdengar lagi selain keheningan malam.

"Mungkin itu hanya suara angin," pikirnya. Rumah ini memang sudah tua, dan bangunan tua seringkali mengeluarkan suara-suara aneh. Ia mencoba untuk tidak memikirkannya dan kembali memejamkan mata.

Namun, saat ia mencoba tidur, suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih jelas, lebih nyata seolah-olah ada seseorang yang berbicara dari balik dinding. Jantung Aldrian mulai berdegup kencang. Ia duduk di tempat tidur, berusaha untuk mendengarkan lebih seksama. Namun, suara itu kembali menghilang, seolah-olah hanya sebuah bayangan dari pikirannya yang lelah.

"Mungkin hanya imajinasiku saja," pikir Aldrian, mencoba menenangkan dirinya. Namun, perasaan aneh yang muncul sejak pertama kali ia memasuki rumah ini kini semakin kuat. Ada sesuatu tentang tempat ini yang tidak bisa ia abaikan. Sesuatu yang menyimpan rahasia yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya yang sunyi.

Dengan perasaan campur aduk, Aldrian akhirnya memutuskan untuk mencoba tidur kembali. Meskipun suara itu mengganggunya, ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu tidak berarti apa-apa. Besok adalah hari baru, dan ia akan memiliki banyak waktu untuk memahami tempat ini lebih baik.



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Diary's Whisper [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang