8

49 15 0
                                    

Suasana kembali menjadi hangat dan tenang. Aldrian duduk di sofa bersama Kana, merasa nyaman di dekatnya. Mereka duduk berdampingan, hanya terpisah oleh jarak kecil yang semakin menipis seiring waktu.

"terima kasih sudah membantuku merapikan ini semua," Kana tersenyum lembut sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aldrian. "aku belum pernah merasa seaman ini."

Aldrian merasakan getaran aneh di hatinya saat kepala Kana bersandar padanya. Ini adalah momen yang sangat intim, seakan dunia di luar sana tidak lagi berarti apa-apa. Hanya ada mereka berdua, dalam kehangatan mimpi yang menjadi kenyataan.

"aku senang bisa di sini denganmu, Kana," Aldrian berkata lembut. Dia menatap Kana dengan penuh kasih, matanya berbinar dalam kehangatan itu.

Suasana di antara mereka berubah menjadi lebih sunyi dan dalam. Tidak ada kata yang perlu diucapkan untuk menggambarkan kedekatan yang tumbuh. Semua terasa sempurna. Hati Aldrian bergetar setiap kali Kana tersenyum atau menatapnya dengan mata yang penuh kejujuran. Ia merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan-ini adalah rasa yang tak bisa ia abaikan.

"aku ingin tahu apakah kita bisa bertemu, bukan hanya dalam mimpi seperti ini." ucap Aldrian tiba-tiba, suaranya hampir berbisik.

Kana terdiam sejenak, menatap Aldrian dengan mata yang tampak sedikit terkejut. "maksudmu bertemu di dunia nyata? tapi... kita tidak tahu bagaimana caranya, kan?" suaranya terdengar lembut.

Aldrian menatap Kana dengan penuh keyakinan. "mungkin kita bisa mencoba. kalau kau bisa memberitahuku di mana kamu tinggal di dunia nyata, mungkin aku bisa mencarimu."

Kana tampak ragu, tetapi dalam hatinya, ia merasakan hal yang sama. "aku... tidak tahu pasti," Kana menggigit bibirnya perlahan, menundukan pandangannya sejenak sebelum akhirnya berkata, "baiklah, aku juga ingin bertemu denganmu. ini terasa lebih nyata daripada mimpi lainnya. jika kita bisa bertemu di dunia nyata, mungkin kita bisa menemukan kebenaran tentang semuanya."

Aldrian merasakan gelombang emosi membanjiri dirinya, hatinya penuh dengan keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang Kana. Siapa dia sebenarnya di dunia nyata, dan apakah ini semua hanya ilusi mimpi atau lebih dari itu.

"kamu tinggal di mana di dunia nyata?" Aldrian akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Jalan Melati No. 27, Bandung. aku tinggal di rumah kecil di sana." suara Kana terdengar jauh, semakin lemah, seperti dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau.

"aku akan menemukanmu," Aldrian berusaha berkata, suaranya penuh dengan janji.

Senyuman lembut terukir di wajah Kana. Namun, sebelum Aldrian bisa mengatakan lebih banyak, suasana di sekitarnya mulai berubah. Cahaya di ruangan mulai redup, dan dinding-dinding rumah mulai memudar. Aldrian merasa tubuhnya ditarik keluar lagi dari mimpi.

Ia terbangun dari tidurnya dengan jantung berdebar-debar. Ia berada kembali di kamarnya yang gelap dan sunyi. Napasnya masih tersengal, merasakan kehadiran Kana yang hilang begitu tiba-tiba.

"Jalan Melati No. 27," gumamnya, mengingat alamat yang Kana sebutkan. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu adalah kenyataan. Namun, tiba-tiba sesuatu dalam benaknya terlintas-sebuah ingatan samar yang membuat darahnya berdesir.

Tanpa berpikir panjang, Aldrian segera bangkit dari tempat tidurnya, masih dengan kondisi yang berantakan. Tubuhnya terasa lemas, tapi dorongan untuk memverifikasi sesuatu lebih kuat dari kelelahan yang ia rasakan. Dia berlari keluar dari rumah, tanpa peduli pada keadaannya yang belum siap menghadapi dunia luar.

Langkah-langkahnya cepat dan terburu-buru, napasnya masih tidak teratur. Sesampainya di halaman rumah, Aldrian berhenti sejenak, mencoba mengatur napas yang tersengal. Kemudian, matanya tertuju pada pagar rumahnya. Di sana, terukir jelas sebuah alamat yang selalu ia lihat setiap hari, tapi kali ini terasa seperti tamparan keras bagi kesadarannya.

"Jalan Melati No. 27," kata-kata itu seakan menggema di pikirannya. Aldrian menatapnya dengan tak percaya, mulutnya sedikit terbuka karena terkejut. "Bagaimana mungkin...?"

Ia terdiam sejenak, membiarkan pikirannya berputar. Semakin ia menatap alamat itu, semakin ia merasakan campuran kebingungan dan ketidakpercayaan. Tangannya terangkat ke rambutnya, mengacak-acak dengan frustasi, mencoba mencari jawaban dari sesuatu yang tak masuk akal.

"sebenarnya... apa semua ini?" Aldrian bergumam pelan, senyuman penuh keputusasaan terukir di wajahnya.

Dia menunduk, merasa seolah-olah dunia yang ia kenal perlahan-lahan terlepas dari genggamannya. Selama ini, ia merasa rumah ini hanyalah tempat tinggal biasa, tapi sekarang, setiap sudutnya terasa penuh misteri. Kenapa Kana bisa menyebutkan sesuatu yang sama persis? Apa maksudnya dia tinggal di alamat ini? Apa Kana memang tidak nyata? Tapi, mimpi itu dan petunjuk dari diari terasa sangat nyata dan saling berkaitan.

Mimpinya bukan sekadar mimpi. Itu nyata. Terlalu nyata. Dan ia kini terjebak di antara kenyataan yang sulit dijelaskan dan mimpi yang terlalu hidup untuk diabaikan. Tapi apa ini? Setiap kali ia berpikir ini nyata, ia kembali lagi ke titik awal. Bertanya lagi, apa semuanya hanya permainan pikirannya.

Aldrian melangkah mundur, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang tak terbayangkan sedang terjadi, dan Kana adalah kuncinya.

Dengan hati yang masih penuh tanda tanya, Aldrian memutuskan untuk kembali masuk ke rumah, tapi kini dengan tekad yang lebih besar. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Koneksi antara dirinya, Kana, dan rumah ini terasa semakin dalam, dan ia tahu bahwa tidak ada jalan untuk mundur.




••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Diary's Whisper [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang