Hari-hari terus berlalu, dan kini sudah sepuluh hari sejak kejadian yang membuat Aldrian terombang-ambing dalam kebingungan. Meskipun pertanyaan-pertanyaan tentang misteri rumah ini masih membayanginya, Aldrian memutuskan untuk tidak membahasnya lagi, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada Kana. Semua keraguan dan ketidakpastian ia simpan rapat. Alih-alih mencari jawaban, Aldrian memilih untuk menyerahkan dirinya pada momen-momen tenang bersama Kana.
Setiap kali Aldrian tertidur, ia selalu kembali bertemu dengan Kana. Mimpi-mimpi itu menjadi tempat di mana waktu tak lagi mengikat, dan mereka bisa terus bersama tanpa gangguan. Malam demi malam, hubungan mereka menjadi semakin dekat. Candaan kecil, percakapan hangat, hingga sentuhan-sentuhan yang terasa begitu alami semakin sering menghiasi kebersamaan mereka. Di dunia mimpi itu, semuanya tetap terasa nyata. Bahkan mungkin lebih nyata dari kehidupan sehari-harinya.
Kini, Aldrian sudah tidak lagi mempertanyakan apa yang terjadi. Pertanyaan yang dulu menghantuinya kini terkubur di balik kebersamaan yang semakin hangat dengan Kana. Setiap hari yang mereka habiskan bersama di dalam mimpi, hubungan mereka semakin dalam. Tidak ada lagi ketegangan atau rasa asing. Hanya keakraban dan rasa nyaman yang tumbuh di antara mereka, seperti dua orang yang sudah saling mengenal bertahun-tahun.
Suatu malam, Aldrian kembali terbangun di dalam mimpi yang sama. Ruang tamu rumah yang hangat dan penuh dengan cahaya lembut. Sofa yang mereka duduki terasa semakin akrab, begitu juga dengan jarak yang selalu memendek setiap kali mereka duduk bersama. Kana duduk di sampingnya, menyelonjorkan kakinya dengan santai, matanya memancarkan kedamaian yang membuat Aldrian merasa rileks.
"sudah sepuluh hari, ya?" gumam Kana tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.
Aldrian menoleh, memandangnya dengan senyuman tipis. "sepuluh hari untuk apa?"
Kana tertawa kecil, suaranya ringan seperti angin sepoi-sepoi. "sejak kita mulai sering bertemu seperti ini. rasanya seperti sudah lama sekali, tapi juga begitu cepat."
Aldrian mengangguk, mengerti. Waktu memang terasa aneh di antara mereka. Di satu sisi, ia merasa hubungan ini baru dimulai. Di sisi lain, kedekatan mereka sudah begitu akrab, seakan bertahun-tahun telah berlalu. Mereka berdua tahu ada misteri yang belum terpecahkan, tapi entah kenapa, saat ini keduanya lebih memilih untuk mengabaikannya.
"mungkin karena aku terlalu menikmati setiap waktu bersamamu," jawab Aldrian akhirnya, suaranya tenang tapi ada kejujuran di dalamnya.
Kana tersenyum, pipinya sedikit merona. "aku juga senang bisa ada di sini denganmu."
Mereka terdiam lagi, tapi keheningan itu tidak lagi terasa canggung. Sebaliknya, itu adalah keheningan yang nyaman, keheningan yang diisi oleh pemahaman tanpa kata-kata. Aldrian merasakan jantungnya berdetak lebih tenang saat Kana mendekat, bersandar pada bahunya. Sentuhan itu terasa begitu biasa sekarang, tapi ada sesuatu yang lebih dalam di balik kebersamaan ini. Sesuatu yang tak pernah Aldrian rasakan sebelumnya.
"apa yang kau pikirkan?" tanya Kana dengan suara lembut.
Aldrian menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di atas kepala Kana, merasakan kehangatan dari tubuhnya. "aku memikirkan... bagaimana aku bisa merasa sangat nyaman bersamamu. seolah-olah ini bukan mimpi, tapi... bagian dari hidupku yang sebenarnya."
Kana tidak menjawab langsung, hanya tersenyum kecil. Dia menggerakkan tangannya, menggenggam lengan Aldrian dengan lembut, dan Aldrian membalas dengan meremas tangannya, merasakan sentuhan yang terasa nyata di antara kulit mereka.
"kamu tahu," kata Kana akhirnya, "aku pun merasakan hal yang sama. terkadang aku berpikir, mungkin kita sudah saling mengenal sebelum ini. Di suatu tempat yang lain."
Aldrian terdiam sejenak, lalu menghela napas. "mungkin. tapi aku tak mau berpikir terlalu jauh. aku hanya ingin menikmati setiap detik yang kita punya sekarang."
Suasana di antara mereka kembali hangat. Aldrian merasa beban di pikirannya perlahan menghilang setiap kali dia bersama Kana. Semua misteri tentang bagaimana dan kenapa mereka bisa bertemu di mimpi, diari Kana, atau tentang alamat yang membingungkan itu, mulai tampak tidak terlalu penting. Yang penting baginya saat ini adalah momen ini—momen ketika dia bisa merasakan kedamaian dan kebahagiaan kecil yang tak bisa ia rasakan saat ia terbangun.
Mereka tertawa kecil di sela-sela candaan, semakin terbiasa dengan keakraban yang tumbuh di antara mereka. Aldrian bahkan tidak ragu lagi untuk mengusik Kana dengan guyonan ringan, sesuatu yang dulu ia pikir mustahil. Kana pun kini sering menggoda Aldrian dengan caranya yang lembut. Sesekali, mereka saling bersentuhan tanpa sadar. Genggaman tangan yang semakin lama semakin erat, atau tatapan mata yang semakin lama semakin dalam.
"Aldrian," panggil Kana tiba-tiba, membuat Aldrian menoleh.
"hmm?" Aldrian menatapnya.
Kana tersenyum lembut, matanya berkilauan di bawah cahaya yang samar. "kalau kamu bisa pergi ke mana saja di dunia ini, ke mana kamu akan pergi?"
Aldrian tertawa kecil, sedikit terkejut dengan pertanyaan yang begitu santai dan sederhana. "ke mana saja, ya? mungkin ke tepi pantai yang sepi, jauh dari keramaian. tempat di mana aku bisa mendengar suara ombak yang tenang, duduk di atas pasir, dan menikmati matahari tenggelam."
Kana tersenyum, tampak membayangkan pemandangan yang Aldrian sebutkan. "itu terdengar indah. Aku juga suka pantai. ada sesuatu yang menenangkan tentang suara ombak dan angin laut."
Aldrian mengangguk setuju. "ya, ada ketenangan yang sulit dijelaskan. Tapi aku rasa, lebih menyenangkan lagi jika tidak pergi sendirian. pergi bersama seseorang yang spesial mungkin akan membuat pemandangan itu lebih berkesan."
Kana menatap Aldrian dengan penuh perhatian, senyum kecil tak pernah lepas dari bibirnya. "mungkin, suatu hari nanti, kita bisa pergi ke sana bersama."
Aldrian terdiam. Ajakan itu kembali mengingatkannya pada misteri yang selama ini ia coba abaikan. Tapi alih-alih menjawab, Aldrian hanya mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Kana dengan lembut. "mungkin..."
Tatapan mereka bertemu dalam diam, namun kali ini lebih dalam dan penuh dengan makna yang tidak perlu dijelaskan dengan kata-kata. Kana tersenyum lagi, memejamkan mata sejenak, merasakan sentuhan Aldrian yang hangat di kulitnya.
"ya, mungkin suatu hari nanti." Jawab Kana pelan.
Malam itu, perasaan di antara mereka menjadi semakin dalam. Setiap tawa, setiap sentuhan, setiap keheningan di antara mereka, semuanya menyatukan perasaan yang tak terucapkan. Kini, Aldrian tidak hanya merasa dekat dengan Kana, tapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar keakraban. Sesuatu yang berkembang dari pertemuan-pertemuan singkat di mimpi mereka.
Mungkin mereka tidak memiliki jawaban untuk semua pertanyaan yang tersisa. Tapi Aldrian tahu satu hal. Perasaan yang ia rasakan untuk Kana tak bisa ia abaikan. Dan entah bagaimana, ia yakin bahwa perasaan itu adalah sesuatu yang nyata.
•
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
The Diary's Whisper [✓]
RomanceKisah seorang pria muda yang pindah ke rumah tua dan menemukan diari misterius. Terpikat oleh kisah di dalamnya, ia mulai mengalami kejadian aneh dan mendalam, yang mengaburkan batas antara realitas dan ilusi. #nwmprospecmedia2024