Chapter 3 (Rooftop)

71 26 26
                                    

Universitas Bimandra merupakan salah satu universitas swasta yang melakukan masa perkuliahan lebih cepat dibandingkan perguruan tinggi yang lain. Masa perkuliahan Universitas Bimandra dimulai dengan masa pengenalan lingkungan universitas dan mata kuliah umum yang ada disana sebelum memasuki perkuliahan umum, hal ini dikenal dengan masa pra-kuliah yang dimulai pada akhir bulan Juni hingga akhir bulan Juli. Sedangkan perkuliahan umum dimulai pada awal bulan Agustus. Pada masa pra-kuliah, seluruh mahasiswa di tempatkan dalam 3 kategori kelas yaitu Alpha, Beta, dan Delta di setiap fakultas. Setiap kelas, sudah dijadwalkan mata kuliah yang akan diikuti pada hari apa dan kapan. Jika ada yang datang lebih awal, orang itu antara ingin menikmati waktu sebelum masuk di kantin atau bersantai sejenak di rooftop sembari menunggu bel berbunyi.

Hari ini Akairu memiliki jadwal pra-kuliah di siang hari, tetapi dia memilih berangkat 1 jam lebih awal, untuk menikmati indahnya langit di rooftop. Tidak lupa dia membawa hoodie dan tabir surya untuk melindunginya dari paparan sinar matahari, jangan lupakan earphone yang selalu dia masukkan ke dalam kantong agar bisa mendengarkan musik kapanpun dan dimanapun. Ketika membuka pintu rooftop, dia kagum dengan pemanndangan di depannya. Terdapat atap di setiap pinggiran rooftop, mungkin dibuat agar mahasiswa yang datang dapat berteduh. Terdapat juga bangku lipat dan bahkan ada ayunan dan stop kontak di setiap pilar.

"Ga nyesel gua datang lebih cepat," ucapnya sembari mencari posisi yang nyaman untuk menikmati waktu sebelum masuk. Akairu memilih pilar yang ada di sebrang kanan pintu untuk dijadikan tempat bersantai, dia pun menyenderkan diri lalu membuka handphonenya untuk memotret langit. Kata 'indah' selalu terucap setiap dia menatap langit. Bahkan dia tidak menyadari bahwa ada orang lain yang ada di sana.

"Langitnya indah ya," Gerakan Akairu terhenti ketika mendengar seseorang berbicara kepadanya, dia pun menoleh, mencari sumber suara yang barusan dia dengar. Ternyata sumber suara tersebut berasal dari salah satu mahasiswa yang sedang berbaring di balik pilar yang ada di dekatnya. Tentu saja Akairu terkejut saat mengetahui jika terdapat mahasiswa lain yang ada di sekitarnya.

Dari tadi disitu?!

"Sejak kapan lu disitu? Kok gua ga sadar lu ada disitu?" Ucapnya sambil ikut merebahkan diri. Sedangkan yang ditanya masih diam. Mungkin menghirung berapa lama ia sudah disini.

"Mungkin 30 menit sebelum lu datang. Lu terlalu fokus sama rooftop dan langit, makanya ga sadar kalau ada gua disini. Mana mukanya kayak anak kecil dikasih balon, seneng banget," Tolong ingatkan Akairu untuk tidak melakukan keributan, agar tidak terjadi hal yang memalukan kembali. Jawaban yang diberikan mahasiswa tersebut membuatnya ingin melemparkan sneakers nya, syukurlah dia urungkan.

"Oh, gitu ternyata. Langitnya terlalu cantik, makanya gua ga notice kalau ada makhluk lain disini. Maaf ya, aura lu udah mirip kayak hantu," Ejek Akairu.

Sunyi, hanya hembusan angin yang terasa. Mungkin karena keduanya tengah menikmati indahnya langit di siang hari, sembari menunggu bel masuk berbunyi. Karena keduanya tidak suka kesunyian, salah satu dari mereka mengajukan pertanyaan.

"Lu suka langit?"

"Suka, Langit itu indah. Warna yang diperlihatkan olehnya tidak hanya biru saja, banyak warna yang dia berikan. Benda yang ada di langit pun sama indahnya. Langit merupakan suatu hal yang bebas, dia bebas memberikan warna yang dia mau," Mahasiswa yang mendengar penjelasan Akairu pun tersenyum tipis, dan dia pun memberikan jawaban yang membuat Akairu terkejut.

"Memang benar langit itu bebas dan indah. Tapi tanpa kehadiran awan, bintang, bulan, dan matahari, mungkin langit hanyalah sebuah kubah bagi bumi. Terutama pada malam hari. Langit tanpa adanya bintang dan bulan, terlihat suram. Oleh karena itu bulan dan bintang harus ada di langit, jika salah satu dari mereka hilang, maka langit terasa kurang indah," Akairu yang sebelumnya menatap langit, kini mengalihkan tatapannya pada mahasiswa yang tertutupi pilar. Kalimat yang dia ucapkan seolah memiliki arti yang dalam, seolah-olah dia mengibaratkan bulan dan bintang sebagai sosok makhluk. Satu hal terlintas dipikiran Akairu.

"Lu anak sastra ya?"

"Kok tau?" Gotcha, tepat sasaran. Sangat mudah menebak mahasiswa jurusan Sastra, perkataannya terkadang puitis, dan mempunyai makna tersirat. Akairu salah satunya.

"Karena gua juga. Sastra apa lu?"

"Sastra Inggris"

"Wih hebat, bisa kali jadi penulis novel inggris, atau bahkan bisa bikin lagu" Puji Akairu. Entah kenapa setelah dia berkata seperti itu, hawanya terasa sedikit menyesakkan.

"Ahahaha, begitu ya...semoga aja.." Nada nya terdengar lirih, seolah-olah ia mengharapkan hal itu terjadi, tetapi ia tidak yakin. Akairu yang mendengarnya merasa tidak enak, ingin rasanya dia memberikan teman bicaranya itu semangat.

"Bukan semoga, tapi Harus. Gua gatau apa yang terjadi sama lu, tapi lu masuk sastra Inggris karena ada hal yang ingin lu gapai kan? Kejar hal yang mau lu gapai, jangan berhenti, jangan diam juga."

Hening, sesaat setelah Akairu memberikan semangat, mahasiswa tersebut tidak memberikan reaksi. Malu? Tentu saja dia malu, ingin rasanya dia langsung kabur. Tapi diurungkan ketika mendengar teman bicaranya tertawa.

"AHAHAHA. Sumpah, lucu banget lu anjir. Bisa-bisanya lu semangatin orang yang belum lu kenal sama sekali"

"Habisnya lu langsung murung setelah gua bilang begitu"

"Hah? Tau darimana kalo gua murung?"

"Dari ucapan lu"

Mahasiswa tersebut terkejut dengan jawaban Akairu. Padahal dia hanya mengatakan hal itu saja, bagaimana dia bisa tahu kalau dirinya seperti itu ketika mengatakan hal itu? Apakah mahasiswi tersebut cenayang? Atau dia alat pendeteksi kejujuran? Bingung.

"Gua kaget lu bisa nebak perasaan orang, pasti lu cenayang"

Akairu senang karena lawan bicaranya tidak lagi murung, dia pun tertawa.

"Hehe, anggaplah begitu!"

Hampir 1 jam mereka menghabiskan waktu di rooftop untuk berbincang, entah berbincang seputar langit, impian, atau bahkan target? Siapa yang tahu kan. Sampai tidak terasa jika bel masuk telah bunyi yang menandakan bahwa mereka harus mengakhiri kegiatan bincang-berbincangnya. Keduanya bangkit dari tidurnya, lalu saling melihat satu sama lain. Keduanya tertawa.

"Kalau ada jamkos, kesini lagi, biar bisa gibahin langit lagi" Ajak Akairu yang disetujui oleh mahasiswa tersebut. Tapi sebelum itu...

"Bahkan gua gatau lu siapa, yakali gua panggil lu larutan anak" ejek mahasiswa tersebut yang membuat Akairu jengkel.

"MATA LU GUA SIRAM LARUTAN. Akairu Hagia Halingga."

"Oke halin, kita gibahin langit tiap jamkos" Ucapnya

"Anyway, Gua Kalangit. Kalangit Naradhikta"

She's like a star.

• • •

Halo semuanya! Dengan Harainkai di sini!
dua cogan udah muncul, bedanya yang satu pinter, yang satu tengil. tapi kita gatau kan kedepannya gimana?

Gimana pendapat kalian tentang ceritaku di atas?
Jangan lupa vote dan comment ya! Love you all

MOONSTAR [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang