DENGAN langkah gontai, Sandy menuruni anak tangga, matanya terus mengawasi sekelilingnya. Di sisi lain, ia benar-benar bosan berada di kamar. Suara bisikan tadi semakin jelas terdengar, membuatnya merinding. Namun, begitu kakinya menginjak lantai ruang tamu, suara itu lenyap tanpa jejak, seolah ditelan kegelapan.
Ruangan itu kosong melompong, namun Sandy bisa merasakan kehadiran yang tak diinginkan—atau bahkan sebuah entitas. Bulu kuduknya meremang.
"Ke mana ibu?" bisik Sandy, mencoba mengabaikan hal aneh di sekitarnya.
Sandy masih ingat jelas ayahnya dan adiknya sedang asyik bermain di taman. Namun, di mana Sarah? Anehnya, Sarah langsung pergi begitu saja tanpa pamit kepada siapa pun. Sandy merasa bingung dan khawatir.
"Ibu?!" panggil Sandy dengan nada gusar.
Sandy mendekat ke cermin besar di ruang tamu. Pantulannya sendiri terlihat pucat, namun ada yang aneh. Dari sudut matanya, ia menangkap kilasan sosok samar di baliknya. Jantungnya berdebar kencang. Ia berbalik cepat, namun tidak ada siapa-siapa. Napasnya tersengal-sengal, keringat dingin membasahi dahinya. Ketakutan menjalari seluruh tubuhnya. Apa yang sedang terjadi?
"Siapa kamu?! Jangan menakutiku! Bisakah aku tinggal di rumah ini dengan nyaman!" histeris Sandy tiba-tiba.
Badannya gemetar hebat, lututnya lemas. Sandy meringkuk di bawah cermin besar tadi, memeluk erat kaki sendiri. Teriakan histerisnya memecah keheningan malam.
"Ada sesuatu! Ada yang mengejarku!" jeritnya berulang kali.
Suara langkah kaki mendekat, diikuti suara Sera dan Sean yang cemas memanggil namanya. Namun, sebelum mereka sampai, kegelapan menelan semuanya.
****
Sandy merasakan sentuhan lembut kain katun usang membelai kulitnya. Matanya perlahan terbuka, namun dunia di hadapannya terasa begitu kabur. Ia berusaha bangkit, namun tubuhnya terasa berat. Seolah-olah ia sedang terperangkap dalam sebuah mimpi yang tak kunjung usai.
Kali ini, mimpi itu bukan sekadar mimpi. Bisa jadi sebuah pertanda. Kegelapan menyelimuti Sandy, mencekiknya dengan ketakutan yang nyata. Ia kembali ke rumah itu, namun kali ini rumah itu adalah neraka. Dinding-dindingnya berlumuran darah segar, bau amis menyengat hidungnya. Suara jeritan yang menusuk telinga memenuhi ruangan, membuat jantungnya berdebar kencang. Dengan jelas, ia melihat keluarga itu, menatapnya dengan tatapan kosong.
"Sandy! Pergi dari sini! Cepat?!
"Ada apa ini?! Jelaskan!" bentak Sandy mencari jawaban.
"Kabur! Tidak perlu bertanya! Kita dalam bahaya!" balas sosok itu kembali berlari meninggalkan Sandy.
"Paman! Apa yang terjadi?" tanya Sandy frustasi.
Mereka berlari ketakutan, wajah mereka dipenuhi kepanikan. Sandy ingin berteriak, tetapi suaranya tidak keluar. Ia hanya bisa menyaksikan saat sosok bayangan itu muncul lagi, membawa pisau tajam berlumuran darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanggal Berdarah "True Story of 1979" [End✓]
Misteri / Thriller(Jangan Plagiat) Aku tidak berharap memiliki suasana rumah yang mencekam. Aku tidak berpikir akan tinggal di tengah pembunuhan. Di balik fasadnya yang anggun, rumah tua itu menyembunyikan rahasia mengerikan. Dinding dipenuhi dengan noda darah yang...