BAB 13: The Foretold Doom

8 4 1
                                    

Sejak malam itu, malam di mana Sandy menyaksikan sendiri kegelapan ruang bawah tanah menelan sosoknya dalam ketakutan, tidurnya tak pernah lagi sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak malam itu, malam di mana Sandy menyaksikan sendiri kegelapan ruang bawah tanah menelan sosoknya dalam ketakutan, tidurnya tak pernah lagi sama. Setiap kali matanya terpejam, bayangan tangan pucat itu kembali menghantuinya. Tangan yang meraba-raba dinding bata, mendekati dirinya dengan langkah pelan dan pasti. Bunyi detak jam dari boneka tua itu seakan menjadi mantra, mengulang-ulang angka 13:00 yang terasa begitu menyeramkan.

"Tidak," rintih Sandy dalam tidurnya, tubuhnya berkeringat dingin.

"Jangan ... tolong ...."

Embun dingin menjadi teman yang menemani Sandy saat terbangun dengan jantung berdebar kencang. Firasat buruk itu semakin kuat. Sesuatu yang jahat sedang mengintai, dan tanggal 13, angka yang sama, tertera pada jam boneka itu, semakin dekat.

"Mungkin hanya mimpi buruk," bisiknya mencoba menenangkan diri.

Namun, tatapannya tak sengaja jatuh pada kalender dinding. Angka-angka merah mencolok. Tanggal 12 ... menuju tanggal 13.

"Tidak bisa."

Sandy bergumam, suaranya gemetar. "Tidak mungkin."

Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang boneka tua itu. Mungkin ada petunjuk di sana. Sandy mencari-cari informasi di internet di ponselnya, tetapi, yang ia temukan hanyalah cerita-cerita rakyat tentang boneka tua yang terkutuk dan membawa sial.

"Aku harus menyingkirkan boneka itu," tekadnya.

Namun, setiap kali ia mencoba menyentuh boneka itu, hawa dingin menusuk tulang. Seakan ada kekuatan gaib yang melindunginya.

****

Sandy menuruni anak tangga kayu yang berderit pelan, matanya langsung tertuju pada Sera yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Gadis yang dulu selalu ceria dan penuh tawa itu kini terlihat begitu berbeda. Wajahnya yang pucat kontras dengan warna cerahnya dulu, dan matanya yang biasanya berbinar kini tampak kosong, seolah menatap ke dalam kehampaan. Sera sering melamun, pandangannya mengembara ke jendela, seakan mencari sesuatu yang tak kasat mata.

Sandy menyadari ada sesuatu yang salah, tapi setiap kali ia bertanya, Sera hanya tersenyum kecil dan berkata, "Tidak apa-apa, Kak. Aku cuma capek."

Namun, malam itu, firasat buruk Sandy mencapai puncaknya.

Keluarga mereka berkumpul di meja makan, garpu dan pisau beradu dengan piring. Namun, di balik tawa retak dan percakapan ringan, ada ketegangan yang menggantung di udara. Sarah berusaha menjaga senyumnya, namun matanya berkaca-kaca. Setiap suapan terasa berat di tenggorokannya, seolah ada batu besar yang menghalangi.

Sean tampak kelelahan setelah bekerja seharian. Namun, matanya terus melirik ke arah jam dinding, seolah menghitung mundur. Tanggal 13—tanggal yang sudah melekat di pikiran mereka semua—semakin mendekat.

"Semuanya baik-baik saja, kan?" Sarah memecah keheningan, suaranya canggung, berusaha mencairkan suasana.

"Bagaimana sekolah, Sera?"

Tanggal Berdarah "True Story of 1979" [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang