Setelah kejadian mengerikan yang merenggut nyawa Sera, Sean merasa terpanggil untuk melakukan pembersihan spiritual. Sandy terduduk di anak tangga, matanya menerawang ke luar jendela. Malam semakin larut, membawa serta hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Bayangan kepergian Sera masih menghantui pikirannya, dan tatapan kosong orang tuanya seakan memantulkan kepedihan yang sama. Mereka semua berharap malam ini akan menjadi titik balik, sebuah awal untuk melupakan duka yang mendalam.
Cahaya lilin menerangi wajah Romo Markus, seorang rohaniwan yang dihormati, saat ia melangkah masuk ke dalam rumah. Jubah hitamnya berkibar pelan, menimbulkan bayangan-bayangan aneh di dinding. Tangannya yang kokoh meraih kitab suci berjilid kulit, kemudian sebuah salib perak yang digantungkan pada kalung sederhana. Matanya yang tajam mengamati setiap sudut ruangan, mencari tanda-tanda kehadiran yang tidak diinginkan.
Meski sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia spiritual, Romo Markus tetap merasa keraguan saat merasakan ada aura misterius yang menyelimuti rumah ini.
"Saya sudah mendengar banyak hal tentang rumah ini," ujar Romo Markus dengan suara dalam dan tenang, meski ada jejak kegelisahan di nadanya.
"Roh-roh yang berada di sini sangat kuat. Tidak akan mudah mengusir mereka."
Sarah, yang duduk di sofa dengan tatapan nanar, memegang tangan Sean erat-erat.
"Tolong, Romo... kami sudah kehilangan Sera. Kami tidak bisa kehilangan Sandy juga."
Romo Markus mengangguk perlahan. "Saya akan melakukan yang terbaik."
"Ada sesuatu di sini, Romo," bisik Sandy, suaranya bergetar.
Ia menunjuk ke sudut ruangan yang gelap. Romo Markus mengangguk pelan, matanya menyipit. Ia berjalan mendekat, tangannya terulur seolah ingin menyentuh dinding.
"Saya merasakannya, Sandy. Kegelapan yang sangat dalam."
Tiba-tiba, suhu di ruangan itu turun drastis. Lilin-lilin mulai berkedip-kedip, seolah diterpa angin dingin yang tak berhembus.
Romo Markus membuka kitab suci usang, matanya mengikuti baris-baris doa pengusiran. Suaranya yang khidmat menggema di ruangan sunyi, memecah keheningan malam.
"Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kami mengusir segala kekuatan jahat yang menghuni tempat ini!"
Setiap kata yang diucapkannya diiringi gerakan tangan yang tegas, sembari menyiramkan air suci ke setiap sudut ruangan. Asap dupa membubung ke atas, berputar-putar layaknya ular hitam yang meliuk-liuk. Sandy meringkuk di sudut, memeluk lututnya erat-erat.
"Romo, apakah ini akan berhasil?" tanyanya dengan suara lirih.
Romo Markus melirik Sandy sejenak, lalu kembali fokus pada ritualnya. "Percayalah, Nak. Kita akan mengusirnya."
Mulanya, doa-doa Romo Markus terasa seperti selimut hangat yang menyelimuti ruangan. Suhu yang sebelumnya menusuk tulang perlahan menghangat, dan ketegangan di wajah Sean dan Sarah mulai mereda. Namun, ketenangan itu seumur jagung. Tiba-tiba, angin malam menembus celah-celah jendela, membawa serta hawa dingin yang menusuk tulang. Suara-suara aneh, seperti bisikan lirih, mulai terdengar dari balik bayangan, semakin menguat dan semakin jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanggal Berdarah "True Story of 1979" [End✓]
Misteri / Thriller(Jangan Plagiat) Aku tidak berharap memiliki suasana rumah yang mencekam. Aku tidak berpikir akan tinggal di tengah pembunuhan. Di balik fasadnya yang anggun, rumah tua itu menyembunyikan rahasia mengerikan. Dinding dipenuhi dengan noda darah yang...