"Gimana selama tiga bulan ini kuliah?" Bhagavad menyajikan nasi goreng di hadapan Handaru.
"Stres," balas Handaru dengan acuh.
"Mau jalan-jalan weekend nanti?" tawar Bhagavad seraya mendudukan diri di hadapan Handaru.
Handaru menggelengkan kepalanya. "Aku mau drafting penelitian."
"Ditinggal sebentar dulu, gak bisa?"
"Deadline-nya minggu depan. Soalnya Juliett mau ke Prancis, jadi dia gak bakal punya waktu untuk review. Aku harus kirim draft sebelum dia pergi ke Prancis."
Bhagavad menghela napas pelan. "Padahal saya mau ajak kamu liat musim gugur. Soalnya kehidupan kamu selama di sini cuman rumah-kampus-kantor aja. Minggu depan, gimana? Bentar lagi masuk musim panas, kayanya udah gak ada pemandangan bagus banget."
"Minggu depan aku ada acara di taman kota. Mau main sama foreign friends yang dari Asia."
"Sibuk juga kamu," balas Bhagavad dengan jenaka.
"Tujuan kita di sini kan sama, Mas." Handaru menatap Bhagavad dengan serius. "Sama-sama untuk kejar karir. Aku perlu broaden my connection."
Bhagavad mengangguk pelan. "Saya ikut, boleh? Mungkin bisa sekalian saya perluas koneksi saya juga."
"Boleh."
"Oke, saya masukin kalender jadwal sama kamu biar gak lupa."
.
.
."Handaru," panggil Bhagavad setelah menjauh dari Handaru untuk menerima panggilan.
"Kenapa?"
Bhagavad menghela napas pelan. "Saya anter kamu ke tempat temu bareng temen-temen Asia kamu aja, ya? Saya ada keperluan mendadak. Jadi gak bisa ikut kamu."
"Ada apa?" tanya Handaru dengan khawatir.
"Cuman temen saya kayanya perlu temen ngobrol."
Handaru mengangguk pelan. "Kalau gitu, anter aku sampe halte nomor 30 aja. Biar aku naik bis. Kamu bisa langsung ketemu temen kamu."
Bhagavad menggeleng tidak terima. "Gak masalah, saya anter sampe taman tempat kalian ketemu aja."
"Bener?"
"Iya," jawab Bhagavad yang kemudian mengambil barang-barang milik Handaru. "Ayo, sebelum kamu terlambat."
Handaru mengikuti jejak Bhagavad ke mobil. Perempuan itu tidak lupa mengunci pintu rumah sebelum masuk ke dalam mobil.
Selama di dalam mobil, Handaru tidak berani membuka mulutnya. Menyalakan radio pun tidak berani. Bhagavad terlihat tidak tenang. Apalagi beberapa kali Bhagavad menghela napas pelan setelah ada panggilan masuk yang ditolaknya. Tidak hanya sekali, dua kali, tiga kali, tetapi setiap menit.
"Bhaga, boleh berhenti di kafe depan situ, gak?" pinta Handaru yang langsung dituruti Bhagavad.
Handaru turun dari mobil dan membuka pintu belakang. Ia mengeluarkan segala keperluannya dari sana. Masih dari pintu bangku belakang penumpang, Handaru tersenyum ke arah Bhagavad. "Aku naik bis aja. Temen kamu udah butuh kamu kayanya. Hati-hati, ya."
Setelah mengatakan itu, Handaru menutup pintu mobil. Ia membawa semua barang bawaan miliknya dan berjalan ke halte yang berada di belakang mobil. Handaru tidak menoleh sama sekali ke belakang. Ia tidak tahu jika Bhagavad masih di sana atau sudah pergi. Handaru baru tahu jika Bhagavad sudah tidak di sana ketika sudah sampai di halte.
Handaru menatap kosong jalanan di mana mobil Bhagavad tadi berada.
"Yvonne, ya?" lirih Handaru yang langsung mengusap mata yang menitikan air mata. "Hari ini mau seneng-seneng, Handaru. Jadi jangan sedih, ya. Lagian kamu gak ada tempat di hatinya Bhaga."