"Is it worth take me to New York?"
Bhagavad menutup ruang rawat inap Handaru dari dalam. Lelaki itu baru menyelesaikan permasalahan administratif untuk perawatan Handaru.
"Daripada nunggu tiga hari," jawab Bhagavad. "Lelet banget di sana tuh. Kamu belum tentu udah ditanganin kalau masih nunggu dokter di sana."
Handaru menghela napas pelan. Salah satu kekurangan di Kanada yaitu, sistem kesehatan yang lama. Lebih lama daripada di Indonesia. Handaru sudah merintih kesakitan, Bhagavad pun sudah protes untuk segera melihat kondisi Handaru. Namun yang dilakukan perawat dan dokter yaitu meminta Handaru untuk bersabar. Karena itu Bhagavad segera membawa Handaru ke New York.
"Untung small bean kuat. Jadi gak kenapa-napa," ujar Bhagavad dengan senyuman lembut menatap perut Handaru.
Mendengar ucapan Bhagavad, Handaru menangis. Tersentuh karena Bhagavad ingat jika Handaru akan memanggil bayi yang dikandung dengan panggilan 'small bean'. Itu adalah obrolan setelah percintaan mereka tepat setelah Bhagavad pulang dari Thailand, yang setelahnya Bhagavad jatuh sakit dan berakhir mereka berpisah.
Bhagavad mendudukan diri di kursi yang tersedia di sebelah ranjang Handaru. "Tenang aja, pengacara aku udah amanin bukti dari CCTV di apartemen kamu. Jaehyun lagi dibawa ke rumah sakit katanya untuk pastiin kondisi dia baik-baik aja."
"Bukan itu." Handaru menghentikan tangisannya. Ia mengusap air mata yang terus mengalir di wajahnya. "Kamu masih inget kalau aku mau panggil bayi di dalem perut aku dengan panggilan 'small bean'. Padahal aku inget pas waktu itu kita ngobrol, kamu udah ngantuk."
"Aku kan udah bilang kalau aku sayang kamu, Han. Aku emang ngantuk pas waktu itu, tapi aku gak mungkin lupain obrolan kamu gitu aja."
Handaru tertawa miris. "Kamu tuh ucapannya manis tapi kenapa sering banget bikin aku marah dan sedih, ya? Aku kebingungan banget. Aku gak tau sebenernya kamu sayang aku atau sayang sahabat kamu."
"Han, ... ," Bhagavad menatap memohon ke arah Handaru. "Ketika kamu kasih kesempatan ke aku, aku bener-bener lupain Yvone. Dia telpon pun, aku gak pernah angkat. Aku gak ada bantu dia lagi sekalipun dia bilang dipukul sama suaminya. Karena aku masih inget rasa kecewa yang dia kasih ketika balik lagi ke suaminya padahal udah aku selamatin, ... ,
"Aku gak mau bantu dia lagi, gak mau berhubungan lagi sama dia. Aku ke Thailand beneran kerja, Han. Aku pergi ke Asiatique sama rekan kerja yang lain untuk beli oleh-oleh, beli titipan kamu juga. Pas lagi jalan sendiri, aku ketemu Yvonne. Basa-basi ketika ketemu, ... ,
"Dan ketika aku mau kasih tau ke Yvonne bahwa kamu istri aku, aku dapet telpon dari rekan kerja aku bahwa dia ditahan karena dituduh melakukan pelecehan. Mau gak mau aku harus segera pergi. Cuman pas aku mau pergi, Yvonne minta foto bareng. Aku nolak, tapi dia mohon-mohon. Yaudah, akhirnya kita foto. Udah, kaya gitu aja, Han. Aku gak ada bohong pergi dinas taunya jalan sama Yvonne. Nggak ada, Han."
"Terus kenapa Yvonne dateng ke rumah? Maaf karena aku gak becus ngurus kamu sakit. Masakan aku juga gak enak kan? Tapi kan kamu sendiri yang gak mau dipanggilin perawat. Aku selalu panggil perawat untuk rawat Mama kalau sakit, atau kalau emang bener-bener sakit, aku bawa Mama ke rumah sakit dan juga sewa perawat untuk mantau Mama. Kan kamu sendiri yang gak mau dipanggilin perawat."
"Han, demi Tuhan aku gak inget kalau aku panggil Yvonne. Aku setengah sadar setelah makan siang. Aku cuman inget kalau aku kirim voice note ke kamu karena aku gak kuar ngetik, dan aku gak mau ganggu kamu yang lagi kerja dengan nelpon kamu. Yvonne bilang, dia telpon aku, dan aku kasih tau ke dia kalau aku sakit banget terus setelahnya muntah-muntah. Itu yang Yvonne bilang. Mungkin pas Yvonne nelpon aku kira itu kamu, lagi aku bilang ke kamu kalau pas waktu itu keadaan aku setengah sadar."