Under the mask

119 15 16
                                    

Di suatu pagi yang tenang di pangkalan, Sarina duduk di kantin, matanya menerawang ke arah cangkir kopi yang dingin. Kehidupannya sebagai Nyonya Janitra tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Mewah, glamor, tapi juga mengekangnya dengan cara yang tidak pernah ia duga. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan dalam kesendirian, menjadi pemanis sosok Fabian Janitra dan sesekali menghadiri pertemuan sosial yang mewajibkan senyum palsu

 Hari-harinya lebih banyak dihabiskan dalam kesendirian, menjadi pemanis sosok Fabian Janitra dan sesekali menghadiri pertemuan sosial yang mewajibkan senyum palsu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-harinya diisi dengan pertemuan sosial, acara amal, dan makan malam dengan para pengusaha dan pejabat tinggi. Ia harus beradaptasi dengan dunia yang sangat berbeda dari yang biasa ia kenal—sebuah dunia di mana kekuasaan dan menjadi hal yang utama. Fabian selalu berada di sisinya, memperkenalkannya pada orang-orang penting dan memastikan bahwa Sarina menjalankan peran barunya dengan sempurna. Di depan umum, ia adalah istri yang sempurna—selalu tersenyum, selalu anggun, dan selalu siap mendukung suaminya

Namun, di balik senyum itu, Sarina sering merasa terasing. Dunia ini bukan dunianya. Ia merindukan adrenalin saat bertugas di militer, keberanian dan kejujuran yang selalu ia pegang teguh. Sebagai Nyonya Janitra, ia merasa terkurung dalam sangkar emas, di mana setiap gerak-geriknya diawasi, dan setiap kata-katanya harus diukur dengan hati-hati. Meski Fabian memperlakukannya dengan baik dan memberinya segala kemewahan, Sarina tak bisa menghilangkan perasaan bahwa dirinya sedang memainkan peran dalam sebuah permainan yang lebih besar dan lebih berbahaya dari yang ia sadari. Dan dalam permainan ini, Fabian adalah pemain yang paling ia curigai

"Nyonya Janitra, bengong aja nih", Satya, yang duduk di depannya, menggodanya dengan nada canda, "Pasti lagi bingung cara ngabisin duit ya?"

Sarina tersenyum tipis, berusaha menutupi rasa gelisahnya, "Ah bisa aja lo, Sat", sahutnya

"Terus mikirin apa dong?"

"Ini... lebih rumit dari kelihatannya", Sarina menghela nafasnya, "Lagipula, tahu sendiri gue lebih nyaman di sini daripada di rumah mewah itu"

"Ah, makanya sering-sering main ke lapangan, biar nggak lupa cara pegang senjata", Satya tertawa kecil, lalu memandang Sarina dengan lebih serius, "Tapi, gimana nih soal tugas kita? Lo kan udah enggak bisa turun ke lapangan lagi"

Sarina mendesah pelan, "Iya, tau gue. Fokus gue sekarang buat gali informasi dari Fabian. Itu bukan hal yang mudah, dia cerdas dan selalu waspada. Tapi ini satu-satunya cara"

Mayor Sena, yang duduk tak jauh dari mereka, menambahkan, "Jangan terlalu keras sama diri sendiri, Sar. Lo udah ngambil langkah besar. Kita tinggal tunggu momen yang tepat. Dan ingat, kita ada di sini buat bantu"

Sarina menatap keduanya, merasa sedikit lega

"Makasih bang. Gue enggak tahu apa yang akan gue lakuin tanpa kalian berdua"

Namun, di balik rasa terima kasih itu, Sarina juga sadar bahwa kehidupan barunya sebagai Nyonya Janitra bukan sekadar peran istri, tetapi juga menjadi mata-mata dalam perang yang tidak terlihat

Target 'X'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang