Red light

78 8 6
                                    

Sarina bersandar ke dinding, pikirannya terbelah antara rasa bersalah dan ketakutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sarina bersandar ke dinding, pikirannya terbelah antara rasa bersalah dan ketakutan. Kondisi Andrea yang semakin menurun membuatnya terjebak dalam dilema. Setiap kunjungannya ke rumah sakit mengingatkannya pada peringatan tersirat dari Fabian—bahwa hidupnya dan keluarganya berada di bawah kendali pria itu

Sarina menutup matanya, memikirkan Andrea yang terbaring tak berdaya. Mungkin, jika ia menuruti Fabian, hidupnya akan lebih mudah. Mungkin, memaafkannya adalah satu-satunya jalan untuk melindungi ibunya, meski itu berarti mengorbankan dirinya sendiri

Suatu malam, ketika Fabian pulang ke rumah, ia menemukan Sarina duduk di ruang tamu dengan wajah penuh kelelahan. Tak ada konfrontasi yang biasa terjadi di antara mereka. Setelah beberapa saat hening, Sarina menatap Fabian dengan mata berkaca-kaca

"Aku... memaafkanmu" ujar Sarina pelan, suaranya hampir berbisik

Fabian terdiam sejenak, lalu senyumnya perlahan muncul, penuh kepuasan. Ia mendekati Sarina, menatap dalam matanya seolah-olah telah memenangkan pertarungan yang tak terlihat

"Aku tahu kau akan mengerti, Sarina," bisiknya dengan lembut, suaranya penuh kendali dan kehangatan yang terasa dingin di baliknya

Sebelum Sarina bisa berkata apa-apa lagi, Fabian menariknya ke dalam pelukan, bibirnya menyentuh leher Sarina dengan lembut. Sarina tak melawan, meski di dalam hatinya masih ada rasa yang bergolak, terjebak di antara cinta dan ketakutan. Fabian mencumbu Sarina dengan intensitas yang perlahan menghancurkan dinding pertahanan terakhirnya, dan Sarina hanya bisa pasrah

"Sarina", bisiknya lembut, sambil membelai rambutnya, "Aku tahu kamu tak bisa jauh dariku"

Fabian mengangkat tubuh Sarina dan membawanya ke dalam kamar mereka. Ia meletakkan tubuh Sarina ke kasur dan segera menindih tubuhnya

"Sayang", Fabian menatapnya dengan intens, "Aku perlu kamu memenuhi janji kita. Aku ingin kamu melayaniku malam ini"

Sarina masih merasa kelelahan, berusaha menahan tangan Fabian yang mulai melepas pakaiannya, "Fabian.. aku.."

Fabian menaruh ibu jarinya ke bibir Sarina, "Dan jangan pernah lagi minum pil KB. Aku ingin kamu sepenuhnya menjadi milikku, tanpa ada jarak di antara kita"

Sarina hanya bisa memejamkan mata, menerima sentuhan Fabian dengan hati yang hancur, terperangkap antara rasa takut dan tanggung jawab yang membebaninya. Fabian, dengan senyuman licik yang tersirat di sudut bibirnya, menikmati momen kemenangan itu

 Fabian, dengan senyuman licik yang tersirat di sudut bibirnya, menikmati momen kemenangan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Target 'X'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang