Dua Belas

78 10 8
                                    

Di sebuah Bar kecil dengan lampu remang, dua orang duduk berhadapan di meja kayu yang dipenuhi berbagai jenis botol alkohol. Berdiri Hyunjin di sayap kiri, sementara di sayap kanan ada pria berpakaian nyentrik yang sudah siap menerima tantangan minum Hyunjin.

Di sekitar mereka, penonton yang tak diundang mulai berkumpul, menyaksikan dengan antusias meski tak mengerti sebabnya. Sebagian teman dari pemuda itu membantu berjalannya taruhan dengan menyediakan minuman yang akan mereka minum.

Sloki kecil pertama diletakkan di depan mereka, berisi bir ringan yang diisi penuh dalam sloki masing-masing. Dengan senyum penuh percaya diri, pemuda angkuh itu mengangkat gelasnya dan meneguk habis dalam sekali seruput seakan minuman itu tak ada apa-apanya. Hyunjin menyusul, tanpa ragu-ragu, dan permainan pun dimulai.

Gelas bir kosong kini menggelegak di meja. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, hanya pandangan penuh sengit.

Di kursi penonton, Lino cemas bukan main. Ia tidak bisa duduk tenang dan terus menyalahkan dirinya sendiri.

Ronde kedua, wiski. Tanpa menunggu aba-aba, lawannya meneguk gelas wiski secepat kilat, wajahnya masih setegas batu. Sementara Hyunjin mengambil sedikit waktu, menenggak pelan, tapi sorot matanya tetap tajam.

Tidak ada yang mundur, tidak ada yang goyah. Mereka hanya saling menatap, tangan siap mengangkat gelas lagi.

Masuk ke ronde ketiga-tequila. Ronde ini mulai membuat suasana sedikit goyah. Hyunjin terlihat semakin merah, tapi ia tetap keras kepala. Dengan gerakan kasar, ia mengangkat gelas dan kali ini menegaknya duluan.

Napasnya mulai berat, namun ia tetap bertahan. Lawannya di seberang masih lebih tenang, mengambil gelas dan meminumnya dengan cepat, meskipun terlihat dari gerakannya mulai sedikit ragu. Penonton pun mulai bersorak, sorakan semakin keras, semakin menegangkan.

Mulut Lino hanya berkomat-kamit melayangkan doa, kiranya ada keajaiban yang mendorong Hyunjin mundur dan berhenti berpura-pura kuat di depan sana.

Ronde keempat, vodka. Gelas-gelas mulai terasa lebih berat di tangan mereka. Hyunjin mulai berkeringat, tapi amarah di wajahnya tak luntur. Ia tahu tubuhnya sudah mulai menolak, tapi egonya tak membiarkannya berhenti.

Ia menenggak vodka tanpa ragu, lalu meletakkan gelas dengan keras di meja. Sementara pria yang tak mau kalah juga diam-diam merasakan efek minuman itu, menatap Hyunjin dengan sorot tajam lalu menenggak vodka dengan cepat meski wajahnya mulai memucat.

Sampailah mereka di ronde terakhir. Tak ada jenis minuman baru, hanya vodka dengan ukuran yang lebih banyak. Ini adalah babak penentu, siapa yang mampu bertahan tanpa tumbang maupun muntah, dialah pemenangnya.

Hyunjin dengan tangan gemetar, mulai mengangkat kembali gelasnya. Ia tahu sudah berada di ambang batas, tapi tak akan pernah membiarkan Lino menjadi milik orang lain meski hanya semalam. Dengan sekuat tenaga, ia tenggak vodka dalam satu tegukan besar. Tubuhnya hampir roboh, namun dengan napas terengah-engah berhasil bertahan di kursinya.

Melihat Hyunjin sudah hampir roboh itu, lawannya semakin melihat adanya peluang untuk menang. Namun, saat lawannya mengangkat gelas terakhir, kepalanya mulai berputar. Tanpa bisa menahan, tubuhnya jatuh ke depan, gelas masih setengah penuh. Ia tersungkur di atas meja, tubuhnya tak lagi mampu menahan arus alkohol yang memenuhi tubuhnya. Teman-temannya pun langsung mengangkatnya pergi dari sana.

Sorak kemenangan terdengar dari penjuru Bar, paling keras pekikan dari Lino yang kini melompat memeluk Hyunjin. Dengan tubuh yang hampir roboh, Hyunjin tersenyum penuh kepuasan.

Kebahagiaan mereka tak lama, karena Hyunjin mulai mual-mual. Lino buru-buru memapahnya menuju toilet. Sangking mabuknya, Hyunjin tak kuat lagi menahan berat tubuhnya dan hanya menopangkan lengannya pada pinggiran closet. Isi perut yang sudah tak karuan rasanya kini dimuntahkan semua.

When The Summer Ends; HyunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang