Lima Belas

138 11 39
                                    

Sampai di Sekolah, Lino melampiaskan rasa kesalnya dari atas rooftop yang sepi. "BRENGSEK! BAJINGAN! BIADAP KAMU YANG SAKITIN IBUKU!"

Lino merobek kertas dari bukunya dan meremas lembaran kertasnya dengan emosi. "AAAA! Dasar brengsek! Brengsek! Brengsek! Mati aja sana! Semoga cepet kesambit ekor ikan paus terus mati!" makinya sambil menginjak-injak kertas lainnya yang berserakan.

"TAU GAK, KAMU GAK PANTAS JADI SUAMINYA! GAPAPA AKU GAK LAHIR, YANG PENTING BUKAN KAMU SUAMINYA, BAJINGAN! DENGAR ITU, YA!" Lino melempar remasan kertas itu ke bawah, napasnya menderu karena emosinya belum juga mereda.

"Whoam harus banget teriak-teriak sepagi ini?"

Lino cepat mengatupkan mulutnya saat Seungmin tiba-tiba muncul dari bilik Rooftop. Entah di mana ia bisa menyembunyikan diri, tapi wajahnya seperti orang baru bangun tidur.

"S-seungmin?" Lino mundur sedikit karena terkejut. "Udah dengar sejauh mana?"

"Semuanya." Dengan santai, Seungmin menangkup surai Lino yang tertiup angin. "Dari makian mu tadi, pasti kamu benci ayahmu. Yang terburuk memang ketika kita gak bisa apa-apa sebagai anak. Tapi itu bukan salahmu selama kamu udah coba yang terbaik."

"Tapi ibuku butuh pertolongan... dia kesakitan."

Seungmin mengalihkan pandangan pada sisi gedung di seberang. "Terkadang, cara berpikirnya orang dewasa itu emang rumit, dan kita gak perlu memaksa buat ngerti, Lino."

Entah mengapa, dada Lino mulai bergemuruh. Baru kali ini ada yang merasa sepaham tentang orang tuanya.

"Nangis aja, matamu udah merah."

Sial. Karena ucapan itu, pertahanan Lino runtuh begitu saja. Tangisnya pun luruh dari matanya, mengaliri pipinya yang semula kering. Semua perasaan campur aduk merangsangnya terisak semakin hebat.

"Lino... " panggilan Hyunjin menggantung saat melihat Lino tengah dipeluk oleh Seungmin. Tangannya yang memegang susu kotak strawberry itu lekas ia kantungi lagi, sementara kakinya cepat memutuskan untuk mundur.

Ia lihat Lino sekali lagi, memastikan yang dilihatnya tidaklah salah, sebelum akhirnya mantap untuk meninggalkan keduanya.

Ia memang kalah taruhan semalam, tapi bukan berarti Lino bisa semudah itu menerima Seungmin. Lagipula dari pengakuan Seungmin pagi ini, ia bukan ketiduran, tapi pingsan. Cuma Seungmin malu mengakuinya kepada Lino. Siapa juga orang gila yang mau bermalam di sekolah angker ini.

Karena jalannya terlalu cepat, Hyunjin jadi menabrak Sunwoo yang sedang melintas membawa tas di lorong. Melihat ada yang janggal, pria itu segera menghentikan temannya. "Weh, mukamu asem banget pagi ini, kenapa? Abis diselingkuhin Lino?"

Melihat reaksinya hanya diam, Sunwoo jadi semakin yakin tebakannya benar. Ia sampai menarik bahu Hyunjin agar wajah lesunya kelihatan jelas. "Beneran?"

Sunwoo merangkul sahabat karibnya dengan sedikit kekehan. "Bro, kalau mau cemburu itu hubungannya harus jelas dulu. Kalau begini, Linonya gak bisa disalahin, wong dia gak kasih kepastian."

"Jadi harus ditembak dulu?" Hyunjin menimbang-nimbang saran Sunwoo. "Caranya?"

Sunwoo tersenyum girang. Ia ambil seuntai kalung perak berliontin sun dari tasnya. "Jujur sama perasaanmu, terus kasih ini ke dia."

Tanpa berpikir lama, Hyunjin menerima kalung itu dan berlari meninggalkan Sunwoo. "Nanti ku bayar dua kali lipat!"

Baru hendak ingatkan harganya, ternyata Hyunjin sudah sadar diri. "Marketingku oke juga, lumayan kalau cair, buat bayar cicilan."

Di sisi lain, anak tangga yang menanjak ke rooftop itu Hyunjin naiki satu persatu dengan bersemangat. Matanya tak lepas memandangi kalung itu, sekaligus membayangkan jika ia memakaikan kalung itu nanti di leher indah Lino.

When The Summer Ends; HyunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang