part 08

12 10 0
                                    

Sangat Allena maklumi sifat dingin Gio memang membuatnya geregetan sekaligus makin cinta. Allena yang susah-susah mencari topik pembicaraan untuk menghidupkan suasana, tetapi dengan
mudahnya Gio menutup topik itu.

"Gioganteng" panggil Allena manja.

"Nama gue Gio."

"Iya-iya deh, Gio." sebut Allena.

"Apa?" jawab Gio malas tanpa melihatnya.

"Kapan kamu terima aku lagi? Aku masih nunggu loh," kata Allena menuntut agar Gio memberikannya kesempatan kedua.

"Gue gak minta lo nunggu, kita udah gak ada apa-apa lagi. Gue minta lo buat berhenti." ucap Gio ingin meluruskan semuanya.

Allena menatap sedih. "Maafin aku pernah buat kamu kecewa, tapi lebih maaf lagi karena aku gak bisa berhenti, Gio. Aku mau tapi gak bisa."

"Percuma lo mau berjuang kayak gimana itu gak akan bisa buat gue terima lo lagi. Ngerti kan?"

"Enggak."

Gio berdengus kencang sambil mengacak rambutnya frustrasi. Mengapa harus ada manusia sejenis Allena? Padahal Gio sudah
menolaknya secara baik-baik tetapi perempuan ini tidak juga mengerti.

"Eh, Gio. Kamu jangan blokir nomor aku dong... Aku kan bisa kangen mau ngechat masa di blokir," Allena kembali merengek di tempat membuat kepala Gio ingin pecah.

Allena ini... perempuan yang ingin Gio cekik saja rasanya. Sungguh bisa darah tinggi jika berdekatan dengan cewek gila itu.

"Gioganteng,!! denger gak sih? Kamu ganteng-ganteng kok budek? jawab dong jangan kayak patung nanti kesurupan loh!"

"Katanya ada berita orang kena azab karena mengabaikan pertanyaan orang, gak baik tau pamali!" lanjut terus mengoceh.

"Bisa diem gak? Gue pusing." Gio menatapnya tajam.

Bukannya diam justru Allena bangun untuk duduk sambil menatap Gio dengan raut khawatir. Allena menaruh tangannya di kening Gio untuk memeriksa suhu tubuh cowok itu.

Gio hanya bisa memejamkan
mata untuk menahan emosi yang sekarang sedang tertimbun di otaknya.

"GIO SAKIT?! PERASAAN YANG KENA BOLA KAN AKU, KENAPA JADI KE KAMU? JANGAN-JANGAN KITA JODOH MAKANYA BISA NYAMBUNG GITU!!" Allena berseru heboh.

"Gio sakit ya?"

"Nggak."

"Terus kok kepalanya pusing?" tanya Allena lagi.

Lelah. Itulah yang dirasakan oleh Gio sekarang. Gio sendiri bingung, makhluk seperti Allena itu spesies manusia seperti apa, karena tenaganya tidak pernah habis berbicara.

Terjadi keheningan yang cukup lama. Allena baru teringat sesuatu. Tangannya meronggoh barang di kantong celana olahraganya.Kemudian mengeluarkan sebuah gelang bertali biru yang sengaja
Allena buat untuk Gio.

Desainnya tampak polos tetapi terlihat rapi, benar-benar cocok untuk laki-laki atau perempuan.

"Ini buat kamu, semalem aku bikin." Allena menyodorkan gelang itu padanya.

"Gak usah."

"Biar kembaran sama aku, nih!" ucap Allena kembali seraya mengangkat tangan kanannya untuk menunjukkan gelang yang sama dengan Gio.

Gio menghela napas lalu menerima pemberian itu membuat senyum
Allena mengembang lebar. Terdengar ketukan pintu dari luar lalu tampaklah seorang perempuan yang datang menghampiri mereka.

Tifany tersenyum manis pada Gio ketika melihat cowok itu menatapnya. Sedangkan Allena menggerutu karena acara berduaannya dengan Gio harus diganggu sebentar.

"Lo di panggil Pak Ruki, biar gue aja yang jagain Allena." ucap Tifany
sangat halus.

Berbeda sekali saat berbicara padanya yang selalu ketus, nggak Luna, nggak Tifany semuanya cari muka. batin Allena mencibir.

Gio hanya membalasnya dengan gumaman. Laki-laki itu bergegas pergi tanpa berniat menoleh ataupun berpamitan pada Allena.
Tetapi sebelum pergi, Gio berjalan kembali mendekati kedua cewek itu.

Allena sudah senang, ia pikir Gio ingin mengucapkan sesuatu padanya.

"Fan." panggil Gio. "Buat lo, biar kembaran sama Allena." Gio memberikan gelang biru itu pada Tifany di depan mata Allena
membuat gadis itu melotot.

Sungguh tega sekali laki-laki itu
memberikan barang pemberiannya kepada orang lain di hadapannya sendiri. Hati Allena seperti dipukul kencang dan terasa sangat berbekas.

Dulu Gio selalu menghargai pemberiannya bahkan sangat lembut. Namun sekarang itu semua hanya kenangan Kenyataannya Gio
sudah berubah, sangat asing.

Sebenarnya Gio melakukan itu hanya tidak ingin Allena terlalu berharap lagi padanya.

☆☆☆

Pelajaran berakhir dengan cepat. Tak terasa bel pulang sekolah sudah berbunyi mengantarkan rasa gembira murid-murid. Allena sudah menggendong tasnya di pundak.

Siang ini langit cukup mendung tetapi tidak hujan sehingga hawanya sejuk. Starla merangkul Allena sambil tersenyum.

"Kenapa?"

"Enggak. Lo pada udah dijemput?" tanya Allena pada temantemannya.

"Gue dijemput Bokap, lo mau nebeng?" tawar Starla yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Allena.

"Gue bareng Juna," ucap Kalea.

"PJ WOI PJ! JADIAN GAK BILANG-BILANG!" seru Starla sambil meledeknya.

"Minta Juna sana, gue gak ada duit!"

"Kalau lo, Han?" Allenamenatap temannya satu lagi.
"Bareng mama soalnya sekalian dia pulang kerja, lo mau bareng sama gue?" tawar Jihan membuat Allena tersenyum gamang.

Ia tidak suka merepotkan teman-temannya, meski mereka sama sekali tidak keberatan namun Allena cukup tahu diri.

"Gak, Han. Nanti gue dijemput kok." jawab Allena ragu.

Entah kakeknya jemput atau tidak karena jam-jam segini pasti kakeknya sedang sibuk bekerja di pasar.

Selang beberapa menit, satu-persatu temannya pergi pulang. Allena menatap mereka sendu seraya melambai-lambaikan tangan kepada mereka.

Terkadang Allena juga ingin dijemput oleh orang tuanya. Allena ingin dicium keningnya seperti ayah Starla memperlakukan Starla.

Allena juga ingin memeluk ibunya seperti Jihan memeluk ibunya di jarak dekat. Dan Allena juga ingin di perlakukan manis oleh orang yang ia cintai seperti Kalea yang sedang dibonceng sambil memeluk Juna
dari belakang.

Kenapa Allena tidak bisa seberuntung mereka? Kenapa Allena berbeda? Ketika teman-temannya sudah pergi, barulah senyum Allena luntur, digantikan oleh mata yang berkaca-kaca.

Topengnya
memang kuat seperti dirinya yang harus kuat. Sepasang mata Allena menangkap sepeda ontel kakeknya di depan pintu gerbang sekolah. Senyumnya perlahan terbit lalu berlari mendatangi kakeknya dengan semangat.

"Kakek! Udah selesai jualannya?" tanya Allena yang membuat Indra juga tersenyum. Kakeknya mengangguk kecil.

Perlahan raut wajah Allena berubah. Dahinya berkerut heran, dengan cepat Allena menyentuh luka di dahi Indra membuat sang empunya terkejut dengan aksi gadis itu. Allena menatap lndra serius.

"Kakek kenapa?" tanya Allena penuh selidik.

Lagi-lagi lndra hanya tersenyum sambil bergeleng membuat Allena semakin khawatir.

#Pensi #eventpensi #pensivol13 #teorikatapublishing

maaf ya baru up soalnya lagi patah hati eakk🙂‍↔️

janlup vote dan komen ya mantemann

ALGIO [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang