Terkadang Gio membantu ayahnya untuk menganalisis data-data pada dokumen kantor karena cowok itu memang sangat teliti. Di Xenom saja ia dijuluki sebagai otaknya Xenom. Gio selalu menggunakan logikanya dalam berpikir.
"Bang Gio jangan diam mulu dong!! Ajak Apin main ya? Kita main mobil-mobilan." pinta Gavin.
Gio menghela napas sejenak. Gio menatap adiknya itu dengan tatapan lebih lembut. Ia sangat ingin menyenangkan hati adiknya
tetapi tipikal Gio sangat kaku dan tidak tahu harus mulai dari mana
.
Laki-laki itu selalu mempunyai caranya sendiri untuk menyayangi orang lain.
"Gio. Bisa bicara?" kata Radit-ayahnya yang sudah berdiri di depan pintu kamar membuat Gavin langsung diam tak berkutik.Gio mengusap pelan kepala adiknya agar anak itu tidak gemetaran.
"Apin keluar dulu, nanti kita main game," kata Gio berbisik kepadanya yang langsung diangguki oleh Gavin.Anak itu segera bergegas pergi tanpa menoleh sedikit pun pada sang ayah.
Sementara Radit masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu. Di tempatnya berdiri, Gio tampak tenang dan kalem sambil menunggu Radit untuk mulai berbicara. Sejenak otak Gio dengan cepat menebak jika kini ayahnya sedang serius.
"Bener kamu ikut tawuran? Terus tadi saya dapet laporan kamu ikutan bolos pelajaran? IYA?!" Bentakan Radit langsung menggema
di kamarnya.Iya," jawab Gio.
"Kamu itu anak pemilik sekolah! Sudah papa bilang jangan bergaul dengan geng itu! Ingat Gio, kamu penerus papa dan jangan
permaluin papa di depan orang-orang!" ucap Radit tak main-main.
"Kalau anak pemilik sekolah emang kenapa? Harus membeda-bedakan teman?" sahut Gio masih tenang.
"Semenjak kamu temenan sama mereka, nilai kamu turun! Kamu itu anak Bos! Papa tidak mau punya anak yang bodoh, Gio."
"Gio maunya jadi pemain basket." jawab Gio membantah.Radit tertawa ditempatnya. "Buang harapan itu jauh-jauh. Kamu gak akan jadi pemain basket."
"Nilai kamu turun dari 100 ke 80. Tingkatkan lagi!" Papa gak mau kamu berteman dengan mereka. Kalau sampai ketahuan, papa akan suruh orang-orang papa buat jatuhin mereka semua! Ngerti kamu?"
Gio menggebrak mejanya kencang hal yang membuat Radit sangat terkejut. Gio menatap pria paruh baya yang sangat ia hormati itu dengan tajam. Ini kali pertama Gio berlaku tidak sopan pada ayahnya.
"Gio mau temenan sama siapa pun itu bukan urusan papa! Jangan pernah libatin mereka ke dalam masalah! Selama ini Gio udah nurut tapi papa seakan-akan ikat Gio gak boleh kemana-mana!" ujar Gio terdengar kasar."Gio! Jangan kurang ajar kamu!" bentak Radit marah.
"Hidup ini punya Gio! Jangan buat Gio muak sama papa. Kenapa gak Devan aja yang jadi penerus papa?"
"Dengerin papa dulu," ucap Radit tak diberi kesempatan untuk berbicara.
"Papa cuma percaya sama kamu. Gak ada yang bisa kayak kamu, Gio. Semua papa serahkan ke kamu bahkan semua harta warisan papa itu milik kamu juga."
"Kalau bukan kamu siapa lagi orangnya?"
Sudah biasa. Gio sudah sangat terbiasa dituntut ini dan itu oleh keluarganya. Terkadang Gio ingin bebas seperti teman-temannya yang boleh kemana saja tanpa harus mempedulikan waktu.Namun sayang, Gio itu tertib dan teratur. Apakah Gio harus mengalah lagi untuk melepas cita-citanya?
"Gio, jadi orang itu harus berkelas. Kalau kamu temenan sama mereka, apa kata orang? Anak Bos seperti kamu bergaul dengan anak gelandangan seperti mereka?"
"Tingkat kesuksesan seseorang dinilai dari cara orang itu bersikap kepada orang lain." Gio menatap pria di hadapannya dingin."Harta dan gelar itu gak di bawa mati".
☆☆☆
Sudah pukul 17:30.
Allena berdecak kecewa melihat sepatu ballet-nya telah rusak. Allena kembali mengambil baju gantinya karena ia baru saja selesai latihan ballet.
Perempuan itu membawa bajunya ke ruang ganti. Dulu Kecil ibunya yang mendaftarkannya untuk ikut les ballet sampai saat ini.
Maka dari itu tubuh Allena sangat lentur dan lincah ketika menari. Mungkin ia tidak pandai dalam hal pelajaran tetapi Allena sangat pintar dalam bidang seni. Terutama menari dan menggambar. Mungkin kelebihannya itu.
"Bu? Hari ini Kalea izin gak masuk ya?" tanya Allena setelah selesai berganti pakaian.
"Iya, jadi diganti besok." jawab Ibu Siska selaku guru les ballet-nya.
"Allena, kamu belum bayar uang les ya bulan ini?"
"O-oh gitu ya, Bu? Nanti saya kasih tau infonya," jawab Allena kikuk membuat Ibu Mirna tersenyum sambil mengangguk.
"Kalau gitu saya duluan ya, Bu," pamit Allena menunduk sopan.Allena lalu berjalan keluar gedung dengan tas di ransel di punggungnya yang berisi baju serta peralatan ballet-nya. Tatapannya menjadi kosong. Mengingat banyak kebutuhan yang harus dibayar.
Tentu saja Allena tidak tega harus melihat kakek dan ibunya yang bersusah payah mencari uang untuk dirinya sekolah,
makan, dan lain-lain. Allena pulang berjalan kaki karena ingin hemat uang untuk pergi ke sekolah besok.Ketika Allena sudah berada di depan pintu rumahnya, tidak mengaja matanya menangkap motor besar milik Gio yang terparkir di depan gerbang.
Tak lama kemudian Gio pun keluar dari rumah. Mata mereka sempat bertemu beberapa saat sebelum Gio memutuskannya. Cowok itu hendak menaiki motor.
"Gioganteng!!!" panggil Allena membuat pergerakan Gio terhenti.
Dengan kilat Allena berlari mendekatinya.
'Kamu mau kemana? Udah mau malam lohhh," Allena kembali menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya.
"Markas."
"Tunggu. Aku lupa!!" ucap Allena menepuk dahinya membuat Gio menyerngit bingung.
"Aku kan lagi marah sama kamu!"
"Tau ah! Kamu nyebelin banget tau! Udah gak peka, cuek, dingin,sombong, suka diem kayak patung! Aku sumpah-"
"Gak boleh sumpahin orang." tehur Gio.
"AKU SUMPAHIN YA KITA BALIKAN!!" teriak Allena tidak tahu tempat, utung saja sedang sepi.
Gio menatapnya datar dan dibalas pelototan galak dari Allena.
"APA LIAT-LIAT?!"#Pensi #eventpensi #pensivol13 #teorikatapublishing
seperti biasa janlup vote dan komen yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGIO [SEGERA TERBIT]
Teen FictionAlena Aruninka dikenal sebagai seorang gadis cantik yang ceria, hurmoris dan pantang menyerah. Kegagalannya dulu menyia-nyiakan Gio membuatnya bertekad untuk mendapatkan cowok itu kembali, namun sayangnya Gio telah membencinya. Saat Alena mengejar...