#story10
PART MASIH LENGKAP!!
(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!)
Hutang sebesar 200 juta yang di tinggalkan oleh ayah Varsha, membuat Varsha harus membanting tulang untuk mencari uang. Segala pekerjaan dia lakukan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiga hari Varsha harus berhenti bekerja karena lukanya yang terasa begitu menyakitkan, tubuhnya remuk, dan selama itu juga Varsha tinggal di tempat Lina. Varsha masih takut untuk tidur di kontrakannya. Preman itu bisa saja datang untuk membalas dendam. Varsha harus pulih terlebih dahulu agar memiliki tenaga untuk melawan jika saja preman itu memang datang ke tempatnya.
Varsha menutup mulutnya saat menguap, matanya terasa berat, rasa kantuk menyerangnya. Demi mengejar waktunya yang terbuang sia-sia untuk beristirahat, Varsha harus bekerja lebih lama dari sebelumnya. Bahkan, dia sering melewatkan waktu tidur, memilih mencari-cari pekerjaan paruh waktu yang baru. Dia di pecat dari pekerjaan di restoran, dan ada beberapa pekerjaan yang sudah digantikan oleh orang lain karena dia tidak masuk selama tiga hari.
Varsha mengepel lantai sebuah kantor yang sedang memakai jasa kebersihan. Varsha salah satu pekerja paruh waktu yang di utus oleh perusahaan kebersihan. Varsha mengayun-ayunkan tangkai pel dengan gerakan malas, tubuhnya sangat lelah.
“Kalau kau mengepel seperti itu, bisa-bisa mereka akan mengajukan komplain ke perusahaan,” tegur pekerja lain kepada Varsha yang bernama Sumi. Perempuan paruh baya yang juga melakukan pekerjaan serabutan sepertinya.
“Aku begitu mengantuk. Akhir-akhir ini tidurku sangat tidak teratur, bahkan aku pernah tidak tidur selama dua hari.” Varsha kembali menutup mulutnya ketika kuap itu menghampiri.
“Kau masih muda, tapi terlalu memaksakan diri. Walaupun kau bekerja keras dari sekarang, saat tua kau tidak akan kaya.”
Varsha mencibir, bukan kaya yang dirinya cari. “Aku makan dengan hasil uang dari bekerja. Aku bekerja keras bukan untuk kaya.”
Sumi berdecak-decak. “Kalau orang tua menasihati, kau harus mendengarkan. Aku berbicara seperti ini karena aku peduli denganmu,” ucapnya sebal, lalu berpindah membersihkan area lain di kantor ini.
Varsha menatap kepergian Sumi dengan wajah datar. Dia salah apa? Varsha hanya menjawab ucapan perempuan itu. Lagi pula yang barusan Sumi katakan bukan nasihat, melainkan kalimat untuk mematahkan semangat seseorang. Jika kita berpikir untuk apa bekerja, toh, nanti tua tidak akan kaya, besoknya pasti ditemukan mati kelaparan.
Varsha mengalihkan perhatiannya saat mendengar ponselnya berbunyi. Tangannya bergerak merogoh saku baju kerjanya, baju yang di sediakan oleh perusahaan, baju berwarna biru muda dengan tulisan Clean it di bagian belakangnya.
Varsha mengeluarkan ponsel untuk mengecek siapa orang yang menghubunginya. Dahi Varsha berkerut ketika melihat nomor baru. Penasaran, Varsha mengangkatnya.