Sudut pandang Rio nih gaes. Selamat membaca! Don't forget to vote and comment😘✨
***
Sasa kelihatan kaget.
Satu, dua, tiga ...
Bibirnya langsung maju ke depan sekian senti, dia cemberut. Dari mukanya kelihatan kesal.
Lucunya. Gemas. Imut. Sasa seperti kucing yang akan mengamuk.
Aku meringis sejenak merasakan nyeri di punggung yang baru saja kejatuhan beberapa buku. Tapi, enggak masalah, enggak benar-benar sakit. Yang terpenting Sasa enggak kejatuhan juga. Enggak bisa aku bayangkan kalau badan sekecil Sasa yang kelihatan kurus begitu kejatuhan buku-buku.
Kalau melihat Sasa, aku selalu gemas sejak dia kecil sampai sekarang sudah beranjak dewasa.
Aku ingat sekali saat pertama kali bertemu Sasa, ketika dia masih bayi yang sedang diberi MPASI. Dia doyan sekali makan dengan pipinya yang seperti bakpao, mengunyah-ngunyah penuh makanan. Sampai detik ini, kalau aku melihat Sasa makan, aku masih gemas. Rasanya ingin aku beri makan terus-menerus supaya dia lebih cepat besar dan berisi.
Sekarang pun sebenarnya Sasa sudah berisi, di tempat-tempat yang pas. Tahu maksudnya 'kan? Seperti dada dan bokongnya.
"Kenapa Om diam aja? Sakit?"
Aku membuyarkan lamunan lalu menunduk, menatap Sasa yang berlutut untuk mengambil buku yang tadi jatuh.
Posisi Sasa masih di bawah, berlutut. Aku meneguk ludah, pikiran mesum menghampiriku. Bagaimana bisa di saat seperti ini aku membayangkan Sasa melahap burungku? Apalagi posisi Sasa tepat berada di depannya. Bagaimana kalau mulut mungil itu menampungnya? Apakah—
Astaga, sepertinya aku begini karena sudah lama tak merasakan sentuhan wanita.
"Om? Kenapa diam aja?" ulang Sasa, sekarang dia berdiri. "Kayaknya Om beneran kesakitan. Sini sebentar!"
Sasa menarikku. Aku pasrah, meskipun bisa saja menolak dengan tenaga yang jauh lebih besar dari Sasa. Tapi, aku memilih untuk menurut saat Sasa mendudukkanku di sofa lantas dia ikut duduk di sebelahku.
"Coba Om buka baju."
Aku terbelalak. Mau apa?
"Aku perlu periksa punggung Om."
Oh. Oke.
Aku membuka pakaian hingga bertelanjang dada.
"Coba lihat punggungnya, Om."
Aku mengangguk, memutar tubuh agar Sasa bisa menatap punggungku. Perlahan, aku rasakan tangan Sasa menyentuh kulitku, telapak tangannya terasa halus dan hangat. Setiap sentuhan Sasa membuatku berdebar aneh serta seperti ada jejak panas yang tertinggal.
"Nggak kelihatan ada luka sih, Om."
"Om emang nggak terluka, ini nggak apa-apa," kataku, menoleh sekilas ke arah Sasa untuk tersenyum.
Sasa manggut-manggut dengan raut seriusnya. Lucu sekali, lagi-lagi terlihat lucu. Semua yang ada di Sasa tampak lucu bagiku, ekspresinya juga.
Aku mengenakan pakaian kembali.
"Udah dapat bukunya kan? Cuma mau pinjam satu?" tanyaku.
"Iya, satu dulu, Om. Mungkin kapan-kapan butuh buku lain, boleh aku pinjam lagi kalau Om Rio punya?"
"Tentu, boleh."
Kalau Sasa mau memilikinya juga boleh. Tapi, kalau aku bilang begitu, sepertinya dia akan merasa tak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want That Hot Man (On Going)
Romance"Kiss me, Om." Gara-gara sosok pria matang bernama Rio, Alyssa yang biasanya tak tertarik kepada pria, kini menjadi agresif, dan seolah sel-sel mesumnya baru aktif. Rio, sosok teman sekelas Mama Alyssa saat masa SMA. Berawal dari reuni yang Mama A...