Bab XVI

1.3K 135 11
                                    

Senyum tipis perlahan muncul di wajah Haruto setelah Doyoung selesai bicara, siapa yang menyangka bahwa laki-laki di depannya justru jauh lebih berani ketika menghadapi Yoshinori dibanding dirinya sendiri?

"Kamu takut kehilangan aku?" Tanya Haruto, berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Sudut bibir atas Doyoung terangkat, raut jijik seketika muncul di wajahnya begitu Haruto mencolek dagunya dengan telunjuk.

"That's not the fuckin point." Omel Doyoung kemudian. dan berhasil membuat Haruto terkekeh pelan.

"Stop cursing, I'm your boss." Balas Haruto, ia lalu mendekat untuk memakaikan seatbelt ke tubuh Doyoung dan mulai menggeser persneling. 

"Mau kemana? Jam makan siang bentar lagi habis, aku mau balik kerja." Protes Doyoung, namun Haruto tidak peduli dan malah membawa mobil menjauh dari lingkungan kantor.

"Haru!" Panggil Doyoung lagi.

"Ssst, aku udah kabarin bagian HR kalau kita ada kunjungan siang ini." Jawab Haruto akhirnya, masih dengan netra fokus pada jalanan yang lumayan lengang.

"Kunjungan? Kemana?"

"Rahasia."

"Kasih tau gak? Kalau nggak aku loncat nih."

"Brutal banget sih? Pintunya udah aku kunci, kamu gak akan bisa kemana-mana." Jawab Haruto santai, "Tenang, kamu aku bayar perjamnya." Lanjutnya, dan berhasil membuat Doyoung terdiam.

Tidak ada satupun dari mereka yang bicara selama perjalanan, Doyoung yang sibuk memandang keluar jendela, sedangkan Haruto juga terlalu fokus pada jalanan karena ini kali pertama ia mengemudi jauh sendirian.

Mobil berhenti di depan gedung yang Doyoung tidak tahu apa fungsinya, mereka keluar dari kendaraan dan Haruto menuntun Doyoung dengan menggenggam sebelah tangannya.

"Pemakaman?" Tanya Doyoung begitu melihat papan nama di depan lobby.

Doyoung tidak salah baca, sebab Haruto memang membawanya ke sebuah kolumbarium yang bersebelahan dengan rumah duka.

"Haru?" Tanya Doyoung karena Haruto tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"I want to introduce you to someone."

Keduanya kini berdiri di depan lemari kaca bersekat, tepat di hadapan guci dengan nama nenek Haruto yang terukir indah di atasnya.

"Dibanding orang tua, aku lebih deket sama nenekku yang keturunan Korea. Mungkin karena aku lebih sering tinggal di sini dibanding di Jepang bareng mereka." 

Tadinya Doyoung enggan percaya karena ia pernah berhadapan dengan orang yang menggunakan cerita sedih sebagai senjata. Namun begitu netranya menangkap potret Haruto kecil di gendongan seorang wanita paruh baya, ia dapat melihat seberapa dekat mereka.

"Nana meninggal beberapa tahun lalu, padahal nana gak pernah sakit sebelumnya. Tapi hari itu, Nana mendadak pingsan dan dibawa ke rumah sakit sama orang yang kerja di rumah." 

Doyoung menoleh ke arah Haruto begitu menyadari bahwa suaranya mulai bergetar, ia mengeratkan pegangan sambil mengusap punggung tangan atasannya dengan ibu jari, berusaha menenangkan walau dirinya sendiri belum paham ke mana arah pembicaraan saat ini.

"Aku kenal sama Dokter Hamada gak lama setelahnya, begitu aku sadar kalau sejak nana meninggal, aku gak berani masuk ke area rumah sakit sama sekali." 

Ah, jadi ini yang ingin Haruto sampaikan.

"Emosiku gak stabil, Doyoung. Dan aku gak pernah bilang ini ke anggota keluargaku yang lain, karena sebagai anak pertama, aku selalu dituntut jadi manusia sempurna tanpa cela. Aku gak bisa lawan Yoshinori kayak apa yang kamu lakuin tadi. Kakek sama Ayahku bisa murka karena aku bersikap kurang ajar sama yang lebih tua. Dan aku beneran gak punya tempat buat cerita setelah nana meninggal."

Come To Me [Harubby]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang