•HAPPY READING•
***
Setelah pameran lukisan yang sukses, Repal merasakan kebangkitan semangat dalam hidupnya.
Ia menyadari bahwa meskipun kehilangan Ayah adalah sebuah luka yang dalam, ia masih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup dengan cara yang membuat ayahnya bangga.
Dia mulai menjadikan seni sebagai sarana untuk menyembuhkan diri, dan karyanya mulai mendapatkan perhatian di kalangan teman-teman dan komunitas seni di sekolah.
Suatu hari, Hilda mendekatinya dengan senyuman lebar. "Repal, aku punya ide! Kenapa kita tidak membuat proyek seni kolaboratif? Kita bisa menggambarkan perjalanan hidup kita melalui lukisan dan menampilkan pesan tentang cinta dan kehilangan."
Repal merasa semangatnya bangkit. "Itu ide yang bagus! Kita bisa menyertakan cerita di balik setiap lukisan. Ini bisa jadi cara yang indah untuk berbagi pengalaman kita."
Mereka mulai merencanakan proyek itu. Setiap malam, mereka berkumpul di studio Hilda, mengerjakan lukisan-lukisan yang menggambarkan pengalaman mereka.
Repal menggambar kenangan-kenangan manis bersama Ayahnya, sementara Hilda melukis tentang perjalanan hidupnya sendiri dan bagaimana ia belajar untuk merelakan orang-orang yang ia cintai.
Saat mereka bekerja bersama, Repal merasa terhubung tidak hanya dengan Hilda, tetapi juga dengan orang-orang yang telah pergi dari hidup mereka.
Melalui seni, mereka menciptakan ruang untuk berbicara tentang kehilangan dan cinta, sebuah ruang di mana emosi bisa diekspresikan dengan bebas.
Suatu malam, saat mereka sedang melukis, Hilda bertanya, "Repal, apa yang paling kamu rindukan tentang ayahmu?"
Repal berhenti sejenak, merenung. "Aku rindu mendengarkan suaranya, nasihatnya, dan cara dia membuat segalanya terasa lebih baik. Dia selalu bisa membuatku tersenyum, bahkan dalam situasi sulit."
Hilda mengangguk, menyimak dengan penuh perhatian. "Aku juga merindukan sosok yang selalu ada untukku. Ketika orang yang kita cintai pergi, kita belajar untuk menghargai setiap momen yang kita miliki bersama mereka."
Setiap kali Repal dan Hilda menggali lebih dalam tentang pengalaman mereka, mereka menemukan cara untuk mengolah emosi menjadi karya seni yang indah.
Proyek kolaboratif mereka mulai menarik perhatian orang lain di sekolah, dan mereka memutuskan untuk mengadakan pameran lagi, kali ini dengan tema "Cinta dan Kehilangan."
Ketika pameran itu diadakan, Repal merasa sangat terharu. Karya mereka dipenuhi dengan kejujuran dan emosi yang mendalam.
Orang-orang yang datang bisa merasakan perjalanan yang mereka lalui melalui lukisan-lukisan tersebut.
Repal teringat akan kata-kata Ayahnya tentang bagaimana seni bisa menjadi jembatan antara orang-orang, dan malam itu, dia merasakannya secara nyata.
Di tengah keramaian, Repal bertemu dengan seorang wanita tua yang terharu melihat lukisan-lukisan mereka. "Karya-karya ini sangat menyentuh hati. anda bisa merasakan cinta dan kerinduan dalam setiap detailnya," katanya dengan suara bergetar.
Repal tersenyum dan merasa tergerak. "Terima kasih. Kami mencoba untuk berbagi perjalanan kami dan bagaimana seni bisa membantu kita melewati masa-masa sulit."
Wanita tua itu mengangguk, mata berkilau penuh air mata. "Saya juga pernah merasakan kehilangan yang sama. Melalui seni, saya menemukan cara untuk menghormati orang-orang yang telah pergi. Ini adalah hadiah yang sangat berharga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukan Terakhir [on-going]
DiversosDalam "Pelukan Terakhir," kita mengikuti perjalanan emosional seorang anak yang berjuang menghadapi kenyataan pahit ketika ayahnya didiagnosis dengan penyakit ginjal. Meskipun hubungan mereka pernah terjalin erat, konflik dan kesalahpahaman di masa...